tag:blogger.com,1999:blog-86155875982917969572024-03-22T09:45:53.835+08:00Love StoryWe Talk About Love, Love and Love HereVelicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-47926573164749431922010-09-01T17:33:00.000+08:002010-09-01T17:33:51.993+08:00Story By Reader : For You Only "Destiny Love Series" (Part 2)<div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Aku memakai topengku dan mulai bergerak dengan pisau di kedua tangan. Bodyguard pertama kuhabisi dengan satu tebasan dilehernya dan bisa kulihat Albert juga telah menghabisi miliknya yang pertama.</div><div style="text-align: justify;"> Kedua… Ketiga… Aku telah menghabisi 3 bagianku dan… Lucky! Albert masih kejar-kejaran dengan bodyguard ketiga yang terus-menerus lari dan menyusup kesana-sini.</div><div style="text-align: justify;"> “Aku yang dapat” Pikirku girang. Ternyata perasaan ketakutan dan gelisah ini tidak mempengaruhi gerakanku.</div><div style="text-align: justify;"> Aku bergegas lari ke arah politikus gendut yang duduk ketakutan dan gemetaran. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang penuh penderitaan di kepalaku.</div><div style="text-align: justify;"> “Tolong aku, Xui Lei..” Bisik perempuan itu. Itu suara yang sama dengan perempuan di dalam mimpiku! Dan ‘Xui Lei’ ? Itu nama yang diteriakkan perempuan dalam mimpiku akhir-akhir ini.</div><div style="text-align: justify;"> Dadaku sakit.. Gerakanku terhenti dan aku jatuh! Aku tersungkur sambil memegang dadaku “Jangan berbicara dengan suara menderita seperti itu!! Jangan perdengarkan suara seperti itu padaku!!” Teriakku.</div><div style="text-align: justify;"> Sementara itu, tanpa kusadari potitikus itu segera berdiri dan mengambil pistol dari mayat salah satu bodyguard didekatnya “Mati kaaauu!!”</div><div style="text-align: justify;"> Albert berteriak “ZhiZhi!! Apa yang kau lakukan?!” Ia segera berlari kearahku ketika melihat aku tetap membatu ditempatku.</div><div style="text-align: justify;"> <b>Dor...!!</b></div><div style="text-align: justify;"> Sakit.. Bahuku sakit..</div><div style="text-align: justify;"> Aku melihat politikus itu dibunuh dan pistol yang masih berasap terjatuh dari tangannya.. Aah, aku tertembak, ya.. Aku kehilangan kesadaran.</div><div style="text-align: justify;">............................................................................................................................</div><div style="text-align: justify;"> Aku melihat sekeliling.. Hutan bambu.. Mimpi ini lagi.. Tapi aneh.. Aku tidak lari dan sedang dikejar.. Dan dimana wanita itu? Aku melihat tanganku.. Kosong..</div><div style="text-align: justify;"> “Xui Leeei!!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku mendengar suara wanita itu. Dan seorang wanita terlihat. Aku bisa melihat wajah dan postur tubuhnya.. WOW, sangat cantik!! Tubuhnya yang langsing dan gerakannya yang terlihat gemulai bahkan saat lari menunjang wajahnya yang cantik dengan bulu mata lentik diatas matanya yang indah, hidungnya yang mancung dan dibingkai dengan rambut hitam yang panjang dan lurus.. Walau dengan pakaian yang lusuhpun ia terlihat bagaikan seorang putri raja..</div><div style="text-align: justify;"> “____ ___” Aku merasakan ujung-ujung bibirku terangkat. Hum, kelihatannya Xui Lei adalah namaku disini.</div><div style="text-align: justify;"> “Aku membawakan makan siangmu!” katanya mengangkat bungkusan kain berbentuk persegi.</div><div style="text-align: justify;"> “__” Aneh, kenapa aku tidak bisa mendengar perkataanku sendiri.. Dan.. Tubuhku bergerak dengan sendirinya.. Memeluk wanita itu..</div><div style="text-align: justify;"> Wanita itu mengaduh “Aduh..!”</div><div style="text-align: justify;"> Aku langsung melepaskan pelukanku “____, ___ _________ _______ _____” Lagi-lagi tidak terdengar. Rasanya aku seperti aktor film bisu.</div><div style="text-align: justify;"> Wanita itu tersenyum dan aku mencium bibirnya yang lembut dan semerah mawar. Kami berpelukan semakin erat. Tubuh kami serasa melebur menjadi satu. Bibir kami bergerak bersamaan seakan mengerti satu sama lain. Tubuhku terasa semakin lama semakin panas dan bibir kami bergerak semakin cepat dan penuh gairah.</div><div style="text-align: justify;"> Tiba-tiba pemandangan berganti dengan pemandangan yang sama dengan yang sering muncul di dalam mimpiku.. Mimpi burukku..</div><div style="text-align: justify;"> “Ja.. nga.. n mena..ngis…, _____” Aku tetap tidak bisa mendengar namanya.</div><div style="text-align: justify;"> “Jangan tinggalkan aku sendiri !! Jangan pergi, Xui Lei !!”</div><div style="text-align: justify;"> Mimpi ini belum terputus...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> <b>Jleb.. Jleb.. Jleb...</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku terkejut.. Wanita itu mengeluarkan darah dari mulutnya.. Ia menatapku dengan mata yang penuh kasih.</div><div style="text-align: justify;"> “A.. ku.. men.. cin.. ta.. ai.. mu...” Tubuhnya jatuh di atas tubuhku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Pandanganku mengabur.. Aku juga mencintaimu.. Xiao Hua.. Kesadaranku hilang...</div><div style="text-align: justify;">............................................................................................................................</div><div style="text-align: justify;"> “Kou.. Kou!!!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Hatiku sakit lagi.. Sakit ini tak bisa dibandingkan dengan yang sebelumnya.. Apakah ini kesakitanmu, Xiao Hua? Apa kau menderita ditempatmu berada sekarang? Aku terus menutup mata mengabaikan panggilan namaku itu. Aku berkonsentrasi merasakannya dan.. Kesedihan yang hebat melanda hatiku yang saat ini terhubung dengan hatinya.. Hanya beberapa saat.. Lalu perasaan itu hilang.. Bukan hanya kesedihannya tetapi seluruh hati dan perasaannya.. Sepenuhnya terputus.. Aku mencapai satu kesimpulan.. Dia telah mengunci hatinya.</div><div style="text-align: justify;"> Dengan sedih aku membuka mata “Dia bangun, dok!”</div><div style="text-align: justify;"> Aku mendengar suara yang asing “Takano-san.. Kau mendengarku?”</div><div style="text-align: justify;"> “Ya” Jawabku lemah sambil mengerjap-ngerjapkan mata silau karena cahaya dari senter kecil yang diarahkan dokter itu ke mataku.</div><div style="text-align: justify;"> “Bisa kamu sebutkan identitasmu?”</div><div style="text-align: justify;"> Aku berusaha untuk tidak memikirkannya dulu, “Namaku Kouya Takano, umur 19 tahun..”</div><div style="text-align: justify;"> “Kamu tahu siapa dia?” Tanya si dokter menunjuk Albert.</div><div style="text-align: justify;"> “Dia teman sekampusku, Albert”</div><div style="text-align: justify;"> “Bagus. Dia telah sadar sepenuhnya.” Lalu dokter itu keluar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Albert menatapku marah.</div><div style="text-align: justify;"> “Halo, Albert” kataku.</div><div style="text-align: justify;"> “’Halo’ kepalamu!! Kamu tahu tidak.. Kamu sudah koma selama 3 hari karena tiba-tiba terdiam di tengah pemburuan!!”</div><div style="text-align: justify;"> “3 hari?! Serius??!” Mataku membelalak.</div><div style="text-align: justify;"> “Duarius, bodoh!!”</div><div style="text-align: justify;"> “Lalu bagaimana dengan klien kita?”</div><div style="text-align: justify;"> “Aku yang menemuinya.. Tenang saja.. Bagianmu sudah kumasukkan ke rekening milikmu” Dia duduk di kursi dekat tempat tidurku “Aku menuntut penjelasan”</div><div style="text-align: justify;"> “Penjelasan apa?” Tanyaku polos.</div><div style="text-align: justify;"> “Kenapa kamu tiba-tiba terdiam saat pemburuan? Dan siapa Xiao Hua?”</div><div style="text-align: justify;"> Jantungku serasa berhenti berdetak “Xiao Hua?”</div><div style="text-align: justify;"> “Saat kamu mulai sadar, kamu menggumam..”</div><div style="text-align: justify;"> “Menggumam apa?!”</div><div style="text-align: justify;"> Dia menatapku serius “Kamu menggumamkan ‘Aku mencintaimu, Xiao Hua’ begitu”</div><div style="text-align: justify;"> “Begitukah?” Aku tersenyum sedih.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku ingat semuanya. Di kehidupan sebelumnya, aku bernama Xui Lei dan Xiao Hua adalah istriku. Kami baru saja menikah sebulan sebelum kejadian itu terjadi. Seorang pengkhianat kerajaan bersembunyi di desa kami. Akibatnya, seluruh penduduk desa dicap sebagai pengkhianat. Kami berusaha lari melalui hutan bambu di sebelah timur desa. Tapi kami tertangkap dan dibunuh di tempat itu. “Dan sekarang dia sangat menderita sampai-sampai membuatnya mengunci hatinya rapat-rapat” Pikiranku menambahkan hal itu.</div><div style="text-align: justify;"> “Jangan melamun!! Jawab pertanyaanku!” Suara Albert menyadarkanku dari kenanganku.</div><div style="text-align: justify;"> “Hah?”</div><div style="text-align: justify;"> “Kenapa kamu tiba-tiba terdiam saat pemburuan? Dan siapa Xiao Hua?” Ujar Albert mengulangi pertanyaannya.</div><div style="text-align: justify;"> “Bukan urusanmu”</div><div style="text-align: justify;"> “Aku rekan sekerjamu.. Aku harus tahu hal yang membebani pikiranmu karena itu menyangkut profesi dan nyawaku juga”</div><div style="text-align: justify;"> Kami saling bertatapan garang selama beberapa saat “Aku terdiam karena tiba-tiba saja dadaku sakit.. Dan Xiao Hua adalah teman masa kecilku yang kucintai sebagai adik..”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Dia diam saja mendengar perkataanku. Aku tahu dia pasti sadar dengan kebohongan yang kuucapkan dengan mulut ini.</div><div style="text-align: justify;"> “Baiklah, aku percaya padamu” Dia menghela napas. Aku tahu dia hanya pasrah melihat wajah keras kepala yang sudah lama tidak kupakai. “Tapi lain kali jangan seperti itu lagi.. Kalau kamu sudah merasa ada yang aneh dengan tubuhmu, katakan! Jangan didiamkan!!”</div><div style="text-align: justify;"> “Ah...”</div><div style="text-align: justify;"> Ia melihat wajahku yang mendadak bimbang “Kenapa?”</div><div style="text-align: justify;"> “ Kita sudahi saja kerja sama kita”</div><div style="text-align: justify;"> Dia terkejut “Hah?”</div><div style="text-align: justify;"> “Aku sudah memutuskan untuk cuti dan keliling dunia”</div><div style="text-align: justify;"> “Apa??!!”</div><div style="text-align: justify;"> “Begitulah” Aku mengangkat bahu dengan cueknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">AKU AKAN MENGHAPUS SEGALA PENDERITAANMU DAN MEMBUATMU BAHAGIA, XIAO HUA.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>For You Only</b></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>-END-</b></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><b><span style="font-size: large;">Story by : <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=100000282466999&ref=ts">Yunita P. Moniaga</a></span></b></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com54tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-80149037922401001742010-08-13T16:52:00.001+08:002010-08-21T16:23:43.312+08:00Story By Reader : For You Only "Destiny Love Series" (Part 1)<div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Aku sedang berlari dalam hutan.. Menggenggam tangan lembut seorang perempuan.. Siapa dia? Mengapa kami berlari seperti ini? Siapa yang mengejar kami? Aku tidak mengerti!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> <b>Jleb...</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Ah, apa ini? Sakit.. Sesuatu menembus dadaku.. Aku meletakkan tanganku ke dadaku dan merasakan sesuatu yang hangat merembes membasahi pakaianku..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> <b> Jleb.. Jleb.. Jleb...</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Ada yang ditembakkan dari arah belakang.. Lagi.. Dan lagi.. Tenagaku terasa terkuras habis.. Aku mulai mati rasa.. Aku jatuh ke tanah yang dingin.. Tetesan-tetesan air jatuh membasahi wajahku.. Apa ini? Rasanya asin.. Air mata kah? Aku berkonsentasi dan melihat air mata yang jatuh dari wajah perempuan itu.. Aku tidak mengenal siapa dia.. Dan aku juga tak dapat melihat wajahnya.. Bukan hanya sekarang.. Tetapi semenjak tadi.. Satu hal yang kutahu aku tidak ingin melihat air matanya..</div><div style="text-align: justify;"> Aku mengangkat tanganku dengan susah payah “Ja.. nga.. n mena..ngis…, _____”</div><div style="text-align: justify;"> Aneh.. Aku yakin aku menyebutkan suatu nama.. Tapi apa? Tidak terdengar.</div><div style="text-align: justify;"> “______ __________ ___ _______ !! ______ _____, Xui Lei !!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku membuka mata kaget dan langsung melihat sekeliling. Aku berada di kamarku terbangun dengan tubuh penuh dengan keringat.</div><div style="text-align: justify;"> Aku duduk sambil memegang kepalaku “Shit!! Mimpi itu lagi!! Sampai kapan aku harus dihantui mimpi ini?!”</div><div style="text-align: justify;"> Itu adalah mimpi yang terus-menerus kudapatkan sejak aku berusia 4 tahun. Jujur saja, aku benci mimpi ini. Karena setiap kali aku bangun darinya, aku pasti akan merindukan seseorang yang aku tidak tahu dan bahkan tidak kumengerti. Sangat menyebalkan!! Apalagi awal mula aku mendapat mimpi ini sangat memalukan.</div><div style="text-align: justify;"> Saat berumur 4 tahun, aku pernah pergi bermain dengan teman-temanku tanggal 1 Desember 1994. Saat itu, tiba-tiba saja aku meneteskan air mata. Aku merasakan kehadiran seseorang di dalam hatiku berkata ‘Aku datang’ dan bahagia karenanya.. Lalu aku mulai berkata-kata dalam bahasa yang tidak kupahami dan aku tidak bisa menghentikannya.. Aku menangis lalu langsung kehilangan kesadaran.. Dan mimpi itu muncul untuk pertama kalinya. Setelah itu aku dibawa ke psikiater dan menjadi bahan pembicaraan selama beberapa waktu.</div><div style="text-align: justify;"> Mimpi itu menjadi semakin jelas seiring dengan berjalannya tahun. Dulu, semuanya tidak jelas dan tidak ada suara apapun yang terdengar tapi sekarang, aku malah bisa mendengar dua buah kata yaitu Xui Lei, kedengarannya sebuah nama. Aku merasa sangat familiar dengan nama itu.</div><div style="text-align: justify;"> Tanpa sengaja aku melihat jam weker yang menunjukkan pukul 10.30 “Gawat!! Hari ini kuliah pagi!!” Lalu segera bersiap-siap.</div><div style="text-align: justify;"> Namaku Kouya Takano, umur 19 tahun, tinggi 187,5 cm. Bersekolah di Universitas Kedokteran di London, semester 2. Hidup sebatang kara. Saat aku berusia 11 tahun, ayahku yang merupakan mafia di China dibunuh bersama dengan ibu dan kedua adikku. Aku berhasil lolos karena pingsan setelah ditembak di bahu kananku. Sejak saat itu kehidupanku berubah drastis. Aku melakukan berbagai kejahatan seperti mencuri, mencopet, dan bahkan membunuh untuk makan. China adalah negara yang kacau. Anak-anak sepertiku sudah banyak..</div><div style="text-align: justify;"> Saat berusia 14 tahun, aku masuk panti asuhan sebagai pekerja sekaligus anak asuh disana. Aku masuk dengan memalsukan identitasku. Mengganti namaku dengan nama Kouya Takano dan mengaku sebagai campuran (China-Jepang) dengan darah China yang kental dan hidup di China semenjak umur 2 tahun. Diumurku yang ke-17, aku mendapatkan beasiswa prestasi dan berangkat ke London.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Universitas… Setelah jam kuliah… </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Dasar guru sialan!” Makiku gusar, “Dia memberiku tugas tambahan membuat skripsi sebanyak 5.000 kata!”</div><div style="text-align: justify;"> “Hoi.. Hoi.. Jangan menyalahkan dia.. Kamu sendiri yang telat kan?” Kata temanku Albert, yang duduk didepanku.</div><div style="text-align: justify;"> “Diam kau!!” Aku melayangkan tinju ke wajahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Albert menghindar sambil tertawa dan mengangkat tangannya lalu melakukan gerakan mengunci mulut kemudian diam. Itu melegakan. Aku tidak ingin menghajarnya disaat aku sedang kesal. Bisa-bisa identitasku terbongkar. Satu lagi rahasiaku. Sekarang aku lumayan terkenal di dunia bawah. Akan kujelaskan jika kamu tidak tahu. Dunia bawah dapat disebut juga underworld atau dunia hitam. Ini adalah dunia dimana segala tindakan ilegal dilakukan. Aku memiliki reputasi sebagai pembunuh bayaran disana dengan code name ZhiZhi. Cara untuk mengontakku mudah saja. Cukup dengan mendekatiku dan bercakap-cakap denganku di kuil dekat kampus pukul 05.00 p.m sampai 07.00 p.m.</div><div style="text-align: justify;"> Akan kuperlihatkan kalau kamu mau.. Toh, sekarang sudah pukul 04.50 .</div><div style="text-align: justify;"> “Aku akan mengambil ‘itu’.” Kataku pada Albert.</div><div style="text-align: justify;"> “Ok. Kabari aku nanti di cafe biasa” Jawabnya melambaikan tangan sambil acuh-tak acuh padaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Oh ya, aku lupa mengatakan bahwa Albert adalah rekan sekerjaku. Kami bertemu sebulan setelah aku mulai berada di dunia bawah (selanjutnya akan disebut bawah). Code name-nya ‘Trytoy’ yang katanya nama asal-asalan yang dia pikirkan waktu itu. Pokoknya, semenjak pertemuan kami satu setengah tahun yang lalu, kami sering bertemu saat bekerja dan setelah 3 bulan lamanya dia menawarkan diri untuk menjadi partnerku dan aku menyetujuinya.</div><div style="text-align: justify;"> Aku bersandar di dinding depan kuil, merokok dan memikirkan mimpiku tadi pagi.</div><div style="text-align: justify;"> “Xui Lei.. Xui Lei.. Rasanya aku kenal nama itu.. Siapa ya?” Pikirku sampai seorang lelaki yang kira-kira berusia 44-48 tahun bersandar di sampingku.</div><div style="text-align: justify;"> Ia tersenyum ramah “Sedang menunggu seseorang ya?”</div><div style="text-align: justify;"> Aku juga tersenyum “Ya, biasanya dia atau teman-temannya datang sekitar jam begini. Tapi sampai sekarang belum ada yang datang”</div><div style="text-align: justify;"> “Repot juga, ya?”</div><div style="text-align: justify;"> “Bapak sendiri juga sedang menunggu seseorang?”</div><div style="text-align: justify;"> “Tidak, kok. Saya hanya ingin berjalan-jalan disekitar sini." </div><div style="text-align: justify;"> “Begitukah? Oh ya, nama saya ZhiZhi. Kalau boleh saya tahu, nama bapak siapa ya?”</div><div style="text-align: justify;"> “Panggil saja Yamamoto.. Aku suka warna merah.” Katanya tertawa.</div><div style="text-align: justify;"> “Yamamoto-san suka merah, ya? Aku juga suka. Walau rasanya kok tidak nyambung, ya?”</div><div style="text-align: justify;"> “Hahahahaha. Kamu anak yang lucu.”</div><div style="text-align: justify;"> “Terima kasih, anda juga.”</div><div style="text-align: justify;"> Mereka diam sejelak sebelum bapak itu melanjutkan “Apakah kamu tahu Yasuhiro Toba?</div><div style="text-align: justify;"> “Aah, politikus terkenal itu ya? Yang katanya orang dengan kemungkinan paling besar untuk menjadi perdana menteri berikutnya”</div><div style="text-align: justify;"> “Iya.. Dia hebat bukan? Aku mengaguminya”</div><div style="text-align: justify;"> “Dia memang hebat.. Perkembangan karier yang cepat dan idealismenya yang baik sangat disukai masyarakat.”</div><div style="text-align: justify;"> “Ya.. Dia memang hebat.. Coba kalau anakku bisa menjadi seperti dia.. Sekarang dia malah pergi merantau dan menelpon hanya setiap sabtu“</div><div style="text-align: justify;"> “Wah, repot juga”</div><div style="text-align: justify;"> “Begitulah.. Ah, sudah lumayan larut, aku harus pulang.. Kami punya acara di Hotel X pikul 07.30. Hari ini hari ulang tahun anakku. Senang bisa bertemu dan bercakap-cakap denganmu, ZhiZhi. Bagaimana kalau kita bertemu lagi lusa pada jam yang sama?”</div><div style="text-align: justify;"> “Ya, tidak masalah” Aku tersenyum padanya dan dia berjalan pergi. Setelah sosoknya menghilang, aku pergi ke cafe tempat kami (Aku dan Albert) biasa nongkrong.</div><div style="text-align: justify;"> Albert melambaikan tangan padaku ketika dia melihatku masuk “Sini, Sini!”</div><div style="text-align: justify;"> Aku segera duduk dihadapannya “Dapat.”</div><div style="text-align: justify;"> “Bagus, katakan padaku”</div><div style="text-align: justify;"> Aku berbisik “Targetnya politikus, Yasuhiro Toba. Batas waktu besok. Dia akan pergi ke hotel X besok pukul 07.30 untuk merayakan ulang tahun anaknya.. <i>Merah</i>”</div><div style="text-align: justify;"> “<i>Urgent and important</i>, huh?”</div><div style="text-align: justify;"> “Ya. Dia akan menghubungi kita lagi lusa”</div><div style="text-align: justify;"> “Baiklah, aku pergi dulu.. Bye” Dia segera pergi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Tak lama kemudian, akupun pulang. Sesanpainya di apartemen, aku langsung tidur. Entah mengapa aku merasa sangat lelah. Dalam tidurku, mimpi itu muncul lagi dan membangunkanku dengan keringat dingin seperti sebelumnya.</div><div style="text-align: justify;"> “Lagi-lagi..” Aku terengah-engah. Tiba-tiba saja, seperti ada yang membisikkannya padaku, aku teringat dengan jimat milikku. Aku mencarinya dan mendapatkannya di laci meja. Sebuah kantong kecil bersulamkan naga dan berwarna merah lusuh. Aku membuka kantong kecil itu dan membalikkannya. Jatuh sepasang cincin emas bertatahkan berlian dan rubi. Yang satu besar dan yang satunya kecil. Aku mengambil yang besar dan memasangkannya di jari manisku. Cincin itu melekat pas di jariku seakan-akan memang dibuat untukku. Cincin pasangannya kemungkinan besar adalah cincin untuk wanita. Sebenarnya, benda-benda ini menjadi jimat bagiku karena aku lahir dengan memegang kantong ini. Ini sangatlah berharga bagiku. Tidak pernah terlintas dipikiranku untuk menjual benda ini bahkan saat aku sedang kesusahan dan sampai harus mengotori tanganku.</div><div style="text-align: justify;"> “Haaah, entah mengapa aku selalu merasa tenang setiap kali memegang benda ini.. Terasa seperti terhanyut kedalam sesuatu yang indah walau tidak kupahami” Dan aku tertidur sambil memegang benda itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Keesokan harinya tidak ada yang khusus yang terjadi padaku sampai…</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Sekitar pukul 02.00 p.m aku merasakan ketakutan yang amat sangat.. Aku tidak mengerti mengapa aku merasakan ini. Aku hanya sedang makan dengan Albert ketika perasaan ini muncul. Aku gelisah dan juga merasakan keinginan yang kuat untuk pergi ke suatu tempat dan seseorang.. Seseorang yang istimewa. Tapi siapa?</div><div style="text-align: justify;"> Perasaan itu terus memberatkan hatiku.. Bahkan makin lama makin kuat.. Perasaan ini tak kunjung hilang walau waktu sudah berlalu 5 jam.</div><div style="text-align: justify;"> “Setengah jam lagi target akan bergerak.. Ayo pergi..” Kata Albert melihat jam tangannya.</div><div style="text-align: justify;"> “Ya” Lalu aku mengikutinya berjalan keluar dari gedung universitas dengan perasaan yang berat dan sakit.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Kami mengintai dari atap gedung sebelah timur dari kediamannya. Ketika kami melihat bahwa sebentar lagi target akan bergerak, kami segera turun dan mengikutinya.</div><div style="text-align: justify;"> “Kita akan menghabisinya sesaat setelah mereka masuk ke tempat parkir”</div><div style="text-align: justify;"> “Ok”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Kami terus mengikutinya dan memarkir mobil kami sedikit lebih jauh dari hotel X. Ketika mereka masuk ke garasi dan keluar mobil setelah memarkirnya, kami langsung bergerak.</div><div style="text-align: justify;"> Politikus itu dilindungi oleh 6 bodyguard bersenjata tapi itu sama sekali bukan masalah bagi kami.</div><div style="text-align: justify;"> “Pas sekali.. Bodyguardnya 6 orang. Kita bagi 2.. Aku 3 dan kamu 3.. Kita berlomba siapa yang dapat membunuh target lebih cepat kali ini.. Deal?” Tantangku.</div><div style="text-align: justify;"> “Deal!” Kami berjabat tangan sambil nyengir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>To Be Continued...</b></span> </div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b>Story by : <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=100000282466999">Yunita P. Moniaga</a></b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com22tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-73591041667438341222010-08-06T22:58:00.001+08:002010-08-06T23:11:01.923+08:00Story By Reader : As Your Wish "Destiny Love Series" (Part 2)<div style="text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a><br />
Aku mulai mencari pegangan hidup yang bisa membuatku bahagia dan yang bisa membuatku merasa dibutuhkan.. Dan aku menemukan 1 hal.. Lelaki itu. Jika kamu memang benar-benar nyata, datanglah padaku sekarang dan tolonglah aku keluar dari mimpi buruk ini.</div><div style="text-align: justify;"> “Tolong aku, Xui Lei…” Aku sudah tidak tahu lagi apa yang kukatakan.. Kalau dipikir-pikir siapa Xui Lei? Nama yang kuucapkan secara spontan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Kutunggu selama 1 jam dan dia tidak juga datang.. 2 jam, aku masih terus berharap.. 3 jam, aku sudah mulai lelah menunggu.. Dan setelah total 4 jam, aku menyerah. Ternyata dia hanyalah khayalanku. Tak lebih dari sekedar omong kosong belaka.</div><div style="text-align: justify;"> “Inikah hidup yang kau berikan padaku, Tuhan?” Bisikku. Aku mulai merasakan perasaan yang aneh yang menekan dadaku. Tak terasa sakit.. Tetapi terasa aneh. Bagaikan warna yang tercampur aduk dan berputar-putar. Aku mulai merasa ingin tertawa. Apa aku mulai gila? Keinginan untuk tertawa sekeras-kerasnya muncul disaat seperti ini.. Ketika aku diberitahukan kenyataan bahwa kata-kata sayang, persahabatan dan kepedulian yang diucapkan oleh 2 orang yang terpenting dalam hidupku adalah kebohongan semata.. Perasaan aneh itu menguat di dadaku dan keinginan untuk tertawa muncul kembali dengan kekuatan yang dahsyat.</div><div style="text-align: justify;"> Jika aku memang sudah mulai gila, itu bagus.. Setidaknya aku bisa melarikan diri dari semua kenyataan yang kejam ini.. Kesadaranku menipis dan akupun kembali tertidur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> 3 Hari Kemudian...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Penyelamatku tiba.. Polisi mendobrak pintu ruangan ini dan mendapatiku berbaring lemah karena tidak mau makan. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana mereka bisa sampai ke tempat ini. Dan akhirnya aku tidak tahu alasan Ai dan Siya menculikku, ”Mungkin karena uang” Begitu pikirku.</div><div style="text-align: justify;"> Singkat cerita, Siya dan Ai ditangkap dan aku masuk rumah sakit. Tentu saja orang tuaku sama sekali tidak menjengukku. Yang ada hanyalah teman-teman dan guru yang sesekali datang dan kusambut dengan wajah ceria dan perasaan aneh yang tak kunjung hilang itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> 1 minggu setelahnya, aku pulang kerumah..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku menaiki mobil dan duduk sambil menyanyikan lagu yang kudengar dari earphoneku. Aku selalu menyibukkan diri agar waktuku untuk berpikir tidak ada. Karena kalau aku berpikir, perasaan aneh yang menggantung lemah di dadaku akan menguat dan aku akan kembali memikirkan Ai dan Siya beserta kebohongan-kebohongan mereka.</div><div style="text-align: justify;"> Di depan rumah berdiri ibuku yang kelihatannya sudah cukup lama menunggu kedatanganku, “Apa kejadian ini membuatnya merasa perlu memperhatikanku lagi seperti dulu” Pikirku berharap. Aku turun dan berdiri dihadapan ibu “Apa kabar, bu?”</div><div style="text-align: justify;"> “Baik” Jawabnya singkat lalu masuk kedalam rumah. Aku mengikutinya. Ia terus berjalan dan akhirnya berhenti setelah kami masuk ke ruang kerjanya.</div><div style="text-align: justify;"> Ia lalu berbalik dan aku bertanya “Sebenarnya ada pe...”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b> Plak!!!</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Pipiku terasa sakit. Kenapa?! Kenapa aku ditampar?! Aku tidak mengerti apa salahku.</div><div style="text-align: justify;"> “Kenapa kamu membuat masalah disaat seperti ini? Apa kamu tahu tadi ibu sedang menghadiri meeting yang sangat penting bagi perusahaan dan bagi kita sendiri?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku mendengar perkataan ibu dengan seksama. Aku dimarahi karena aku diculik.. Itu kesimpulan yang kudapatkan. Tubuhku lemas.. Tenaga meninggalkan tubuhku. Anehnya, perasaan yang aneh itu tidak datang.. Padahal seharusnya perasaan itu datang mengingat aku dimarahi seperti ini oleh ibuku.</div><div style="text-align: justify;"> “Apa kau dengar apa yang ibu katakan?”</div><div style="text-align: justify;"> “Maaf, aku sedang melamun tadi. Bisakah ibu mengulanginya lagi?”</div><div style="text-align: justify;"> “Dengar baik-baik! Lain kali kamu tidak boleh lengah lagi! Jangan sampai kamu menyusahkan ibu lagi. Ibu tidak peduli dengan ayahmu, tapi jangan menyusahkan ibu! Dan satu lagi, ibu mau kamu belajar seperti dulu. Ibu tahu kalau kamu tidak pernah belajar lagi. Itu sangat memalukan keluarga kita. Kamu mengerti?!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Tubuhku serasa membeku. Lalu aku berbicara dengan mulut yang kaku ”Ini bukan salah..”</div><div style="text-align: justify;"> “Ini salahmu. Kalau saja kamu tidak terlalu dekat dengan orang-orang itu, kamu tidak akan semudah ini diculik”</div><div style="text-align: justify;"> “Ini salahku?” Ulangku menundukkan kepala. Dalam pikiranku terbayang sebuah gerbang besar yang terbuka lebar.</div><div style="text-align: justify;"> “Ya” Grak.. Pintu gerbang itu sedikit bergerak menutup.</div><div style="text-align: justify;"> “Apa ibu membenci diriku yang sekarang?” Aku mengepalkan tanganku keras-keras.</div><div style="text-align: justify;"> “Bagaimana ibu bisa menyukai kamu kalau tingkahmu seperti ini?” Grak..</div><div style="text-align: justify;"> Aku mempererat kepalan tanganku “Ibu menyukai aku yang dulu?”</div><div style="text-align: justify;"> “Tentu saja. Ibu sudah katakan kalau ibu mau kamu kembali seperti dulu”</div><div style="text-align: justify;"> “Mengapa?”Aku ingin memastikan apa yang dulu kupikirkan.</div><div style="text-align: justify;"> “Dulu kamu adalah anak yang dapat kubanggakan dan menunjang image keluarga”</div><div style="text-align: justify;"> “Tak bisakah ibu menyukai diriku apa adanya? Tanpa melihat apakah aku berguna atau tidak?”</div><div style="text-align: justify;"> “Kamu ada untuk itu..” Grak.. Pintu gerbang itu semakin menutup.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Ternyata perkiraanku benar. Dulu aku belajar agar bisa mendapatkan pujian darinya. Tapi kemudian aku menyadari bahwa cintanya adalah palsu belaka. Lalu aku kehilangan minat untuk belajar dan apapun yang dapat membuatnya bangga. Awalnya, aku memalingkan wajah dari kenyataan dan menghibur diri dengan berpikir ibuku sibuk dan menjadi seperti ayahku. Tapi sekarang kenyataan memaksaku untuk melihatnya. Melihat kenyataan bahwa ibuku yang kusayangi ternyata hanya menggunakanku sebagai bidaknya. Tidak ada ruang di dalam hatinya untukku.</div><div style="text-align: justify;"> Kepalan tanganku mengendur “Apa ibu ingin aku menjadi seperti dulu lagi apapun resikonya? Apapun yang terjadi padaku?”</div><div style="text-align: justify;"> “Selama tidak menyusahkan, YA.” Aku tidak merasakan apa-apa saat mendengarnya “Bukankah sudah kukatakan kalau itu memang tugasmu? Ibu harus pergi sekarang.” Ia berjalan pergi melewatiku.</div><div style="text-align: justify;"> “As Your Wish, Mom..” Bisikku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Kini aku sadar bahwa aku tidak memiliki apapun, dulu maupun sekarang. Ibu yang menyayangiku, teman yang selalu mendukungku dan pengurus yang selalu berada di sisiku dengan tangannya yang menentramkan semuanya palsu. Inilah hidupku. Sekarang aku mengerti.. Inilah hidup dan takdirku.. Dengan membuang segala emosi yang mengganggu kehidupanku dan memikirkan segalanya secara rasional tanpa terganggu hal yang bersifat emosional. Bahkan, seseorang yang kubayangkan akan datang menjemputku dan akan selalu menemaniku, hanyalah khayalan semata. Itu tak lebih dari imanjinasi seorang manusia yang tidak dibutuhkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Terima kasih ibu.. Terima kasih Siya.. Dan terima kasih Ai.. Pada akhirnya kalian telah membantuku hingga akhir. Terima kasih karena telah menunjukkan jalan untukku” Ujarku tersenyum sedih..Untuk terakhir kalinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Blam... Gerbang itu tertutup sepenuhnya..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> 5 Tahun Kemudian...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Kini aku sudah berusia 20 tahun dan menjalani hidup yang baik. Aku kuliah di `Harvard Bussiness School` di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Aku populer disini. Bagaimana tidak? Aku kaya, baik hati, serba bisa, dan cantik. Aku sangat mengetahui kelebihan dan kekuranganku. Jadi, aku bisa menonjolkan kelebihanku dan menutupi kelemahanku dari orang-orang.</div><div style="text-align: justify;"> Sekarang aku telah menjadi direktur utama di setiap perusahaan keluargaku menggantikan orang tua ku yang telah meninggal. Apalagi aku terbukti mampu dalam menjalankan bisnis skala internasional ini. Sementara orangtuaku.. Yaah, ayahku meninggal di rumah sakit 3 tahun yang lalu karena kecelakaan lalu lintas sementara ibuku bunuh diri. Sebenarnya bisa dibilang dia bunuh diri karena aku. Aku yang mulai terlibat dalam perusahaan 3 tahun yang lalu saat ayahku meninggal mengambil alih posisi sebagai direktur utama setahun yang lalu. Sulit memang.. Untung saja waktu itu aku sudah berkecimpung dalam dunia bisnis selama 2 tahun. Memang baru sebentar, tapi aku telah membuktikan bahwa aku lebih daripada mampu dalam mengkoordinir pekerja dan menyelesaikan proyek-proyek yang diberikan kepadaku. Aku lalu naik menjadi wakil direktur utama ibuku lalu mengambil alih perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"> Aku masih ingat dengan jelas hari itu. Hari Rabu, 13 April 2008, saat meeting antar jajaran atas dalam perusahaan akan diadakan </div><div style="text-align: justify;"> “Apa-apaan ini?!” Teriak ibuku ketika melihatku berjalan masuk mendahuluinya dan duduk di kursi direktur.</div><div style="text-align: justify;"> Aku tersenyum “Bukankah ini semua sudah jelas? Aku telah mengambil alih seluruh saham-saham yang kau miliki dan menjadi pemilik sah perusahaan”</div><div style="text-align: justify;"> “Omong kosong!! Mereka tidak akan menerima anak muda yang belum mengenal dunia sepertimu memimpin mereka!!”</div><div style="text-align: justify;"> “Oh ya?” Senyuman yang kupasang di wajahku menghilang sepenuhnya, “Mari kita buktikan” Lanjutku melambaikan tanganku kearah para petinggi perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Ibuku mematung dengan ekspresi yang semakin lama semakin ngeri di depanku saat para petinggi perusahaan yang berjumlah 12 orang itu berjalan mengelilingiku dan kursi yang kududuki.</div><div style="text-align: justify;"> “Lihatkan? Siapa yang mereka pilih.”</div><div style="text-align: justify;"> “Kenapa?! Lelucon apa sebenarnya yang kalian mainkan ini, hah?!”</div><div style="text-align: justify;"> “Lelucon?” Tanyaku. ”Oyamada-san, jelaskan keputusan kalian padanya.” Perintahku ke salah satu petinggi.</div><div style="text-align: justify;"> “Baik, direktur” Jawabnya lalu berpaling ke ibuku “Maaf sekali, Sachiko-san.. Tapi kami menemukan bahwa cara kerja direktur Saki jauh lebih baik dan efisien daripada anda. Apalagi, kenyataan bahwa dia bahkan bisa mengambil seluruh saham anda tepat di bawah hidung anda membuat kami merasa yakin sepenuhnya untuk memilihnya. Bagaimanapun, kami hanya memikirkan yang terbaik bagi perusahaan ini”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Plok... Plok... Plok... Aku bertepuk tangan “Terima kasih, Oyamada-san atas penjelasannya yang to the point.”</div><div style="text-align: justify;"> “Terima kasih direktur.”</div><div style="text-align: justify;"> “BOHONG!!! BOHONG!!! BOHONG!!!!” Teriak ibuku histeris.</div><div style="text-align: justify;"> “Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan dari mantan direktur yang kita hormati.”</div><div style="text-align: justify;"> “BOHONG!!! INI TIDAK MUNGKIN!!! INI TIDAK MUNGKIN!!!!!!!” Teriaknya makin histeris.</div><div style="text-align: justify;"> “Bawa dia keluar” Bisa kurasakan suaraku berubah sedingin es.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Lalu mereka menyeret ibuku yang masih saja berteriak-teriak histeris keluar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Nah, terima kasih atas dukungan anda semua untuk hal ini. Silahkan kebali ke tempat masing-masing” Setelah mereka semua duduk, “Aku yakin akan ada banyak perubahan dalam sistem kerja dan lainnya dalam perusahaan ini. Kuharap kalian membantuku dengan sepenuh hati dan upaya kalian karena aku pasti akan membawa perusahaan ini jauh kedepan dari sekarang”</div><div style="text-align: justify;"> “Ya.” Mereka semua menjawab dengan hormat.</div><div style="text-align: justify;"> Aku tersenyum “Mari kita mulai meeting pertamaku sebagai direktur utama ini”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Kenanganku kuhentikan sampai disitu..</div><div style="text-align: justify;"> “Kenangan yang indah” Komentarku dalam hati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Sekarang, setahun setelah itu, aku dapat membuktikan bahwa ucapanku bukan omong kosong. Aku berhasil memajukan Takamura Company. Contohnya saja, profit kami meningkat sampai 200% dan merambah ke seluruh dunia dengan menempati posisi ke-2 dari 3 perusahaan top dunia. Dan aku yakin, sebentar lagi, kami pasti akan menempati urutan pertama.</div><div style="text-align: justify;"> Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang “Hei, kenapa bengong disini?” Ternyata dia temanku, Ai, tentu saja bukan Ai yang mengkhianatiku dulu. Ini hanyalah orang yang bernama sama dengannya. Ai tidak mungkin bisa bersamaku disini karena aku telah menyewa orang untuk meculik mereka (Ai dan tentu saja Siya) sebulan yang lalu saat mereka baru keluar dari penjara dan membunuh mereka dengan tanganku sendiri. Wajah ketakutan mereka saat aku bercerita mengenai kisah hidupku setelah pengkhianatan mereka membuatku sangat puas. Dan ketika aku akan menggorok leher mereka dengan senyumanku yang paling menarik, mereka berteriak “MONSTER!!!” padaku.</div><div style="text-align: justify;"> 'Heh, I wonder who the monster here.. If I am a monster, then who are they? The one who create this monster?' Sambil berpikir demikian, aku berjalan kearah kampus bersama temanku, Ai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>As Your Wish</b></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>-END- </b></span></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b>Story by : <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=100000282466999&ref=ts">Yunita P. Moniaga</a></b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com29tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-17236804231164088422010-08-01T22:33:00.003+08:002010-08-02T21:45:39.461+08:00Story By Reader : As Your Wish "Destiny Love Series" (Part 1)<div style="text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a><br />
Tahun 1999...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Namaku Takamura Saki, lahir pada 1 Desember 1994 masih berusia 5 tahun dan hidup bahagia bersama keluargaku. Apalagi aku adalah anak yang dibanggakan orang tuaku bahkan melebihi kakakku yang beda usianya 3 tahun.</div><div style="text-align: justify;"> “Ma, aku dapat nilai 100 lagi, nih!” Kataku berlari masuk kedalam rumah.</div><div style="text-align: justify;"> “Wah, hebat dong! Siapa dulu.. anak mama…” Puji ibuku lalu memeluk dan mencium kedua pipiku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Masa itu adalah masa terindah dalam hidupku. Walau ayahku tidak mempedulikanku, aku tidak sedih maupun menderita, karena aku memiliki ibu yang selalu mendukung dan menyayangi diriku apa adanya. Diantara begitu banyak kebaikan dalam hidupku, hanya satu hal yang membuatku merasa tidak nyaman.. yaitu perasaan bahwa aku menunggu seseorang. Aku tidak tahu siapa dan mengapa.. Yang aku tahu, aku mulai merasakan itu semenjak aku mulai bisa berpikir dan mengingat.</div><div style="text-align: justify;"> Tanpa terasa 10 tahun berlalu. Banyak perubahan yang terjadi dalam diriku dan sekitarku. Misalnya saja dengan kepergian kakak untuk kuliah dan kehadiran adik perempuan yang saat itu sudah berumur 7 tahun. Hanya satu hal yang tidak berubah, yaitu perasaan bahwa aku sedang menunggu seseorang. Yang aku tahu, dia adalah lelaki.. Dan mungkin dia adalah lelaki yang tingginya kurang lebih 187-an cm dan berkulit putih karena lelaki-lelaki seperti itulah yang biasanya menarik perhatianku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Saki.. Saki!!!” Itu pasti teriakan pengurusku.</div><div style="text-align: justify;"> “Ada apa, Siya?” Kataku malas-malasan</div><div style="text-align: justify;"> “Apa maksudmu dengan `ada apa`?! Sekarang sudah hampir jam 8. Kamu mau terlambat lagi, hah?! Kamu ini sudah 15 tahun, Saki.. 15!! Bangun saja masih harus dibangunkan orang lain.. Kamu tidak malu apa?!”</div><div style="text-align: justify;"> Aku melihat jam, “Oh,benar juga! Gawat!!” Teriakku bangkit dan berlari ke kamar mandi.</div><div style="text-align: justify;"> “Dasar anak itu..” Gerutu Siya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Bisnis orang tuaku berhasil 7 tahun yang lalu dan sekarang kami telah menjadi keluarga terpandang.. Dan orang tua kami memberikan pengurus untuk kami masing-masing 1. Pengurusku bernama Siya. Dia orang yang baik yang selalu bersamaku sejak kecil.</div><div style="text-align: justify;"> Setelah bersiap-siap, tentu saja aku segera pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah ternyata guru sudah menunggu di depan pintu gerbang bersama dengan sekelompok anak yang sama sepertiku. Kelompok anak-anak yang terlambat. Akhirnya kami harus berlari 10 putaran di halaman sekolah untuk dapat masuk kelas.</div><div style="text-align: justify;"> Setelah akhirnya 10 putaran…</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Hah.. Hah.. Pak, saya.. Sudah.. Selesai 10.. Putaran… Boleh.. Saya.. Masuk?” Tanyaku terengah-engah.</div><div style="text-align: justify;"> “Kamu Saki, ya? Lain kali jangan ulangi perbuatanmu. Kamu boleh masuk”</div><div style="text-align: justify;"> “Te... Terima kasih!!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Sesampainya dikelas..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Sampai..” Aku melihat sekeliling. Ketika aku tidak melihat guru, aku heran dan bertanya pada teman yang ada di dekatku, ”Sensei dimana?”</div><div style="text-align: justify;"> “Sekarang kita diminta belajar sendiri dulu, sensei sedang mengurus urusan mendadak. Kamu beruntung sekali bisa masuk saat sensei pergi”</div><div style="text-align: justify;"> “Haha.. Begitu ya. Tapi hari ini ada ulangan matematika, kan?”</div><div style="text-align: justify;"> “Iya, kamu duduk saja dulu..”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku berjalan ketempat dudukku yang berada tepat dibelakang teman akrabku yang bernama lengkap Ai Tachibana, lalu berkata, ”Kamu sudah belajar?”</div><div style="text-align: justify;"> “Sudah, dong…”</div><div style="text-align: justify;"> “Nanti bantu aku, ya.. Please…”</div><div style="text-align: justify;"> “Oke.. Oke… Kamu ini sesekali belajar,dong!”</div><div style="text-align: justify;"> “Malas..” Jawabku. Aku tidak memiliki keinginan untuk belajar, karena aku adalah seorang pemalas. Aku mengakui itu. Walau aku memiliki alasan, pemalas tetaplah pemalas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Setelah itu kami beristirahat.. Aku memakan bento yang dibuat oleh Siya. Dia sangat pandai memasak.</div><div style="text-align: justify;">Setelah itu kami ulangan. Tentu saja aku tidak tahu apa-apa tentang materi yang menjadi soal ulangan itu. Tapi temanku mau membantuku. Ia teman baikku.</div><div style="text-align: justify;"> Aku memiliki banyak hal baik dalam hidupku.. Ai dan Siya.. Itu sudah lebih dari cukup bagiku.. Walaupun ayah tidak mempedulikanku sejak dulu dan kehangatan ibuku telah hilang.. Bukan berarti dia meninggal.. Dia menjadi sangat mirip dengan ayahku sejak aku menyadari apa yang dia sayangi dariku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Hari ini semuanya berakhir.. Sepulang sekolah...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Ai!!! Ai!!! Aduh, kemana sih dia..”</div><div style="text-align: justify;"> “Aku disini..” Terdengar suara Ai dari belakangku. Tapi aneh.. Suaranya terdengar aneh.. Bukan nada suara yang biasa kudengar. Aku-pun berbalik. Tapi tiba-tiba saja, sesuatu mendekap mulut dan hidungku dan tercium aroma yang aneh... Aku kehilangan kesadaran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Tubuhku terasa berat dan otakku berkabut. Aku membuka mata dan berpikir “Kenapa ya? Sebelum ini aku mencari Ai dan kemudian...”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku ingat sekarang. Ada yang membekap mulutku dan aromanya membuatku pingsan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Dia sudah bangun.” Aku mendengar suara yang tidak asing lagi di telingaku.</div><div style="text-align: justify;"> “Ai..” Panggil suaraku yang serak dan lemah.</div><div style="text-align: justify;"> “Aku disini.” Ia memakai kata dan nada yang sama seperti sebelumnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku mengerti kalau aku diculik. Aku sudah biasa mengalami penculikan semacam ini. Tapi kenapa Ai ada disini? Apakah dia ikut terlibat? Oh, tidak! Ini salahku!!</div><div style="text-align: justify;"> “Maaf ini salahku.. Salahku sampai kau terlibat”</div><div style="text-align: justify;"> “Hahaha.. Salahmu?! Aku ikut terlibat?! Ternyata otakmu belum bekerja juga ya? Lihat Aku!!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku keheranan lalu mendongak kearah suaranya dan melihat dia tersenyum. Bukan senyuman yang biasa kulihat.. Itu adalah senyuman mengejek yang dingin.</div><div style="text-align: justify;"> “Apa aku terlihat seperti anak yang sangat baik hati dan sekarang ketakutan karena terlibat dalam penculikan?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Pikiranku mulai jernih sekarang.Kalau dipikir-pikir, pada saat itu suara Ai datang dari arah belakang dan aku juga dibekap dari arah yang sama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> “Apakah kamu yang menculikku?”</div><div style="text-align: justify;"> “Pikiranmu bekerja juga akhirnya”</div><div style="text-align: justify;"> “Jadi benar?”</div><div style="text-align: justify;"> “Tentu saja!”</div><div style="text-align: justify;"> “Mengapa?! Kau sahabatku bukan?!”</div><div style="text-align: justify;"> “Hah.. Aku sahabatmu?! Jangan bercanda! Aku sangat membencimu, tahu!! Aku dekat denganmu hanya untuk hari ini”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku tercengang dan berkata “Kamu berteman denganku hanya demi penculikan ini? Kenapa?! Kenapa harus berteman denganku dulu?! Kenapa tidak langsung menculikku?!” Kekuatan tubuhku sudah mulai kembali.</div><div style="text-align: justify;"> Ia terdiam sesaat lalu berkata, “Apa boleh buat. Penjagaan disekitarmu sangat ketat. Bahkan lebih ketat dari yang kau ketahui. Aku harus masuk ke kehidupanmu dulu supaya bisa menculikmu”</div><div style="text-align: justify;"> “Jadi kamu mengkhianatiku?”</div><div style="text-align: justify;"> “Hei.. Hei.. Kamu dengar penjelasanku tidak? kata `mengkhianati` tidak cocok disini karena aku tidak pernah sedetikpun menganggapmu seperti apa yang kamu kira”</div><div style="text-align: justify;"> “Kamu menipuku?” Koreksiku.</div><div style="text-align: justify;"> Ia nyengir “Itu lebih tepat. Nah, sekarang diamlah disitu dan jadilah anak manis selama kamu disini. Ada yang harus kukerjakan”</div><div style="text-align: justify;"> Aku melihat sesuatu jatuh dari sakunya. Dia tidak boleh menyadarinya “Dengan rekanmu?” Kataku keras-keras, menyembunyikan suara yang timbul ketika benda itu menyentuh tanah.</div><div style="text-align: justify;"> “Ya” Dan dia pergi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Walaupun dia sudah lama terlibat dalam rencana ini, aku yakin dia bukanlah seorang profesional. Mana mungkin seorang pro berbicara terlalu banyak dengan sanderanya dan menjawab pertanyaan sanderanya mengenai kegiatannya. Bahkan, aku mengambil benda yang terjatuh itu dan memasukkannya ke lubang gembok rantai di kakiku. Dia menjatuhkan kunci yang sangat penting. Klik.. Gemboknya terbuka.</div><div style="text-align: justify;"> Aku berdiri dan merenggangkan kakiku lalu mulai berpikir, “Sekarang bagaimana cara untuk kabur?”</div><div style="text-align: justify;">Lalu aku melihat sinar matahari lewat dari jendela dengan kaca yang sudah pecah sebagian dan kayu yang sudah lapuk. Kelihatannya sekarang masih siang. Aku langsung memecahkan kacanya dan mengeluarkan kayunya kemudian kabur melewatinya. Ini terlalu mudah.. Dia dan komplotannya benar-benar masih amatiran. Sayang HP-ku tidak ada. Pasti diambil ketika aku sedang tidak sadar. Sekarang yang harus kulakukan adalah pergi ke jalan raya dan pergi ke rumah untuk bersama dengan Siya. Aku masih punya dia walaupun ternyata Ai adalah musuhku.</div><div style="text-align: justify;"> Aku berlari menuju jalanan. Ketika aku menemukannya, aku langsung memanggil taksi dan melaju ke rumah.</div><div style="text-align: justify;"> Dalam perjalanan, aku melihat Siya sedang berjalan sambil menenteng tas belanja “Stop!” Taksi langsung berhenti mendadak.</div><div style="text-align: justify;"> “Tunggu sebentar, pak!” Seruku dan turun. “Siya!!Siya!!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Ia melihat kearahku dan dia terlihat kaget. Yaah, aku tidak bisa menyalahkannya sih. Ini bukan jalan sekolahku dan penampilanku pasti berantakan.</div><div style="text-align: justify;"> Ia berlari kearahku dan mendapatiku, “Ya ampun! Kenapa kamu ada disini? Dan penampilanmu ini..”</div><div style="text-align: justify;"> “Aku diculik oleh sahabatku, Ai..” Kataku serak.</div><div style="text-align: justify;"> “Ai?! Sahabatmu yang sering datang kerumah itu?” Dia terkejut.</div><div style="text-align: justify;"> “Ya..” Aku mulai menangis. Kegundahan, sakit hati karena pengkhianatan dan kebohongan serta perasaan kehilangan yang kutekan mengalir keluar tanpa bisa kuhentikan.</div><div style="text-align: justify;"> Dia mengusap-ngusap kepalaku. Tangannya sungguh hangat dan menenangkan “Sudah.. Sudah.. Ayo naik ke taksi lagi.. Kita harus segera mengobati luka dilututmu itu” Ternyata rok panjangku mulai berwarna merah dibagian lutut. Aku tidak menyadarinya sebelumnya. Lalu kami masuk kedalam taksi dan akupun tertidur.</div><div style="text-align: justify;"> Aku membuka mataku dan bisa kulihat langit-langit yang sama dengan langit-langit yang kulihat sebelumnya ditempat Ai menyekapku. Aku bingung. Seingatku aku berada di taksi bersama Siya. Apa itu hanya mimpi? Lalu aku membalikkan badanku dan melihat jendela yang kurusak itu. Kaca jendela itu hanya tersisa di pinggiran dan disitu darah menetes, rupanya aku tergores disitu. Aku menyibakkan rokku dan melihat lututku yang berdarah.</div><div style="text-align: justify;"> “Itu memang bukan mimpi! Bukti-buktinya terlalu jelas!” Batinku dalam hati. Sebuah pertanyaan muncul didalam kepalaku “Lalu kenapa aku ada disini? Dan dimana Siya sekarang?”</div><div style="text-align: justify;"> Aku berpikir sesaat dan sebuah kesimpulan yang mengerikan terbentuk dikepalaku. Tetapi, sebelum aku sempat memikirkannya, pintu dihadapanku terbuka dan Siya muncul dibelakang Ai.</div><div style="text-align: justify;"> “Siya, kau juga?” Bisikku menahan kepedihan.</div><div style="text-align: justify;"> “Tentu saja bodoh! Kalau tidak mana mungkin kamu berada disini sekarang” Katanya maju ke depan.</div><div style="text-align: justify;"> “Mengapa?” Rasanya aku sudah terlalu banyak mengucapkan kata-kata ini.</div><div style="text-align: justify;"> “Aku dan dia (Ia menunjuk Ai) adalah komplotan sejak awal dan aku masuk menjadi pengasuhmu untuk jaga-jaga kalau terjadi masalah dengan dia dan posisinya”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Aku terdiam. Mereka melihatku dan pergi meninggalkanku sendirian di dalam ruangan ini setelah meletakkan nampan berisi makanan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>To Be Continued...</b></span></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b>Story by : <a href="http://www.facebook.com/group.php?gid=209786006607&v=wall&story_fbid=415274586607&ref=notif&notif_t=feed_comment_reply#%21/profile.php?id=100000282466999">Yunita P. Moniaga</a> </b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-47395388399251421182010-07-24T19:21:00.003+08:002011-10-20T20:51:25.933+08:00Playboy Falling in Love<div style="text-align: justify;"><br />
</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> “Hei, apa benar kamu kekasihnya Vindy? Aku mendengar orang-orang berkata seperti itu.” Tanya seorang gadis kepada gadis berkacamata yang sedang duduk di bawah pohon yang rindang. Gadis berkacamata itu tengah asyik membaca sebuah buku pelajaran.</div><div style="text-align: justify;"> “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti…” Jawab gadis berkacamata itu.</div><div style="text-align: justify;"> “Jangan pura-pura tidak tahu kamu! Aku melihat bukti-bukti fotomu dan Vindy! Asal kamu tahu saja, akulah kekasih Vindy yang sesungguhanya!” Teriak gadis itu sambil mendorong gadis berkacamata yang akhirnya berdiri sambil membetulkan kacamatanya yang hampir terjatuh karena dorongan gadis yang berteriak tadi.</div><div style="text-align: justify;"> “Ada apa denganmu? Aku sungguh-sungguh tidak tahu apa maksudmu! Kalau soal Vindy, dia yang lebih dulu mendekatiku dan akupun tidak tahu kalau ternyata dia telah memiliki kekasih.” Kata gadis berkacamata itu sambil membela diri.</div><div style="text-align: justify;"> “A… Apa kamu bilang?! Aku..” Sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, datang seorang pria tampan dengan style yang keren menghampiri mereka.</div><div style="text-align: justify;"> “Hey, hey, hey… Ada apa ini ladies? Mengapa kalian bertengkar?” Tanya pria tampan itu kepada kedua gadis yang sedang berseteru tadi.</div><div style="text-align: justify;"> “Vindy!” Kata kedua gadis itu serentak ketika melihat pria tampan yang baru saja datang itu.</div><div style="text-align: justify;"> “Ya, ini aku. Ada apa gadis-gadis manis? Sepertinya tadi aku mendengar namaku disebut-sebut.” Tanya Vindy dengan gaya khasnya, menyisir-nyisir rambutnya dengan jemari-jemarinya yang indah. Benar sekali, Vindy adalah pria yang begitu memikirkan penampilannya. Setiap minggunya, dia selalu melakukan perawatan di tempat kecantikan langganannya. Dan ya, seperti yang kita ketahui, Vindy juga adalah seorang playboy. Karena penampilannya yang menarik, dan kelebihannya dalam melakukan berbagai macam jenis olahraga, banyak gadis yang tertarik padanya. Tapi, dia tidak pernah mau masuk ke klub olahraga manapun. Katanya melelahkan dan akan membuat penampilannya menjadi buruk.</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya dia melerai kedua gadis tadi dengan mengatakan berbagai macam rayuan sehingga kedua gadis itu menjadi luluh hatinya dan berbaikan kembali. Semua orang di sekolahnya tahu kalau Vindy adalah seorang playboy yang pandai merayu gadis-gadis. Semua gadis yang dia dekati, pasti akan jatuh hati padanya. Dan dia melakukan itu semua dengan mudah. Selain itu, dia juga suka bertaruh dengan teman-temannya untuk mendapatkan seorang gadis.</div><div style="text-align: justify;"> Dan, target selanjutnya adalah Vanny. Sekretaris di kelasnya dan juga seorang manajer di klub sepakbola. Berbeda dengan Vindy yang kebanyakan orang kenal dengan reputasinya yang tidak begitu baik. Gadis kelas dua SMA ini adalah anak yang rajin, baik dan ramah kepada siapa saja. Guru-guru senang kepada Vanny karena dia anak yang bertanggung jawab dan juga suka bergaul dengan semua orang. Waktu yang diberikan teman-teman Vindy untuk Vindy mendekati Vanny adalah tiga bulan.</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya, pendekatan Vindy dimulai. Agar bisa mendapatkan hati Vanny lebih cepat, Vindy masuk menjadi anggota klub sepakbola. Biasanya, waktu yang dibutuhkan Vindy untuk mendekati seorang gadis hingga membuat gadis itu jatuh cinta kepadanya adalah satu hingga dua minggu. Tapi, mengapa sekarang sudah lewat tiga minggu Vanny tak kunjung jatuh cinta kepadanya?</div><div style="text-align: justify;"> Sudah sebulan Vindy mendekati Vanny. Juga, sudah sebulan pula Vindy menjadi anggota klub sepakbola. Vindy mulai menikmati kegiatan di klubnya. Dan… Dia juga menikmati saat-saat dirinya bersama dengan Vanny. Hmm… Ada apa ini? Apakah…</div><div style="text-align: justify;"> Tapi, setiap kali dia mendekati Vanny di kelas maupun di klub selalu saja dimarahi oleh Sir Valdy. Sir Valdy, wali kelas dan guru matematika di kelas Vindy dan Vanny, dan juga guru pembimbing klub sepakbola. Usianya duapuluh delapan tahun, tampan dan bijaksana, ditambah lagi dengan statusnya yang belum menikah.</div><div style="text-align: justify;"> Siswi-siswi juga guru-guru wanita yang masih belum menikah juga menyukai Sir Valdy. Begitu pula dengan siswa-siswa yang mengagumi Sir Valdy. Dengan kebaikan, kebijaksanaan, dan tanggung jawabnya yang besar, membuatnya disukai semua orang. dan sepertinya Vanny pun menyukai Sir Valdy… Hmm… Ini akan menjadi penghalang yang berat untuk Vindy mendapatkan Vanny.</div><div style="text-align: justify;"> Di klub sepakbola, Vindy menjadi andalan teman-teman klubnya yang lain walaupun dirinya masih tergolong anggota baru di klub. Awal dia masuk klub, dia tidak berniat untuk serius menjalani kegiatan klub dan bersikap acuh tak acuh. Tapi sekarang dia sudah mulai rajin ikut kegiatan klub karena teman-temannya di klub baik-baik dan terutama karena ada Vanny di klub itu. Vanny juga perhatian kepada Vindy, di klub selalu disemangati dan di kelas selalu dibantu dalam hal pelajaran.</div><div style="text-align: justify;"> Dua minggu lagi klub sepakbola di sekolahnya akan mengadakan pertandingan persahabatan dengan sekolah lain. Klub sepakbola di sekolah mereka dikenal sebagai klub sepakbola yang hebat, apalagi sekarang ada Vindy di klub itu yang membuat klub sepakbola mereka menjadi semakin kuat. Semua anggota klub semakin giat berlatih, begitu pula dengan sang manajer, Vanny. Selain sibuk dengan tugasnya membersihkan ruang klub, seragam para pemain dan tugas-tugas manajer lainnya, Vanny juga selalu menyemangati anggota klubnya. Terutama Vindy. Hmm… Apakah ini pertanda yang baik untuk Vindy?</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya besok waktunya mereka untuk bertanding. Semua diberikan waktu untuk beristirahat agar besok bisa bertanding dengan kondisi yang prima. Janji taruhan Vindy bersama dengan teman-temannya juga sudah mendekati batas waktunya. Jadi, Vindy berencana untuk menyatakan cintanya kepada Vanny saat pertandingan berakhir. Dan, dia juga telah memutuskan untuk menjalani hubungan yang serius dengan Vanny.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy mencari-cari Vanny, dan akhirnya dia menemukan gadis itu sedang asyik bercakap-cakap dengan Sir Valdy. Ketika itu Sir Valdy juga sedang memakan bekal makanan yang sepertinya diberikan oleh penggemarnya yang nekat. Sepertinya dari sesama guru, karena selama ini kalau ada siswa yang memberikan bekal maupun pemberian lain untuknya pasti pemberian itu akan ditolaknya. Dengan cara yang sopan tentunya.</div><div style="text-align: justify;"> Dan Vindy memanggil Vanny kemudian berkata kalau ada yang ingin dia katakan ketika pertandingan besok berakhir. Dan dia berjanji, pasti akan bermain dengan baik besok.</div><div style="text-align: justify;"> “Baiklah, tapi sekarang kamu harus memikirkan tentang pertandingan besok saja. Jangan pikirkan tentang aku. Ok? Istirahatlah. Sampai jumpa besok.” Kata Vanny sambil tersenyum dan mengepalkan tangannya sebagai tanda dukungannya untuk Vindy. Vindy pun pergi sambil tersenyum. Semoga besok bisa berjalan sesuai dengan rencana.</div><div style="text-align: justify;"> Dan, pertandingan pun dimulai. Dengan kekompakkan dan kehebatan Vindy dan teman-temannya dalam mengatur strategi, mereka akhirnya bisa mengalahkan tim lawan dengan sangat mudah. Padahal tim lawan ini juga tidak bisa dianggap remeh, karena tim yang menjadi lawan Vindy dan teman-temannya ini adalah tim pemegang juara dua nasional. Satu peringkat dibawah tim sekolah Vindy yang menjadi juara satu nasional. Tim lawan berhasil dikalahkan dengan skor 7-0.</div><div style="text-align: justify;"> Pertandingan telah berakhir. Semua anggota klub sudah menentukan tempat pertemuan untuk merayakan kemenangan mereka bersama-sama. Namun bagi Vindy, ini adalah pertandingan yang sesungguhnya. Ya, pertandingan untuk menentukan apakah Vanny akan menerima cintanya atau tidak. Dan Vindy pun mencari-cari keberadaan Vanny. Hatinya berdebar-debar dengan kencang sembari memikirkan apa yang harus dia katakan untuk mengungkapkan perasaannya kepada Vanny.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy berlari-lari mencari dimana Vanny berada. Akhirnya Vindy menemukan Vanny. Gadis itu sedang berada di koridor sekolah bersama dengan Sir Valdy. Mereka sedang bercakap-cakap dengan kepala sekolah dan sepertinya membahas hasil pertandingan tadi. Sebab, kepala sekolah terlihat sedang tertawa sambil mengacungkan ibu jarinya dan disambut oleh tawa Sir Valdy dan Vanny.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy menanti hingga mereka selesai bercakap-cakap. Ketika mereka selesai bercakap-cakap, barulah Vindy menghampiri Vanny dan mengajaknya ke atap sekolah yang menjadi lokasi pernyataan cintanya kepada Vanny. Vanny agak terkejut dengan pernyataan Vindy, namun ternyata jawaban Vanny tidak sesuai dengan harapan Vindy. Dia berkata,</div><div style="text-align: justify;"> “Terima kasih untuk pernyataan cintamu. Jujur saja aku sangat tersanjung karena seorang idola sekolah menyatakan cintanya kepadaku. Tapi maaf, aku tidak bisa menerimanya. Maafkan aku.” Kata Vanny menjawab pernyataan cinta Vindy dengan tenang.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy sangat terkejut dengan penolakan itu. Karena sebelumnya, tidak pernah ada seorang gadispun yang menolak pernyataan cintanya. Kemudian Vindy bertanya mengapa Vanny menolak dirinya. Dan Vanny menjawab,</div><div style="text-align: justify;"> “Maaf, tapi selama ini aku hanya menganggap kamu itu adalah temanku. Tidak lebih.” Jawab Vanny menanggapi pertanyaan Vindy.</div><div style="text-align: justify;"> Kemudian Vindy bertanya, apa hanya karena hal itu saja dia ditolak? Tidak adakah pria lain yang ada di hatinya? Dan Vanny pun menjawab kembali,</div><div style="text-align: justify;"> “Ada. Dan saat ini aku sedang menjalin hubungan yang serius dengan orang itu.” Jawab Vanny kembali menanggapi pertanyaan Vindy dan kemudian Vindy bertanya, siapakah pria yang menjadi kekasihnya itu? Dan Vanny menjawab, “Sir Valdy”.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy amat sangat terkejut dan bahkan sempat tidak mempercayai pernyataan itu. Tapi Vanny berkata bahwa dia tidak berbohong dan Vindy tahu dia bukanlah tipe orang yang suka berbohong. Kata Vanny, dirinya dengan Sir Valdy telah menjalin hubungan sejak Vanny masuk SMA. Kemudian Vindy terdiam dan berpikir,</div><div style="text-align: justify;"> “Benar juga. Sejak pertama kali aku mendekati Vanny juga sikap Sir Valdy seperti menghalang-halangi pendekatannya terhadap Vanny. Lagipula, mereka juga sering terlihat bersama.” Dan, sekarang dia tahu bekal dari siapa yang dimakan oleh Sir Valdy kemarin. Pastilah itu bekal dari Vanny yang dibuatnya dengan penuh cinta.</div><div style="text-align: justify;"> Baiklah, sekarang Vindy bertanya kepada Vanny mengapa selama ini dia seperti memberikan harapan kepada Vindy? Jawab Vanny,</div><div style="text-align: justify;"> “Aku tidak pernah memberikan harapan padamu. Selama ini aku selalu berlaku layaknya teman sekelas yang saling menolong dan seorang manajer kepada anggota timnya. Selama ini aku memang senang menolong teman-teman sekelas yang membutuhkan bantuanku dan juga menyemangati setiap anggota tim yang menjadi tanggung jawabku sebagai seorang manajer. Tapi memang, ketika berada di klub aku lebih sering menyemangatimu dan memberikan perhatian yang lebih kepadamu. Sebab, Sir Valdy berkata kepadaku bahwa kamu adalah andalan klub sepakbola dan aku sebagai manajer harus dapat membuat kamu merasa nyaman berada di klub dan semangat untuk terus bermain sepakbola. Katanya, sayang sekali jika bakatmu itu tidak dikembangkan.”</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya semuanya telah jelas setelah Vanny menjelaskan semuanya panjang lebar. Jadi, selama ini Vindy lah yang telah salah paham mengartikan perhatian dari Vanny kepadanya. Dikiranya Vanny hanya memperhatikan dirinya, namun dia tidak sadar bahwa ada orang lain yang juga diperhatikan Vanny dengan cara yang sama seperti yang Vanny lakukan untuk memperhatikannya.</div><div style="text-align: justify;"> Dan, Vanny pamit karena Sir Valdy sedang menunggu dirinya. Ketika Vanny akan pergi, Vindy bertanya kepadanya,</div><div style="text-align: justify;"> “Apakah kamu yakin dengan hubungan ini? Apakah kamu yakin kalau hubunganmu dengan Sir Valdy akan berjalan dengan baik? Soalnya, bukankah usia kalian berdua terpaut begitu jauh? Tentu akan terjadi banyak pertentangan pendapat.”</div><div style="text-align: justify;"> Kemudian Vanny menjawab sambil tersenyum dengan manis,</div><div style="text-align: justify;"> “Memang, tidak ada satupun hubungan yang akan selalu berjalan dengan baik. Pertentangan akan selalu ada untuk menguji kesetiaan kami berdua. Tapi, jika bersama dengannya aku yakin semuanya akan baik-baik saja.” Dan diapun pergi, menghampiri kekasihnya yang telah menantinya.</div><div style="text-align: justify;"> Setahun kemudian, ketika hari kelulusan tiba Vindy menerima sepucuk kertas. Itu adalah undangan pernikahan Vanny dan Sir Valdy. Dengan tulisan yang terukir dengan indah, terukir nama kedua mempelai. “Valdy & Vanny”. Di dalam undangan itu tertulis waktu dan tempat pelaksanaan pernikahan mereka. Seluruh siswa yang menjadi anak didik Sir Valdy dan sahabat Vanny turut menghadiri upacara pernikahan yang penuh dengan khidmat.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy datang ketika upacara pernikahan belum dimulai untuk mengucapkan selamat kepada mereka berdua. Setelah mengucapkan selamat, dia berdiri diluar kapel tempat pemberkatan nikah dilangsungkan.</div><div style="text-align: justify;"> Ketika acara pelemparan bunga yang dilakukan oleh mempelai wanita dilaksanakan, tidak disangka-sangka bunga itu jatuh tepat di dalam genggaman Vindy. Kemudian Vanny mengucapkan selamat kepada Vindy yang telah mendapatkan bunga itu dan berharap Vindy akan menemukan gadis yang akan selalu menemaninya sampai akhir waktunya di dunia.</div><div style="text-align: justify;"> Vindy tersenyum kepada Vanny, dan kemudian berjalan keluar kapel itu. Dia berhenti di taman belakang kapel sambil menggenggam rangkaian bunga pengantin. Dan, sambil menatap langit dia berkata, “Goodbye my first love…”</div><br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>END</b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com27tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-55586422231182059302010-07-18T18:32:00.012+08:002011-10-20T21:34:42.682+08:00Love Circle<div style="text-align: justify;"><br />
</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Shanty adalah seorang gadis yang cantik dan modis. Semua orang di sekolah tempatnya berada selalu memuji-muji keelokan dirinya. Dan semua orangpun tahu kalau Shanty selalu selektif dalam memilih orang-orang yang menjadi teman-temannya, maupun dalam memilih kekasih-kekasihnya. Tidak ada yang bisa memungkiri kesempurnaan dirinya. Apapun yang dia lakukan selalu terlihat indah, anggun, dan mempesona.</div><div style="text-align: justify;"> Shanty memiliki banyak teman yang tentunya harus sesuai dengan standar kriteria yang harus dimiliki untuk menjadi teman Shanty. Biasanya, dia juga memilih teman yang tidak menarik agar semakin banyak orang yang memujinya. Tapi, teman-temannya juga selalu memanfaatkan ketenaran Shanty agar mereka juga dikenal oleh orang-orang. Sampai saat ini, mantan kekasih Shanty sudah tidak bisa terhitung lagi berapa banyaknya. Tidak pernah satu minggu saja dia single. Setiap hari paling sedikit lima pernyataan cinta selalu ada untuknya. Dan masa berpacarannya paling lama satu bulan.</div><div style="text-align: justify;"> “Ahh… Aku lelah dengan rutinitasku…” Keluh Shanty kepada teman-teman se-gengnya di kantin sekolah ketika jam istirahat sedang berlangsung. “Hahaha. Kalau aku menjadi kamu, aku tidak pernah bosan. Setiap saat dipuji, setiap hari ada yang menyatakan cinta.” Kata seorang gadis yang gaya berpakaiannya terlalu berlebihan dan perkataannya itu segera di-iyakan oleh teman-teman yang lain. Padahal dibelakang Shanty, mereka selalu menjelek-jelekkan dan bahkan menyebarkan gossip-gossip yang tidak baik tentang dirinya.</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba, salah satu temannya yang suka sekali bergossip datang kepada mereka dan dengan histeris dia berkata bahwa di gerbang sekolah ada seorang pria yang sangat tampan sedang berdiri disana dan terlihat sedang menanti seseorang dengan mengenakan seragam sekolah elit putra di kota tempat mereka tinggal. Penasaran dengan pria tampan yang disebutkan oleh temannya itu, Shanty dan teman-temannya pun pergi menuju gerbang sekolah dan melihat pria itu.</div><div style="text-align: justify;"> Benar apa kata teman mereka, pria itu sangat tampan. Dengan tinggi yang kurang lebih 188cm dan didukung oleh tubuh yang atletis, kulit putih bersih, rambut coklat tua dengan model spike yang tertata dengan rapi, dan seragam putih bersih dengan lambang sekolah yang terbordir dengan rapi membuat ketampanan pria itu semakin terlihat. Pria itu sedang menunduk melihat jam yang ada di tangannya. Karena itu Shanty kesulitan untuk melihat sosok pria yang ada di depan gerbang itu.</div><div style="text-align: justify;"> Tidak lama, hampir seluruh siswa wanita melihat pria itu dan mencoba mendekatinya. Pria itu terkejut dan terlihat kewalahan menangani siswi-siswi yang mendekatinya dengan sangat antusias. Kemudian, Shanty segera berjalan menuju kerumunan siswi dan mendekati pria tampan itu. Dia menatap pria itu dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Ternyata, pria itu terlihat semakin tampan jika dilihat dari jarak dekat. Matanya yang berwarna coklat tua yang sama seperti warna rambutnya dengan tatapan yang tajam, hidung yang mancung sempurna, bibir yang tipis dan indah, serta garis wajah yang terbentuk dengan baik membuat pria itu terlihat semakin tampan.</div><div style="text-align: justify;"> Sesaat Shanty terpesona dengan kesempurnaan yang dimiliki oleh pria itu. Tapi dengan segera dia bisa kembali mengontrol dirinya. Sebelum dia sempat mengucapkan sepatah kata kepada pria itu, datang seorang gadis berkacamata dengan rambut hitam lurus sepinggang terurai dengan indah, dan tubuh yang sesuai dengan tubuhnya yang mungil. Kurang lebih 158cm. Ya, dia adalah sekretaris OSIS di sekolah mereka. Nama gadis itu adalah Tina.</div><div style="text-align: justify;"> Tina segera menyapa pria itu, yang dipanggilnya dengan sebutan Arnold. Mereka bercakap-cakap sebentar dan kemudian pria itu diajak masuk menuju ruang OSIS yang ada di sekolah mereka. Sepertinya dia sedang ada keperluan dengan OSIS sekolah mereka. Akhirnya Tina dan Arnold meninggalkan Shanty, dan untuk pertama kalinya ada seorang pria yang mengabaikan Shanty. Gadis tercantik dan terpopuler di sekolahnya.</div><div style="text-align: justify;"> Sekolah telah usai, namun pikiran Shanty dipenuhi oleh Arnold, pria yang dijumpainya saat istirahat di gerbang sekolah tadi. Kemudian teman-temannya mengajaknya pulang. Mereka berjalan dari kelas melewati laboratorium biologi, mengitari lapangan basket, melewati ruang guru, dan… sekarang mereka berjalan melewati ruang OSIS. Terdengar suara orang-orang sedang bercakap-cakap disana. Sebenarnya Shanty sangat penasaran dengan Arnold, tapi agar tidak menjatuhkan imagenya sebagai gadis yang tidak pernah mendekati pria, dia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam ruang OSIS dan berjalan menuju gerbang sekolah dan pulang.</div><div style="text-align: justify;"> Esoknya, pada saat pertemuan pagi di sekolah ketua OSIS mereka memberikan pengumuman bahwa festival sekolah tahun ini sekolah mereka bekerjasama dengan sekolah elit pria dengan alasan untuk menjalin tali persahabatan antar sekolah. Dan kemarin salah satu anggota OSIS sekolah elit pria itu telah bercakap-cakap dengan OSIS sekolah mereka dan sepakat untuk mengadakan festival sekolah bersama. Shanty terkejut namun dengan segera pikirannya bekerja dan merencanakan berbagai cara agar Arnold bisa mendekatinya.</div><div style="text-align: justify;"> Agar festival sekolah mereka berjalan dengan lancar dan sesuai rencana, OSIS sekolah elit pria tempat Arnold bersekolah menjadi sering datang ke sekolah Shanty. Bersama dengan OSIS sekolah Shanty, mereka merencanakan banyak hal dan mempersiapkan segala hal yang diperlukan agar festival mereka berjalan dengan baik. Shanty berpikir, inilah kesempatan untuk membuat Arnold menyukai dirinya.</div><div style="text-align: justify;"> Agar rencananya berjalan dengan lancar, dia sengaja mendekati Tina dan mengakrabkan diri dengan anggota OSIS yang lainnya. Sebenarnya, Shanty dan Tina adalah teman sekelas. Namun, Tina bukanlah gadis yang sesuai untuk menjadi teman seorang Shanty. Karena baginya Tina adalah gadis yang terlalu serius dalam melakukan semua hal. Itulah sebabnya sampai saat ini Tina tidak memiliki teman dekat. Dan, begitu Shanty mendekatinya, dia merasa senang. Karena selain Shanty adalah orang pertama yang ingin berteman dengannya, sejak dulu juga Tina adalah pengagum Shanty. Karena baginya, Shanty bagaikan bintang yang selalu bersinar dan tidak pernah terlihat kesepian.</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya Shanty berhasil berteman dengan seluruh anggota OSIS. Dan itu artinya peluang untuk mendekati Arnold semakin terbuka. Dan dia mulai bertanya-tanya tentang Arnold kepada Tina. Dan semua jawaban yang diberikan oleh Tina tentang Arnold sesuai dengan harapannya. Jawaban bahwa Arnold saat ini sedang single, hobinya yang sesuai dengan keinginan Shanty, dan berbagai hal tentang Arnold yang ditanyakannya lewat Tina memuaskan dirinya. Dan, Tina pun akhirnya tahu bahwa Shanty menyukai Arnold. Tina berjanji akan membantu Shanty untuk mendekati Arnold.</div><div style="text-align: justify;"> Waktu berlalu dengan cepat, persiapan festival sekolah hampir selesai, dan selama itu pula pendekatan antara Shanty dan Arnold yang dibantu oleh Tina berjalan dengan baik. “Ini adalah awal yang baik”, pikir Shanty. Ternyata Arnold adalah pria yang baik. Sangat baik. Karena selama bersama dengan Shanty, dia memperlakukan Shanty bagaikan seorang putri. Baginya, Arnold adalah seorang gentleman. Dan sepertinya hatinya mulai terbuka untuk Arnold. Ya, sepertinya dia mulai jatuh cinta pada pria itu. Dan hal ini adalah untuk pertama kalinya dia rasakan.</div><div style="text-align: justify;"> Festival antara sekolah Shanty dan Arnold pun tiba. Selama kegiatan berlangsung di hari pertama, Shanty, Tina, dan Arnold selalu bersama. Dan Tina seringkali memberikan kesempatan untuk Shanty dan Arnold agar mereka bisa bercakap-cakap dengan lebih nyaman. Dan hal ini berlangsung selama tiga hari festival sekolah itu berlangsung.</div><div style="text-align: justify;"> Pada akhir pekan, Shanty ingin mengajak Arnold untuk berjalan bersama dengannya, namun ternyata jawaban Arnold tidak sesuai dengan keinginannya. Arnold menolak ajakannya. Dengan alasan dia memiliki janji yang tidak bisa dibatalkan. Baiklah, hal ini cukup membuat Shanty terkejut karena sampai saat ini belum pernah ada seorang pria pun yang menolaknya. Namun karena dia mulai menyukai Arnold hatinya tidak terasa sakit. Dia justru memikirkan, apa janji yang sangat penting itu sampai-sampai Arnold harus menolak ajakannya.</div><div style="text-align: justify;"> Pada awal minggu, dia kembali bersekolah seperti biasa. Dihampiri oleh teman-temannya yang akhir-akhir ini tidak diperhatikannya karena dia terlalu sibuk dengan pendekatannya dengan Arnold yang membuatnya menjadi akrab dengan Tina. Dia segera menuju kelasnya dan mencari Tina. Di dalam kelas, mereka bercakap-cakap. Dan tidak lupa Shanty menceritakan tentang penolakan Arnold akan ajakan darinya. Kemudian Tina berkata kepada Shanty, pada hari itu seluruh panitia yang terlibat dalam festival sekolah sedang mengadakan acara pembubaran panitia. Jadi, itulah mengapa Arnold tidak bisa memenuhi ajakannya.</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya Shanty meminta Tina untuk mempertemukan dirinya dengan Arnold. Tina menghubungi Arnold dan bertanya apakah Arnold memiliki waktu luang sore ini, dan syukurlah, Arnold menjawab “Ya, aku punya waktu luang sore ini.” Baiklah, ini adalah kesempatan yang baik baginya karena dia berencana untuk menyatakan cintanya kepada Arnold. Ya, pernyataan cintanya yang pertama kalinya karena sampai saat ini belum pernah dia menyatakan cinta kepada seorang pria.</div><div style="text-align: justify;"> Waktu yang dinantikan pun tiba. Inilah saat yang mendebarkan bagi Shanty. Dia menanti pria pujaannya di tempat yang dijanjikan dengan perasaan yang bercampur aduk. Dan akhirnya Arnold datang. Dan ternyata dia tidak seorang diri. Coba tebak siapa yang datang bersamanya. Tina? Anda salah. Sebab Tina ada bersama dengan Shanty. Shanty memintanya untuk menemaninya berjumpa dengan Arnold. Lalu, siapakah orang yang datang bersama dengan Arnold? Dia adalah ketua OSIS sekolah elit putra. Pria tampan dan terlihat serius.</div><div style="text-align: justify;"> Shanty sangat terkejut dengan datangnya orang yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Baiklah, keterkejutan ini tidak membuatnya mengurungkan niatnya untuk menyatakan cintanya kepada Arnold. Untunglah dia mengajak Tina, jadi dia bisa meminta Tina untuk menemani ketua OSIS itu ketika dia akan mengungkapkan cintanya kepada Arnold.</div><div style="text-align: justify;"> Waktu dengan cepat berlalu, tiba saatnya Shanty harus menyatakan perasaannya kepada Arnold. Dengan keberanian yang telah ia kumpulkan selama ini, dia mengungkapkan perasaannya kepada Arnold. Dan, apakah jawaban Arnold? Tidak. Dia menolak Shanty. Shanty bertanya, apa alasannya sehingga Arnold menolak dirinya? Arnold menjawab, ada orang lain yang dia sukai. Dan orang itu adalah Tina. Shanty sangat terkejut dengan pernyataan itu. Arnold kemudian menjelaskan kepada dirinya, bahwa sebenarnya dia dan Tina sudah menjalin hubungan sejak lima tahun yang lalu. Tina adalah gadis yang pendiam dan pemalu, dan hal itu membuatnya kesulitan mendapatkan teman. Kemudian Shanty akhirnya berteman dengan Tina dan itu membuat perasaannya sangat bahagia sebab orang yang dikaguminya mau berteman dengannya.</div><div style="text-align: justify;"> Karena itu, Arnold pun berlaku dengan baik kepada Shanty karena dia tahu bahwa Shanty adalah orang yang Tina anggap sahabat. Dan Tina pun berkata kepada Arnold bahwa dia ingin Shanty dan Arnold menjadi teman akrab, sama seperti dirinya dengan Shanty. Dan, sebenarnya Arnold pun tahu kalau Shanty menyukai dirinya. Karena itu, dia berusaha untuk tidak memberi harapan kepada Shanty tapi Tina takut kalau-kalau Shanty tahu dirinya dan Arnold sebenarnya adalah sepasang kekasih dan Shanty akan marah kepada dirinya.</div><div style="text-align: justify;"> Akhirnya, Shanty tahu kebenaran yang sesungguhnya. Shanty menyukai Arnold, namun ternyata Arnold menyukai Tina dan begitupun sebaliknya, Tina menyukai Arnold. Bahkan, sejak lima tahun yang lalu. Jelas saja, dia sudah tidak memiliki peluang untuk mendapatkan pria pujaannya. Namun, Arnold mengenalkan dirinya dengan ketua OSIS sekolah elit putra itu. Katanya, ketua OSIS ini sudah lama sekali menyukai Shanty. Sejak pertama kali dia melihat Shanty dua tahun yang lalu pada pendaftaran siswa baru di sekolah Shanty.</div><div style="text-align: justify;"> Sebenarnya, ketua OSIS itu ingin masuk menjadi siswa di sekolah Shanty, namun karena pilihan pertamanya untuk masuk ke sekolah elit putra diterima oleh pihak sekolah, jadi dia memutuskan untuk melupakan Shanty. Dan ternyata setahun kemudian dia berjumpa kembali dengan Shanty pada kegiatan festival sekolah ini. Dan membuatnya kembali berharap untuk bisa berkenalan dengan gadis yang selama ini dia sukai.</div><div style="text-align: justify;"> Dengan ini, Shanty akhirnya paham. Mengapa sekolah elit putra bisa dengan mudahnya menyetujui untuk bekerjasama dengan sekolah mereka pada kegiatan festival sekolah ini. Ketua OSIS sekolah elit putra menyukai dirinya, dan wakil ketua OSIS sekolah elit putra menjalin hubungan dengan sekretaris OSIS sekolahnya. Jadi, sudah pasti mereka menyetujui kerjasama ini. Baiklah, ini adalah akhir dari perjalanan cintanya dengan cinta pertamanya. Namun, mungkin saja bunga-bunga cinta yang baru akan kembali bersemi untuk Shanty.</div><br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b><span style="font-size: large;">END</span></b></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com34tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-5050418284042642642010-06-22T16:22:00.005+08:002010-07-23T22:20:18.406+08:00Story By Reader : The Salty Coffee<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
<a name='more'></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Pria itu berjumpa dengan seorang gadis di sebuah pesta, gadis itu sangat memukau, banyak pria yang mendekatinya, sedangkan pria itu adalah seorang pria yang biasa-biasa saja, tidak ada seorangpun yang memperhatikannya. Ketika pesta itu telah berakhir, sang pria mengajak gadis itu untuk menikmati secangkir kopi bersama-sama, gadis itu terkejut, tetapi untuk menghargai ajakan sang pria, gadis itupun menerima ajakannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Mereka kemudian duduk di sebuah coffe shop yang cukup terkenal, pria itu terlalu gugup untuk mengucapkan satu kata pun, dan gadis itu merasa tidak nyaman. Gadis itu berkata di dalam hatinya, “Tolong, cepatlah waktu berlalu. Aku tidak suka berlama-lama disini”. Tiba-tiba sang pria memanggil seorang pelayan dan berkata, “Bisakah kamu memberikanku garam? Aku ingin memasukkannya ke dalam kopiku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Semua orang memandangnya, sangat aneh! Wajah pria itu menjadi merah karena malu, tapi, dia tetap memasukkan garam ke dalam kopinya dan meminumnya. Sang gadis yang keheranan dan penasaran bertanya kepada pria itu, “Darimana kamu memiliki kebiasaan seperti itu?” Sang pria menjawab, “Ketika aku masih kecil, aku tinggal di dekat laut. Aku suka bermain di laut, aku bisa merasakan rasanya, asin dan gurih, sama seperti rasa kopi yang asin ini. Sekarang setiap kali aku meminum kopi yang asin ini, aku memikirkan masa kecilku, memikirkan kampung halamanku… Aku sangat merindukan kampung halamanku, aku merindukan kedua orangtuaku yang berada disana.” Mengatakan hal itu, airmata mengalir di wajahnya. Gadis itu sangat tersentuh. Itu adalah perasaan yang sesungguhnya dari pria itu, dari hatinya yang terdalam, pikirnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Seorang pria yang berani mengungkapkan kerinduannya terhadap kampung halamannya, pastilah dia adalah seorang pria yang mencintai keluarganya, peduli terhadap keluarganya, dan memiliki tanggungjawab terhadap keluarganya”, gadis itu berkata di dalam hatinya. Kemudian gadis itu pun mulai berbicara, berbicara tentang kampung halamannya yang sangat jauh, berbicara tentang masa kecilnya, dan berbicara tentang keluarganya. Malam itu mereka menghabiskan waktu dengan menceritakan tentang diri mereka masing-masing. Dan itu adalah malam yang sangat menyenangkan untuk mereka berdua, sekaligus adalah permulaan yang indah untuk kisah cinta mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kemudian mereka berjanji untuk bertemu kembali. Gadis itu juga menemukan hal-hal yang baik di dalam diri pria itu. Semua sifat yang diinginkan gadis itu untuk pasangan hidupnya, ada di dalam diri pria itu. Pria itu adalah pria yang bertoleransi, baik hati, hangat, ramah, perhatian.. dia adalah lelaki yang sangat baik dan gadis itu hampir saja menyia-nyiakannya! Berterima kasihlah untuk kopi asinnya!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah itu kisah cinta mereka sama seperti setiap kisah cinta yang ada di dalam dongeng. Sang putri akhirnya menikah dengan sang pangeran, dan mereka menjalani rumah tangga mereka dengan bahagia… Dan, setiap kali gadis itu membuatkan kopi untuk suaminya, dia selalu mencampurkan kopi itu dengan garam, sebagaimana yang gadis itu ketahui bahwa itu adalah minuman kesukaan suaminya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">40 tahun telah mereka lalui, sang pria itu pun meninggal dunia, dan meninggalkan sepucuk surat untuk istrinya. Isi surat tersebut seperti ini..</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Sayangku, maafkanlah aku… maafkan aku untuk semua kebohongan yang telah kuperbuat selama hidupku ini. Hanya satu kebohongan yang kukatakan padamu, kebohonganku adalah kopi yang asin itu. Ingatkah kamu saat pertama kali kita berkencan? Aku sangat gugup ketika itu, sesungguhnya yang kuinginkan adalah gula, tapi aku malah mengatakan garam. Sulit bagiku untuk mengubahnya, jadi aku tetap membiarkan pelayan itu memberikan garam untuk kumasukkan ke dalam kopiku. Aku tidak pernah berpikir kejadian itu malah membuat kita saling berbicara satu sama lain! Aku selalu mencoba untuk mengatakan hal yang sesungguhnya kepadamu selama hidupku, tapi aku terlalu takut untuk melakukan hal itu, sekalipun aku telah berjanji untuk tidak berbohong padamu tentang hal apapun… Sekarang aku telah meninggal dunia, tidak ada lagi yang kutakutkan. Jadi aku akan mengatakan yang sesungguhnya kepadamu. Aku tidak suka kopi yang asin itu, rasanya sangat aneh dan tidak enak sama sekali.. Tetapi aku meminum kopi yang asin itu selama hidupku sejak aku berjumpa denganmu, aku tidak pernah menyesali apapun yang telah kulakukan untukmu. Memilikimu untuk hidup bersamaku adalah kebahagiaan terbesar di dalam hidupku. Jika aku bisa hidup untuk kedua kalinya, aku tetap ingin mengenalmu dan memilikimu sebagai pasangan hidupku selamanya, sekalipun aku harus meminum kopi yang asin itu lagi.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Airmata mengalir di wajah gadis itu dan membuat surat itu menjadi sangat basah. Suatu hari, seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimanakah rasa kopi yang asin itu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Sangat manis.” Gadis itu menjawab sambil tersenyum.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;">END</span></b></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;"> </span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: right;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;"><span style="font-size: x-large;">Story by : Anonymous</span></span></b></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;"></span></b></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;"><o:p></o:p></span></b></span></div><span class="fullpost"></span>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com20tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-84407772558231964782010-06-20T21:47:00.006+08:002010-07-22T23:32:57.649+08:00Friendship or Love?<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
<a name='more'></a><br />
Recchi adalah seorang anak lelaki yang memiliki wajah yang manis. Wajahnya seperti seorang gadis, tapi sebenarnya dia adalah lelaki tulen dan bukan seorang ‘melambai’ yang biasa kita sebut sebagai ‘banci’. Dia menyukai sahabat sejak kecilnya, Risa. Risa adalah seorang gadis yang cantik, pintar, dan populer.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Recchi sudah menyukai Risa sejak mereka pertama kali berjumpa, kurang lebih sudah 9 tahun mereka bersama. Dan itu artinya sudah 9 tahun juga Recchi memendam perasaannya kepada Risa. Tapi Recchi tidak pernah berani untuk mengungkapkan perasaannya kepada sahabatnya itu. Recchi merasa tidak pantas bersanding dengan sahabatnya yang cantik dan populer itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Suatu hari, dikelasnya datang seorang murid baru yang manis, ceria, pandai, tomboy dan supel. Nama gadis itu adalah Yuna. Yuna menjadi akrab dengan Recchi karena mereka cocok satu sama lain. Bersama Yuna, dia merasa bisa menjadi dirinya sendiri. Tidak seperti ketika dia bersama dengan Risa yang seiring dengan bertumbuh dewasanya mereka berdua, hubungan mereka berdua malah semakin menjauh. Karena Recchi selalu berusaha menjadi dirinya yang tidak dia inginkan agar disukai oleh Risa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tapi, ini tidak berarti Recchi menjadi berpaling dari menyukai Risa dan sekarang jadi menyukai Yuna. Memang, dia sempat mencoba untuk menyukai Yuna. Tapi ternyata tidak bisa. Recchi bukanlah orang yang mudah berpaling ke lain hati begitu saja.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tidak berapa lama kemudian, Risa putus dengan kekasihnya. Lalu tanpa disangka Risa menyatakan cintanya kepada Recchi. Recchi sangat terkejut dan sempat tidak percaya dengan pernyataan Risa yang tiba-tiba. Tapi, tentu saja Recchi tidak menolaknya. Dia segera menerima pernyataan cinta Risa dan dia juga mengatakan bahwa selama 9 tahun mereka bersama, dia juga telah memendam perasaan kepada Risa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah itu, Recchi dengan bahagianya mengatakan kepada Yuna kalau dia telah berpacaran dengan gadis impiannya itu. Kemudian Yuna berkata kepada Recchi bahwa di sekolah sudah banyak tersebar gosip yang tidak mengenakkan tentang Risa. Seperti Risa yang senang bergonta-ganti pacar, terlibat didalam pergaulan bebas, dan lain-lain. Recchi tidak senang dengan perkataan Yuna. Dan dia merasa Yuna tidak mendukung hubungannya dengan Risa. Karena itu Recchi marah kepada Yuna dan mereka bertengkar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sejak saat itu, Recchi dan Yuna sudah tidak pernah terlihat bersama lagi. Teman-teman yang setiap hari selalu melihat mereka bersama juga bertanya-tanya. Bahkan Recchi memutuskan untuk pindah di kelas tempat Risa berada. Untuk menghindari Yuna dan untuk lebih dekat dengan Risa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Lama setelah itu, Recchi tidak pernah melihat sosok Yuna lagi di sekolah. Dan beredar gossip bahwa Yuna sebenarnya menderita HIV/AIDS, karena ketika Yuna berusia 10 tahun dia sempat dirawat di rumah sakit dan harus melakukan transfusi darah. Dan tanpa pihak rumah sakit sadari, kantung berisi darah yang Yuna gunakan adalah darah orang yang menderita penyakit HIV/AIDS.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Recchi kemudian mencari tahu rumah sakit tempat Yuna dirawat. Recchi merasa sangat bersalah, karena saat mereka berpisah, mereka berpisah dengan suasana yang tidak mengenakkan. Setelah sampai di rumah sakit, Recchi melihat sosok Yuna yang terbaring lemah di tempat tidurnya. Kemudian ibu Yuna memberikan sepucuk surat dari Yuna untuk Recchi. Surat itu ditulis tidak lama setelah Yuna dan Recchi bertengkar. Namun, ketika dia ingin menyerahkan surat itu penyakitnya semakin parah dan kesehatannya menurun sehingga dia harus dirawat di rumah sakit dan tidak dapat bertemu dengan Recchi lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Di dalam surat itu Yuna menulis tentang hari-harinya yang terasa sangat menyenangkan ketika dia berjumpa dengan Recchi. Disana Yuna menjelaskan bahwa kepindahannya di sekolah Recchi adalah karena dia ingin menghindari cercaan dari teman-teman di sekolahnya yang dulu karena mengetahui dia menderita penyakit yang sampai saat ini belum bisa disembuhkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Di dalam surat itu juga berisi sebuah ungkapan sayang Yuna kepada Recchi, sahabatnya. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><b><i>“We will be friends… as long as stars twinkle in the sky… as long as angels are there up high… ‘til oceans run dry and ‘til the day I die… we will be friends… forever…”<o:p></o:p></i></b></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah membaca surat itu, Recchi merasa sangat bersalah dan sangat sedih, karena dia akan kehilangan seorang sahabat yang sangat berharga baginya. Dia hanya bisa menyesali perbuatannya kepada Yuna sebelum hubungan mereka menjadi rusak. Dia belum sempat mengucapkan kata ‘maaf’ kepada Yuna..</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Beberapa tahun kemudian, ketika Recchi telah lulus SMA dan menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi, Recchi mengenang Yuna, sahabatnya ketika dia masih menjadi siswa kelas 1 SMA. Recchi berkata di dalam hatinya..</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Yuna, aku dan Risa putus ketika kami kelas 3 SMA. Benar apa yang kamu katakan padaku tentang dirinya. Risa memang bukan gadis baik-baik. Selama 2 tahun kami berpacaran, ternyata diam-diam Risa masih berhubungan dengan kekasihnya yang lama, dan bahkan dia telah hamil! Dan ketika kami lulus SMA, kekasihnya mengajaknya untuk kawin lari. Orangtua Risa sangat shock dan tidak percaya anaknya bisa berbuat seperti itu. Dan akupun shock dengan kenyataan itu. Aku menyesal, mengapa ketika kamu memperingatkanku saat itu, aku tidak menurutinya. Padahal, aku tahu bahwa kamu bukanlah anak yang suka menjelek-jelekkan orang lain. Aku sangat menyesal telah mengkhianati sahabat sebaik dan setulus dirimu. <i>We will be friends, ‘til oceans run dry and ‘til the day I die…</i> Terima kasih Yuna. Kau mengajarkan kepadaku arti sahabat yang sesungguhnya. Selamanya kau tak’kan kulupakan..”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 18pt;">END<o:p></o:p></span></b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com32tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-86235663127931335092010-05-21T13:22:00.019+08:002010-07-22T23:34:27.941+08:00Story by Reader : "Please, remember me!"<a name='more'></a><br />
Aku masih ingat saat itu. Saat-saat dimana kami tumbuh bersama, melakukan banyak hal bersama-sama, menyanyi bersama, dan.. menjalin cinta…<br />
<br />
Namaku Nishizaki Mina. Umur 19 tahun. Kuliah di universitas T semester 2. Single. Jujur saja dulu aku punya seorang pacar walau hanya sehari. Dia teman sejak kecilku dan kami berpacaran saat upacara kelulusan SMP. Kau tahu apa yang lucu? Dia langsung mengalami kecelakaan keesokan harinya dan hanya melupakan aku. Aku, pacar satu harinya dan belum ada seorangpun yang tahu bahwa kami berpacaran sehari sebelumnya. Lucu kan? Kisah ini hanya seperti di novel-novel dimana kekasih si tokoh utama mengalami kecelakaan dan melupakan dirinya. Tapi kisahku ini tidak berakhir bahagia.. Setidaknya sampai sekarang.<br />
<br />
“Yo!!” Seseorang menepuk punggungku. Aku berbalik dan melihatnya. Kekasih sehariku tersenyum lebar kearahku sambil merangkul pacar barunya.<br />
<br />
“Pacar baru lagi ya, Sei?” Kataku dingin.<br />
<br />
“Hahaha..” Dia hanya tertawa.<br />
<br />
Lalu perempuan cantik itu meledik kearahku yang memasang wajah cuek dan berbicara pada Sei “Hey, aku masuk kelas dulu ya?”<br />
<br />
“Ok..” Lalu dia mengecup bibir tipis perempuan itu dan melambai kearahnya yang berjalan pergi.<br />
<br />
Dia berjalan bersamaku sekarang. Kami masuk kelas yang sama hari ini. Aku berjalan diam disampingnya yang terus-menerus disapa orang-orang. Oh ya, aku lupa menyebutkannya.. Nama lengkapnya Takamura Seiki. Sekarang dia hanya tahu aku adalah sahabat karibnya sejak kecil dari cerita-cerita ibunya. Ayahnya telah meninggal karena stroke saat kami baru berumur 7 tahun. Dia sudah bersamaku sekitar 4 tahun sepert ini. Karena popular, dia terus-menerus gonta-ganti pacar. Aku menghitung pacar-pacarnya dan yang tadi adalah pacarnya yang ke- 273. Banyak kan? Dan aku harus terus berada disampingnya sebagai teman semasa kecil walau hatiku sakit melihatnya bersama pacar-pacarnya itu.<br />
<br />
Banyak orang yang mempertanyakan mengapa orang sepertinya mau berteman denganku, si cantik penyendiri. Walau kata mereka aku cantik, tidak ada orang yang mau berteman denganku. Aku muram dan selalu menundukkan kepala serta tidak mau bersosialisasi dengan orang-orang. Jadi, yang mau dekat-dekat denganku hanyalah dia seorang.<br />
<br />
Kami pulang bersama setelah aku menemani dia mengantar pacarnya pulang. Jujur saja semua pacarnya itu tidak suka denganku karena dia hampir selalu mengajakku kemanapun dia pergi.. Bahkan saat kencan sekalipun. Untunglah karena ada perlindungan dari Sei aku tidak diapa-apakan mereka.<br />
<br />
Saat ini, orang tuaku sedang berlibur bersama dengan ibunya meninggalkan anak-anak mereka sendirian dirumahnya masing-masing “Kalau ada apa-apa kalian berdua dapat saling menolong” Kata ibuku dengan senyum lebar kepada kami berdua dan langsung pergi meninggalkan kami yang melongo disitu. Itu terjadi sangat mendadak. 1 minggu yang lalu, begitu kami pulang sekolah.. Kami disambut dengan perkataan itu dan langsung ditinggal.<br />
<br />
Sekarang kami menerapkan aturan berkunjung selang-seling ke rumah masing-masing.. Dan sekarang adalah giliranku.. Maka jadilah, sekarang dia duduk di ruang tamu sambil mengerjakan pr bersamaku.<br />
<br />
“Hei, nyanyi dong” Katanya tiba-tiba ketika kami sedang meminum limun yang kusiapkan sambil berdiri . Kami sudah lelah duduk setelah selesai mengerjakan pr dan mengemasi buku-buku dan alat-alat tulis yang berserakan tadi.<br />
<br />
“Hah, kenapa tiba-tiba?” Balasku.<br />
<br />
“Ibu sering bercerita kalau kamu sering bernyanyi untukku.. Terutama..” Ia berpikir sebentar “Itu tuh, opening song di anime yang sering kita nonton dulu.. Apa ya?” Dia mengerutkan dahi berusaha mengingat.<br />
<br />
“’Everytime you kiss me’ di anime ‘Pandora Hearts’” Gumamku. Itu adalah lagu kenangan kami dan lagu yang paling disukainya dulu.<br />
<br />
Ia menepukkan kedua belah tangannya “Ah, iya benar.. Yang itu!”<br />
<br />
“Aku tidak mau menyanyikannya” Jawabku pendek.<br />
<br />
Dia mencondongkan tubuhnya mendekatiku “Ayolah, aku tidak pernah mendengar nyanyianmu sejak aku kehilangan ingatan”<br />
<br />
Aku menahan napas sambil mencoba untuk bersikap seperti biasa “Aku tidak mau!” Aku berhasil mengatakannya dengan tegas.<br />
<br />
Aku pernah berpikir untuk menyanyikan lagu itu dengan harapan dia akan mengingatku setelah mendengarnya.. Tapi tidak jadi. Aku takut kalau dia tetap tidak mengingat aku dan harapanku satu-satunya hilang. Karena pikiran itulah, aku tidak pernah menyanyikan lagu itu lagi.<br />
<br />
“Kenapa sih! Padahal kata Masumi-san (Ibuku) kamu selalu menyanyikannya sebelum kecelakaan itu” Dia berpikir sejenak “Apa kamu marah karena aku hanya melupakanmu?” Katanya dengan suara rendah.<br />
<br />
Aku kaget mendengar perkataannya itu “Hah, tidak.. Tidak.. Mana mungkin aku membencimu hanya gara-gara itu.. Lagipula hal itu diluar kekuasaanmu, kan? It couldn’t be helped, you know” Kataku dengan nada yang ceria dan wajah yang menggampangkan.. Tadinya sih begitu.. Tapi, oh tidak! Aku merasakan air mata menetes dari mata kananku.<br />
<br />
Tampaknya dia tercengang dan tangannya terangkat ke arahku. Aku segera berdiri dan berkata “Kamu pergi dulu sekarang.. Aku baru ingat kalau aku punya urusan mendesak! Harus kulakukan saat seorang diri! Jadi, kamu pulang dulu sekarang!” Aku mulai histeris lalu mengambil tasnya dan mendorongnya ke pintu dengan dengan itu.<br />
<br />
“Hei.. Hei!!” Serunya sambil meletakkan gelas limun yang entah kenapa dapat diletakkannya dengan baik dan melihatku sambil memegang tasnya ketika aku menutup pintu setelah mengatakan “Maaf ya.. Bye” Dengan senyum yang aku tahu tidak meyakinkan.<br />
<br />
Tapi aku tidak peduli dengan hal itu. Aku segera berlari ke dalam kamarku di lantai dua dan membanting pintunya. Aku merosot ditempat itu lalu mulai menangis keras. Menumpahkan seluruh kesedihan yang kusimpan selama 4 tahun ini.<br />
<br />
Keesokan harinya, aku membuka mataku. “Rupanya aku ketiduran di lantai” Pikirku.<br />
<br />
Aku berdiri perlahan-lahan dan melihat diriku di cermin. Penampilanku berantakan. Rambutku terlihat kusut dan mataku bengkak.<br />
<br />
Aku lalu melihat jam.. “Masih pukul 5 pagi.. Bagus.. Berarti aku masih punya cukup waktu untuk mengompres mataku” Lalu aku berjalan ke kamar mandi dan membasahi handuk lalu mengompres mata sebelah kiriku terlebih dahulu.<br />
<br />
Aku lalu berjalan ke ruang tamu dan mengambil Hp-ku yang tergeletak begitu saja di meja. Aku melihat ke dalam Hp-ku setelah duduk di tempat tidur dan memindahkan handuk ke sebelah kanan mataku. Disana tertulis 23 email masuk dan 17 panggilan tak terjawab. Begitu banyak dan tentu saja, ketika aku mengecek daftar panggilan, 1 telepon dari ayahku dan lainnya dari Sei.<br />
<br />
Aku menghela napas berat dan mengecek email yang ternyata semuanya adalah email dari Sei, isinya : ‘Maaf, tadi aku menanyakan hal yang tidak pantas’, ‘Mina, aku benar-benar menyesal’, ‘Tolong balas aku’, ‘Ayolah!!’, ‘Aku sudah hampir gila menunggu jawabanmu, nih!!’, Mina..’, ‘Mina!!! Jawab aku!! Aku sungguh-sungguh minta maaf..!’ dan seterusnya.<br />
<br />
Aku membaca emailnya satu-persatu dan berhenti pada email terakhirnya ‘Mina, aku sungguh-sungguh menyesal telah mengatakannya padamu. Aku tahu kamu selama ini telah menahan diri untuk tidak membentakku ataupun menangis karena hal ini. Aku juga tahu kalau kamu tidak suka dengan pacar-pacarku selama ini. Aku terus mengganti pacarku dengan harapan kamu mau menunjukkan perasaanmu yang sesungguhnya kepadaku walaupun itu dalam bentuk kemarahan. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi. Aku sudah memutuskan pacarku yang sekarang. Tadi sore, aku tidak sengaja mengatakan hal yang aku pikirkan. Maafkan aku atas segalanya. Tolonglah! Aku sangat menyesal..’<br />
<br />
“Dia tahu!! Oh, Tuhan!!” Aku meletakkan Hp itu di meja kecil dekat tempat tidurku dan menghempaskan diriku di tempat tidur. Aku meletakkan kompres itu diatas kedua mataku dan berpikir mengenai hal itu. Hanya sebentar.. Karena pada saat aku mulai memikirkannya, hatiku terasa sakit lagi dan air mataku mulai keluar.<br />
<br />
Aku mengeset jam wekerku 45 menit sebelum jam kuliah dan berusaha untuk tidur dan berhasil. Aku bahkan tertidur lebih cepat dari yang kuduga. Mungkin karena aku masih lelah, asumsiku.<br />
<br />
Setelah aku siap ke universitas, aku membuka pintu dan tentu saja Sei ada disana. Ia bersandar tembok. Ketika melihatnya, hatiku terasa sakit kembali sementara dia berjalan kearahku dan membuka mulutnya untuk berbicara.<br />
<br />
Aku langsung berbicara sambil menunduk, aku tidak mau melihat wajahnya “Aku tidak apa-apa.. Sungguh.. Aku hanya butuh waktu untuk menenangkan hatiku dulu” Aku lalu berjalan pergi melewatinya yang bisa kurasakan dia memandangku lekat-lekat.<br />
<br />
Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi bertemu bahkan bertatapan muka dengannya. Tampaknya dia menghargai keputusanku. Aku senang dia mau melakukannya walaupun karena hal itu, aku hampir setiap hari ditindas oleh mantan pacarnya. Tentu saja dia tidak tahu karena aku berhasil menyembunyikannya dengan baik. Caranya takkan kuberitahu.. Itu rahasiaku.<br />
<br />
2 bulan telah berlalu seperti itu. Orang tuaku yang sudah pulang menyadari hal ini dan aku hanya berkata “Kami hanya ada sedikit masalah, kok.. Tidak apa-apa” pada mereka dan mereka tidak pernah menyinggung hal itu lagi. Mungkin karena mereka mendengar suaraku yang bergetar saat mengatakan itu. Apa boleh buat, kan? Aku selalu seperti itu jika ada yang menyinggung tentangnya dan bahkan hanya dengan melihat wajahnya dan mendengar suaranya.<br />
<br />
Dalam 2 bulan ini hatiku terasa semakin lama semakin berat dan rasanya aku seperti mayat hidup saja. Aku masih menjalankan aktivitas-aktivitas lamaku tapi dengan hati yang kosong. Bahkan para penindasku yang saaangat kucintai sudah tidak lagi menindasku karena kurangnya respond yang mereka inginkan.<br />
<br />
Suatu hari di pertengahan bulan September, aku pergi ke festival musim panas sendiri karena biasanya aku pergi bersama Sei dan kawan-kawan. Entah kenapa dia selalu putus dengan pacar-pacarnya sesaat sebelum festival musim panas. Aku menolak tawaran ibuku untuk menemaniku. Jadi, aku hanya berjalan mondar-mandir di tengah kerumunan orang dengan badan yang terasa berat dan lemas.<br />
<br />
Saat itu, aku bertemu mata dengan Sei. Seperti biasanya, aku langsung berbalik dan berjalan cepat kearah sebaliknya. Aku pikir dia juga akan bereaksi seperti biasa yaitu dengan membiarkanku pergi begitu saja. Tetapi kali ini tidak.. Aku mendengar dia meneriakkan namaku dan aku yakin dia berlari mengejarku.<br />
<br />
Aku mempercepat langkahku. Aku tidak bisa lari dengan memakai kimono kan? Dan walaupun dia memakai kimono juga, kimono laki-laki lebih praktis dan kakinya lebih panjang dariku. Maka dari itu aku dapat ditangkapnya tanpa perlu waktu yang lama.<br />
<br />
Ketika itu, sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, tiba-tiba seseorang memegang bahuku dan terdengar suara yang dikeluarkan dengan mike.<br />
<br />
“OKE!! SEKARANG KITA TELAH MENDAPATKAN PASANGAN LAGI.. AYO DATANG DAN DENGARKANLAH!!!” Kata suara itu dan aku ditarik mengikutinya.<br />
<br />
Aku bisa merasakan bahwa Sei ditarik disebelahku. Pasangan? Dia salah sangka.<br />
<br />
“BAIKLAH!! KALI INI KITA AKAN MEMINTA SANG WANITA MENYANYIKAN LAGU UNTUK ANDA DENGAN LAGU YANG DI REQUEST KEKASIHNYA!!”<br />
<br />
Suaranya yang keras itu membuatku tersadar. Ternyata tanpa kusadari, aku telah berada di atas panggung. Kepalaku terasa semakin berat dan aku mulai pening. Apalagi saat tanpa sengaja melihat wajah Sei walau hanya sesaat, hatikupun mulai terasa sakit.<br />
<br />
Aku mendengar Sei menjawab pertanyaan si MC saat ditanya lagu apa yang dia ingin dengarkan “Everytime you kiss me” Jawabnya.<br />
<br />
“APA LAGU INI SPECIAL UNTUK ANDA?”<br />
<br />
“Ini adalah lagu anime kesayangan kami berdua sewaktu kecil dan dia sering menyanyikannya untukku sejak dulu”<br />
<br />
“OOWH, SO SWEET!!” MC itu lalu datang kearahku “PACARMU INGIN KAMU MENYANYIKAN LAGU KENANGAN KALIAN.. APA KAMU SIAP?”<br />
<br />
Aku tercengang dan dengan cepatnya keadaan berubah. Karena aku tidak menjawab, dia dengan seenaknya membuatku menggenggam mike dan menghadap para penonton.<br />
<br />
Hatiku semakin terasa sakit.<br />
<br />
Musik mulai mengalun dan ternyata ada juga yang tahu lagu ini. Aku menatap Sei dengan hati yang sakit dan aku heran, kenapa aku melakukannya, ya? akupun mulai menyanyi.<br />
<br />
<br />
Every time you kissed me<br />
I trembled like a child<br />
Gathering the roses<br />
We sang for the hope<br />
Your very voice is in my heartbeat<br />
Sweeter than my dream<br />
We were there in everlasting bloom<br />
Roses die<br />
The secret is inside the pain<br />
<br />
‘Aah.. Gawat.. Air mataku mulai menggenang..’<br />
<br />
Winds are high up on the hill<br />
I cannot hear you<br />
Come and hold me close<br />
I’m shivering cold in the heart of rain<br />
Darkness falls, I’m calling for the dawn<br />
silver dishes for the memories for the days gone by<br />
singing for the promises<br />
tomorrow may bring<br />
I harbour all the old affection<br />
roses of the past<br />
darkness falls, and summer will be gone<br />
<br />
joys of the daylight<br />
shadows of the starlight<br />
everything was sweet by your side, my love<br />
ruby tears have come to me for your last words<br />
I’m here just singing my song of woe<br />
waiting for you, my love<br />
<br />
Kenangan-kenangan kami mulai membanjiri otakku..<br />
<br />
now let my happiness sing inside my dream……….<br />
everytime you kissed me<br />
my heart was in such pain<br />
gathering the roses<br />
we sang of the grief<br />
your very voice is in my heartbeat<br />
sweeter than despair<br />
we were there, in everlasting bloom<br />
<br />
Kepalaku semakin sakit..<br />
<br />
underneath the stars<br />
shaded by the flowers<br />
kiss me in the summer day gloom, my love<br />
you are all my pleasure, my hope and my song<br />
I will be here dreaming in the past<br />
untill you come<br />
untill we close our eyes<br />
<br />
Selesai.. Tidak ada tanggapan apa-apa.. Tidak ada suara apa-apa.. Sunyi.. Aku melihat kearah penonton.. Banyak yang menangis dan banyak yang hanya melongo padaku. Aku melihat kearah Sei.. Keheranan.<br />
<br />
Sei terpana melihatku.. Mulutnya terbuka “Mina..” Begitu katanya lalu terlihat menerawang.<br />
<br />
Aku tidak mengerti sementara suara MC terdengar keras, rupanya dia sudah sadar. “ SANGAT MENYENTUH!! SUARA YANG INDAH DIPADU DENGAN LIRIK YANG SEDIH MENGHASILKAN HARMONI YANG MENCENGANGKAN!! SAYA SAMPAI TERINGAT DENGAN NENEK SAYA YANG TELAH MENINGGAL! PENONTON?! LEPASLAH DARI KEBISUAN KALIAN DAN BERIKAN SORAK-SORAI YANG MERIAH UNTUK PASANGAN INI!!”<br />
<br />
Bagaikan tersadar dari mimpi, para penonton bersorak dan bersiul-siul kepada kami dan akhirnya aku tidak tahan lagi. Aku terjatuh dan kudengar: 1. Sei meneriakkan namaku dan suara langkah kakinya yang berlari kearahku, 2. Sorak-sorak penonton yang berubah menjadi teriakan kaget. Lalu, mataku perlahan-lahan menutup “Mina!!” Suara dan wajah Sei yang paling akhir kulihat dan kudengar sebelum aku kehilangan kesadaran.<br />
<br />
.........................................................................................................................................<br />
<br />
Gelap.. Aku takut.. Terasa ada tangan yang tak terlihat mendorongku kearah lubang besar yang menganga didepanku.. Tolong.. Siapa saja!! Tolong!! Aku takut!!!<br />
<br />
“Mina!” Terdengar suara Sei dari kejauhan. Aku menoleh ke belakang dan melihat Sei di tengah kegelapan sama sepertiku, mengulurkan tangannya sambil memanggil namaku berulang-ulang kali “Mina!! Mina!!” Begitu katanya.<br />
<br />
Aku berusaha melawan dorongan tangan tak terlihat itu.. Aku masih ingin hidup.. Aku ingin bersama dengan Sei.. Bagaimanapun keadaannya.. Tenaga yang keluar dari tangan itu terasa melemah dan akhirnya menghilang sama sekali. Apa aku masih diberi waktu?.<br />
<br />
Aku berlari kearahnya dan.. Cahaya tiba-tiba muncul dan menelanku dalam kehangatannya.<br />
<br />
.......................................................................................................................................<br />
<br />
Aku membuka mata secara tiba-tiba.. Melihat langit-langit ruangan yang berwarna putih bersih.. “Mina!! Dokter!! Dokter!! Dia sudah sadar! Mina sudah sadar!!” Suara Sei terdengar keras ditelingaku.. Satu hal yang pasti, suaranya terdengar sangat gembira.<br />
<br />
Setelah itu, seorang dokter muda berusia 25 tahunan datang didampingi oleh 2 orang suster yang jelas sekali jatuh cinta padanya. Tampaknya dia tipe orang yang popular.<br />
<br />
Tapi itu bukan urusanku. I am already fall in love with Sei, after all.<br />
<br />
Setelah dokter itu memeriksa dan pergi, Sei bercerita bahwa aku telah dalam keadaan koma selama 3 hari penuh dan mengatakan bahwa orang tuaku sedang beristirahat di rumah. Ini sudah tengah malam, dan dia menawarkan diri untuk menjagaku dan meminta mereka untuk beristirahat dengan baik di rumah.<br />
<br />
Setelah mengatakan hal-hal itu padaku, suasana hening sejenak.. Sampai akhirnya dia membuka mulut “ Aku minta maaf” Bisiknya.<br />
<br />
Aku menelan ludah “Minta maaf untuk apa?”<br />
<br />
“Untuk segalanya! Karena aku telah menyakiti hatimu dengan sengaja selama ini.. Karena aku telah mengatakan hal yang membuat hatimu sakit.. Dan.. Yang paling penting..” Aku menunggunya menyelesaikan kata-katanya “Karena aku.. Telah melupakanmu”<br />
<br />
Ah, tentu saja itu yang akan dia ucapkan. Kalau dipikir-pikir lagi, itu adalah hal yang sangat wajar “Tidak apa-apa kok. Apa boleh buat kan? Itu bukan salahmu.. Dan untuk hal yang lain seperti pacarmu, itu juga tidak masalah.. Kamu kan lupa sama sekali terhadapku.. Jadi wajar saja kalau kamu mencari tahu ekspresi-ekspresi dalam diriku yang kamu ketahui dulu” Jelasku panjang lebar berusaha tersenyum.. Tapi gagal.<br />
<br />
“Aku mencintaimu” Aku mendengarnya berkata seperti itu. Tapi.. Hah?! Aku hanya bisa menatapnya dalam diam dengan mata yang terbelalak dan mulut yang terbuka.<br />
<br />
“Tutup mulutmu” Katanya sambil meletakkan tangannya di mulutku.<br />
<br />
“Uh..Uhm..” Hanya itu yang dapat kukatakan.<br />
<br />
“Jujur saja, aku menyadarinya saat aku mendengar lagumu. Itulah alasan mengapa aku ingin membuatmu jujur terhadapku dan selalu mengajakmu kemanapun aku pergi.. Aku hanya ingin selalu bersamamu”Jelasnya<br />
<br />
Aku tidak dapat berkata apa-apa.. Rasanya ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.. Apa aku sudah mati? Apa aku sekarang berada di surga?<br />
<br />
Aku mencubit pipiku dan.. Sakit!! Berarti ini bukan mimpi! Ini bukan mimpi!! Kebahagiaan membuncah di dalam dadaku. Tubuhku tidak lagi terasa berat. Tubuhku malah terasa sangat ringan.<br />
<br />
Aku baru sadar.. Dia yang tidak ingat dengan aku yang dulu.. Tidak masalah.. Yang penting adalah dia mencintaiku.. Dia.. Hatinya.. Masih mengingat dan mencintaiku.. Bahkan saat kenangannya bersamaku hilang.. Kami masih dapat membuat kenangan-kenangan indah bersama-sama mulai sekarang.<br />
<br />
Sementara aku sedang mengagumi perubahan dalam diriku, dia berbicara lagi “Apa kamu tahu seberapa takutnya aku saat kamu jatuh pingsan? Rasanya seperti ada yang mengiris dan memotong-motong tubuhku. Apalagi ketika aku mengetahui bahwa penyebab kamu jatuh pingsan adalah karena tekanan mental yang terus bertumpuk dalam dirimu yang dengan kata lain adalah karena aku.. Coba kamu pikirkan bagaimana perasaanku yang saat itu memang sudah hancur ketika mendengar bahwa orang yang aku cintai terus-menerus menderita dan bahkan sampai tidak sadar selama 3 hari karena aku? Aku.. Aku benar-benar tidak sanggup jika harus kehilanganmu!!” Katanya penuh perasaan.<br />
<br />
Itu adalah ungkapan perasaan yang paling meresap ke dalam hatiku.. Tuhan, terima kasih karena telah membiarkanku hidup lebih lama lagi.. Aku sungguh-sungguh berterima kasih..<br />
<br />
Aku meletakkan kedua tanganku di kedua sisi wajahnya dan mengangkat wajahnya itu agar matanya bertatapan dengan mataku. Lalu aku tersenyum tulus dengan wajah yang penuh kebahagiaan.. Senyuman yang tak pernah kukeluarkan sejak dia melupakan aku.<br />
<br />
“Aku mencintaimu” Kataku lembut. Ia lalu memegang wajahku dengan lembut dan menciumku.<br />
<br />
“Aku pasti akan membahagiakanmu” Bisiknya ditelingaku.<br />
<br />
Aku tersenyum bahagia didalam pelukannya dan aku yakin, kami pasti akan berbahagia mulai saat ini. KARENA CINTA KAMI ADALAH CINTA YANG DIRESTUI TUHAN…<br />
<br />
END<br />
<br />
<span style="font-size: large;"><b>Story by : </b></span><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=457705&id=1780948855&ref=notif&notif_t=photo_reply#%21/profile.php?id=100000282466999&ref=ts"><span style="font-size: x-large;">Yunita P. Moniaga</span></a>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com25tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-63900499536814566832010-05-12T11:41:00.004+08:002010-07-23T22:23:49.008+08:00Cloudy Day<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Ketika itu cuaca sedang mendung. Tinggalah Rika seorang diri di dalam ruangan kelas yang sunyi dan terasa menyeramkan karena cuaca yang mulai tidak bersahabat. Dan sepertinya hujan akan segera turun membasahi kota. Rika segera membereskan isi tasnya, dan bersiap untuk pulang. Saat akan keluar kelas, dilihatnyalah seorang lelaki yang sangat tampan sedang berjalan melewati kelasnya. Arahnya, menuju gerbang sekolah. Itu berarti pria itu juga ingin segera meninggalkan sekolah yang semakin sepi. Rika tidak bisa melepaskan pandangannya dari pria itu. Inilah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah hari perjumpaan Rika dan pria itu, dia mencari tahu identitas pria itu. Akhirnya, dia mengetahui nama pria itu. Dio, siswa kelas tiga jurusan Sosial. Sekarang dia telah mengetahui identitas pria itu. Masalah selanjutnya adalah, Rika adalah gadis yang sangat pemalu! Dan, saat itu waktu yang tersisa untuk Rika adalah empat bulan. Karena kelas tiga akan mengikuti ujian akhir dan kemudian lulus dari sekolah itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Selama seminggu Rika hanya bisa memandang Dio dari kejauhan saja. Dia hanya bisa melihat Dio ketika pria itu lewat di depan kelasnya pada pagi hari saat akan masuk sekolah, siang hari ketika istirahat siang berlangsung, dan pada saat pulang. Karena telah mengetahui jadwal kemunculan Dio di depan kelasnya, Rika selalu menanti kedatangan Dio. Rika yang tadinya enggan berada di luar kelas, memberanikan diri berdiri di depan kelas hanya untuk melihat lelaki pujaannya itu. Walaupun demikian, Rika tidak pernah berani untuk sekedar menyapa pria itu. Karena itu, waktu yang dilewatinya hanya berlalu dengan memandangnya dari kejauhan saja.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Karena Rika selalu berada di luar kelas pada saat pagi hari maupun pada saat istirahat siang, teman-temannya mulai curiga. Setelah ditanyakan dan Rika menjawab bahwa dia sedang menyukai seseorang, teman-temannya kemudian berusaha untuk membantu Rika agar dia bisa berkenalan dengan Dio. Tapi Rika tidak pernah berani. Hingga pada suatu saat, terdengar kabar bahwa Dio juga ternyata sering memperhatikan Rika dari kejauhan ketika Rika tidak menyadarinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kabar itu dikatakan oleh seorang teman baik Rika yang selalu memergoki Dio ketika dia mencuri pandang kepada Rika. Rika tidak percaya dengan kabar itu karena Rika adalah orang yang pesimis. Dia selalu menyangkal kabar itu walaupun sebenarnya dia berharap kabar itu adalah benar. Tapi, jika memang benar mereka saling menyukai, tetap saja tidak akan ada yang berubah jika keduanya tidak pernah berani untuk mengutarakan perasaannya. Teman-teman Rika selalu setia menyemangati Rika dan memotivasi Rika agar dia menjadi anak yang berani.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Akhirnya, ujian akhir untuk siswa kelas tiga tinggal beberapa minggu lagi. Rika semakin hari semakin cemas. Karena, selama ini dia tidak pernah berani berkenalan atau setidaknya menyapa Dio. Sekarang, di saat yang sulit ini, di saat Dio akan segera pergi meninggalkan sekolah ini, Rika semakin takut dan bingung dengan apa yang harus dia lakukan agar bisa menjadi semakin dekat dengan orang yang dia sukai ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Seminggu lagi ujian akhir untuk siswa kelas tiga. Sehingga siswa kelas tiga semakin sibuk mempersiapkan ujian. Dan, selama seminggu ini kelas tiga melewati minggu tenang. Agar mereka bisa berkonsentrasi mengikuti ujian akhir. Rika semakin hari semakin mengurungkan niatnya untuk berkenalan dengan Dio. Dia takut, dirinya akan menjadi pengganggu untuk Dio yang akan melewati ujian akhir ini. Rika hanya bisa menangis dan menangis, dengan temannya yang selalu menemaninya disisinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Ujian akhir dan ujian sekolah telah selesai. Siswa kelas tiga sudah tidak perlu datang ke sekolah karena mereka sudah tidak perlu belajar lagi. Sekarang mereka sibuk mempersiapkan pendaftaran, tes masuk yang ada di perguruan-perguruan tinggi pilihan mereka. Kesempatan untuk bertemu dengan Dio sudah tidak mungkin ada lagi. Saat Rika semakin putus asa, tiba-tiba temannya memberitahu kepada Rika kalau ternyata Dio sedang berada di sekolah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dio saat itu sedang berdiri di tangga di sebelah kelas Rika. Apakah…. Ini menandakan bahwa Dio juga ingin berjumpa dengan dirinya? Tapi, bagaimana caranya untuk berkenalan dengannya? Ini adalah kesempatan terakhir. Berkali-kali Rika membulatkan hatinya untuk berkenalan dengan Dio. Berkali-kali pula rasa takut dan rasa malu membuatnya selalu mengurungkan niatnya untuk berkenalan dengan Dio. Hari itu berlalu seperti biasanya, dengan rasa penyesalan di hati Rika.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Saat ini, cuaca mendung, semendung hati Rika. Hari ini adalah hari dimana kelas tiga resmi mengakhiri masa belajarnya di SMA. Ya, hari ini adalah hari pengumuman kelulusan untuk para siswa kelas tiga. Saatnya bagi Rika untuk melupakan Dio.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tidak ada gunanya untuk terus menyesali keadaan-keadaan yang selama ini terjadi. Rika sudah tidak akan menangis lagi untuk seseorang yang bahkan dia tidak kenal. Hidup masih panjang, masih banyak yang harus dia lakukan. Dan masih banyak pula pria lain yang jauh lebih baik dari Dio.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Ketika cuaca mendung, mereka berjumpa…. Ketika cuaca mendung pula mereka dipisahkan…. Dan, tidak boleh lagi ada penyesalan di hati…. Semua yang telah berlalu, biarlah berlalu. sekarang kita hidup untuk menjalani hari esok dengan lebih baik. Kemarin adalah sejarah, hari ini adalah anugerah, dan hari esok adalah masa depan. Masa depan yang cerah, maupun masa depan yang kelam. Apapun yang kamu pilih, itulah yang akan menjadi masa depanmu…. Jadi, jalanilah hari ini dengan sebaiknya. Dengan pelajaran yang telah kamu peroleh dari hari kemarin. Tentukan pilihan yang terbaik. Dan jangan pernah menyesal dengan pilihan itu. Karena dibalik semua pilihan yang telah kamu pilih, pasti ada sesuatu yang besar yang sedang menanti.</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;">END<o:p></o:p></span></b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com26tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-51902390453138898212010-05-10T21:42:00.006+08:002011-10-20T23:54:41.664+08:00I Just Wanna Say 'I Love You'<link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a name='more'></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
“Hei. Apa kamu melihat Mandy? Dosen mencarinya.” Tanya seorang gadis kepada temannya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Kamu seperti tidak tahu dia saja. Dia ada di tempat biasa.” Jawab gadis yang lainnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di dalam perpustakaan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Mandy. Ternyata kamu disini.” Kata gadis yang tadi menanyakan keberadaan Mandy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Iya. Aku memang selalu disini, kan?” Jawab Mandy yang sedang asyik membaca sebuah buku yang sepertinya sudah lama berada di perpustakaan itu jika dilihat dari kertasnya yang sudah mulai menguning.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Iya, aku lupa. Hehe. Ngomong-ngomong, dosen mencarimu tadi. Dia ada di ruangannya.” Kata teman Mandy itu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh ya? Hmm…. Ada apa ya? Baiklah, aku akan segera kesana.” Jawab Mandy sambil mengembalikan buku yang dibacanya tadi ke tempatnya semula.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di sisi lain, di dalam perpustakaan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Billy, sudah saatnya kita kembali. Ayo.” Kata seorang pria kepada Billy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Billy yang sepertinya sedang mengerjakan tugasnya membalasnya dengan senyuman. Billy memasukkan buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas dan mereka berjalan bersama keluar dari perpustakaan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Perpustakaan yang ada di dalam kampus itu adalah perpustakaan terbesar di wilayahnya. Tidak heran jika ada dua orang yang tidak saling mengenal satu sama lain walaupun mereka selalu berada di dalam perpustakaan itu setiap hari. Hal itu pula yang dialami oleh Billy dan Mandy. Dua orang mahasiswa yang tidak mengenal satu sama lain.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Suatu hari, saat sedang asyik membaca Billy dihampiri oleh seorang gadis yang tidak mendapat tempat di dalam perpustakaan itu. Hari itu adalah hari Senin. Hari dimana warga kampus sedang sibuk mencari-cari bahan untuk tugas mereka. Itu adalah hari dengan pengunjung terbanyak dalam seminggu perpustakaan itu beroperasi. Gadis yang menghampiri Billy adalah Mandy. Karena sedang mengurus berbagai hal, dia terlambat pergi ke perpustakaan. Akibatnya, tempat favoritnya sudah ditempati oleh mahasiswa yang lain.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mandy meminta izin kepada Billy untuk duduk di sebelahnya karena hanya tempat itulah yang sedang kosong sekarang. Billy hanya tersenyum dan kembali membaca buku yang tengah dibacanya. Di dalam hatinya, Mandy berpikir kalau pria ini adalah orang yang sombong dan tidak sopan. Tapi dia tidak mempedulikannya. Dia segera duduk dan membaca buku yang telah dia ambil dari salah satu rak buku yang ada di perpustakaan itu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Setelah hari itu, mereka menjadi sering tersenyum satu sama lain jika bertemu di dalam perpustakaan. Walaupun tidak pernah bicara satu sama lain, tapi mereka menikmati waktu yang mereka habiskan bersama di dalam perpustakaan untuk membaca buku. Sebenarnya, Mandy sangat penasaran dengan Billy. Pria yang tampan dan pendiam terkesan misterius. Tapi, karena dia berpikir kalau Billy adalah orang yang sombong jadi dia tidak mengajaknya bicara.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sejak saat itu, setiap teman Mandy menjemputnya di perpustakaan dia selalu melihat Mandy duduk bersama Billy. Karena rasa ingin tahunya besar, temannya segera menanyakan mengapa Mandy sering duduk bersama Billy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Mandy, sepertinya akhir-akhir ini aku melihat kamu sering duduk bersama dengan Billy.” Kata temannya kepada Mandy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Billy? Billy siapa?” Tanya Mandy kepada temannya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Lho? Kamu tidak tahu? Yang sering duduk bersamamu itu adalah Billy. Mahasiswa yang mendapat beasiswa dan melanjutkan kuliah di kampus ini.” Jawab temannya kepada Mandy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh…. Jadi namanya adalah Billy. Aku baru tahu.” Kata Mandy. Dia melanjutkan, “Billy itu sepertinya orang yang sombong ya. Tidak pernah mau berbicara padaku.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Bukan. Dia sama sekali bukan orang yang sombong. Malah sebenarnya dia adalah orang yang sangat ramah.” Kata teman Mandy menerangkan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Tapi, jika bersamaku dia tidak mau bicara. Apakah aku pernah berbuat salah padanya? Kurasa tidak. Tahu namanya saja baru sekarang.” Kata Mandy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Ya. Dia seperti itu bukan hanya padamu saja. Dia seperti itu kepada kita semua.” Kata teman Mandy. Dia melanjutkan, “Dia seperti itu karena dia adalah seorang yang bisu.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mandy terkejut mendengar hal itu. Jadi…. Selama ini Mandy berpikir bahwa Billy adalah orang yang sombong itu salah. Bukan tidak ingin bicara, tapi tidak bisa bicara. Akhirnya Mandy mengerti. Mengapa selama ini Billy hanya tersenyum setiap kali ada yang mengajaknya bicara.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mandy segera mencari informasi tentang Billy. Ternyata, tidak sulit baginya untuk mendapatkan informasi tentang Billy. Karena, semua tahu Billy adalah satu-satunya mahasiswa yang cacat dan juga seorang yatim piatu. Tidak seperti yang lainnya. Karena memang, pada dasarnya kampus tempat mereka menimba ilmu itu adalah kampus swasta yang diperuntukkan untuk orang-orang yang normal. Terkecuali untuk Billy, anak jenius yang memiliki kecerdasan jauh diatas rata-rata. Karena itu, walaupun dia memiliki kekurangan, dia tetap diterima dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Dia membuktikan, bahwa dia mampu. Dia mampu belajar seperti anak-anak lain yang normal. Bahkan, dia melakukannya jauh lebih baik dari mereka.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Karena ingin berteman dengan Billy, Mandy mencoba untuk belajar bahasa isyarat. Setelah dia mencobanya, ternyata tidak semudah yang dia bayangkan. Sungguh sulit bahasa isyarat yang dia pelajari. Karena kesulitan belajar sendiri, dia berpikir untuk meminta pertolongan Billy untuk mengajarinya. Dia menggunakan kesempatan ini untuk berteman dengan Billy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Seperti biasa, Billy sedang asyik membaca di tempat yang seolah hanya miliknya seorang. Tidak pernah Mandy melihat orang lain menempati tempat itu. Atau karena Billy tidak pernah beranjak dari tempat itu. Mandy memberanikan diri menyapa Billy dan dibalas dengan senyuman, seperti biasanya. Tapi kali ini, Mandy tidak berpikir kalau Billy adalah seorang yang sombong. Karena dia sudah tahu yang sebenarnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mandy mencoba mengajaknya berbicara. Dengan buku tulis yang telah dia persiapkan khusus untuk mengobrol dengan Billy. Ya, Mandy mencoba berbicara dengan Billy melalui tulisan. Dan ternyata Billy merespon Mandy dengan baik. Mereka bercakap-cakap lewat tulisan. Setiap hari, buku itu semakin penuh dengan tulisan mereka berdua. Mandy meminta Billy mengajarinya bahasa isyarat, dan Billy mengajarinya sedikit demi sedikit. Mereka melewati hari-hari mereka dengan kebahagiaan. Mereka selalu menantikan pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya. ‘Terasa seperti janji kencan saja.’ Pikir mereka.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Seperti hari-hari yang lalu. Billy menanti kedatangan Mandy sambil membawakan sebuah buku tentang bahasa isyarat yang dia dapatkan dengan menggunakan sebagian tabungannya. Padahal, tabungannya itu adalah satu-satunya yang dia miliki. Untuk mencapai cita-citanya, tentu saja dia harus berjuang lebih keras daripada orang lain. Ditambah dengan statusnya sebagai yatim piatu. Semua beasiswa yang telah dia peroleh selama ini, selalu dia berikan untuk pembangunan panti asuhan yang telah merawatnya sejak kecil hingga saat ini. Karena panti asuhan itu bukanlah panti asuhan yang besar dan bagus. Tapi itu adalah panti asuhan yang kecil dan sederhana. Karenanya, Billy menggunakan uang yang didapat dari beasiswa itu untuk melunasi hutang-hutang yang dimiliki oleh panti asuhan tempatnya berada.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Billy terus menanti kedatangan Mandy. Tiga puluh menit berlalu, Mandy tidak kunjung datang. Padahal, saat itu waktu menunjukkan pukul dua siang. Waktu saat mereka bertemu. Karena Mandy tidak kunjung datang, Billy segera keluar dan mencari Mandy. Ketika sedang berlari-lari menelusuri koridor kampus, Billy bertemu dengan teman yang biasanya selalu bersama dengan Mandy. Kemudian Billy bertanya kepadanya tentang keberadaan Mandy. Kebetulan teman Mandy ini sedikit mengerti dengan bahasa isyarat. Dan, teman Mandy mengatakan sesuatu yang tidak pernah Billy pikirkan sebelumnya. Mandy sedang berada di rumah sakit.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Akhirnya, Billy mengetahui keadaan Mandy setelah diceritakan oleh teman Mandy tersebut. Sejak kecil Mandy menderita penyakit jantung. Jantungnya lemah, tidak seperti orang-orang pada umumnya. Karena itulah, Mandy tidak boleh melakukan aktivitas yang terlalu berat karena jantungnya tidak akan kuat menerima beban-beban itu. Dan karena itu juga Mandy jadi lebih suka pergi ke perpustakaan untuk membaca. Terlebih dengan adanya Billy yang menemaninya disana. Itu membuatnya semakin bersemangat pergi ke perpustakaan. Dan, karena itu pula Mandy memaksakan diri berlatih bahasa isyarat di rumahnya hingga larut malam.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tibalah Billy di RS X tempat Mandy dirawat. Karena terlalu terburu-buru, Billy lupa menanyakan kamar tempat Mandy dirawat. Untuk bertanya kepada orang yang berada di resepsionis pun dia tidak bisa. Karena petugas resepsionis itu tidak mengerti bahasa isyarat yang Billy gunakan. Untuk menulis nama Mandy pun dia tidak tahu nama lengkap Mandy. Akhirnya dia melihat di buku daftar pasien dan menemukan pasien yang bernama depan Mandy sebanyak lima orang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Billy mencari kamar pasien bernama Mandy itu satu persatu. Orang-orang yang berada di rumah sakit itu melihat dia yang begitu giat mencari kamar gadis bernama Mandy. Karena, kamar-kamar tempat para Mandy itu dirawat tidak di dalam satu lantai yang sama. Kelima Mandy itu masing-masing dirawat di dalam kamar di tiap-tiap lantai yang berbeda-beda. Sehingga, Billy harus naik dan turun kembali untuk memastikan dia tidak salah mengenali Mandy. Setelah mencari kelima kamar para Mandy tersebut, dia tidak menemukan Mandy yang dia cari.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Billy yang sudah kelelahan mulai berpikir untuk kembali. “Mungkin dia ada di rumah sakit lainnya.” Pikirnya di dalam hati. Dia sudah berniat untuk pergi. Namun, ketika dia menoleh ke arah ruang ICU di melihat seorang gadis yang dia cari sejak tadi. Dia melihat Mandy yang sedang terbaring lemah disana.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Akhirnya aku menemukanmu, Mandy.” Kata Billy di dalam hatinya. Dengan segera Billy meminta izin kepada keluarga Mandy dengan gerakan tubuh. Untunglah keluarga Mandy mengerti dan mereka sudah mengenal Billy karena Mandy selalu menceritakan tentang Billy kepada keluarganya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di dalam ruangan itu, Billy melihat begitu banyak alat-alat bantu dipasangkan pada tubuh Mandy. Alat-alat itu dipasangkan untuk berjaga-jaga. Agar jangan sampai detak jantung Mandy berhenti dengan tiba-tiba.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dengan susah payah, Mandy berusaha tersenyum dan mencoba untuk mengambil buku tulis yang biasa dia gunakan untuk berbicara dengan Billy di meja yang ada di dekat tempatnya berbaring. Mandy menulis sesuatu di buku itu, dia berkata “Terima kasih untuk segalanya.” Dan Billy segera membalasnya, “Jangan berkata seperti itu, Mandy! Jangan putus asa! Berjuanglah!”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mandy hanya tersenyum. Dan tidak lama kemudian, kondisi Mandy menjadi kritis. Dia hilang kesadaran. Billy diminta untuk keluar dari kamar itu. Dokter segera menggunakan alat kejut jantung agar jantung Mandy kembali berdetak. Tapi Mandy tetap tidak sadarkan diri.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Hampir satu bulan Mandy tidak sadarkan diri. Ketika dia telah kembali sadar, dia mencari Billy. Dia bertanya kepada keluarganya dimana Billy berada. Tapi, keluarganya menjawab kalau Billy sudah tidak akan bisa bertemu dengan Mandy lagi. Karena Billy telah memberikan jantungnya yang sehat kepada Mandy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Beberapa waktu telah dilewati Mandy untuk memulihkan kesehatannya. Akhirnya dokter memperbolehkan Mandy untuk kembali ke rumahnya karena dia telah pulih sepenuhnya. Dengan semangat Mandy membereskan barang-barang bawaannya agar segera dibawa pulang ke rumahnya. Pada saat dia sedang membereskan barang-barangnya, dia melihat buku tulis yang dia gunakan untuk berbicara dengan Billy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Ketika Mandy membuka-buka buku itu dan membaca kembali apa saja yang telah dia tulis bersama dengan Billy. Airmatanya mengalir ketika dia mengingat masa-masa yang indah itu tidak akan terulang lagi. Saat dia membuka lembaran terakhir, airmatanya mengalir dengan sangat deras. Karena, dia melihat tulisan tangan Billy yang terakhir kalinya sebelum Billy memberikan jantungnya kepada Mandy.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di dalam buku itu, Billy menulis demikian,</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><i>“Mandy, aku merasakan kebahagiaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya sejak aku berjumpa denganmu. Kau membuat hari-hariku menjadi indah. Kau mengajarkan kepadaku bagaimana rasanya mencintai. Kau membuat hariku yang selama ini hidup di dalam kesendirian menjadi cerah. Aku jatuh cinta kepadamu. Namun, aku takut. Hatiku selalu dipenuhi perasaan takut karena mencintaimu. Kau tahu, bahwa aku bukanlah lelaki yang sempurna. Aku tidak seperti lelaki lainnya. Aku cacat. Aku takut tidak bisa membahagiakanmu. Akupun takut jika kelak, aku menjadi beban untuk dirimu karena keadaanku yang seperti ini. Hal itu yang selalu membuatku mengurungkan niatku untuk mengatakan betapa aku mencintaimu. Tapi sekarang, kupikir inilah saat yang tepat untuk membuktikan betapa aku mencintaimu. Aku tidak bisa memberikan apapun untuk menolongmu…. Selain jantungku yang masih bisa berdetak dengan baik ini…. Kau masih bisa melanjutkan hidupmu. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya. For me you are my everything, Mandy. And, because you are my everything, I give you everything. For the last time, I just wanna say ‘I love You’.”<o:p></o:p></i></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mandy tidak kuasa menahan tangisnya yang semakin keras. Mandy memutuskan untuk meneruskan hidup dengan hidup yang telah diberikan oleh Billy untuknya. Mandy kemudian menutup buku itu dan menyimpan kenangan-kenangan bersama dengan Billy di hatinya, selamanya….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">For you…. Pernahkan kau mengucap syukur untuk hidupmu? Pernahkah kau mengucap syukur untuk kesehatan, fisik yang sempurna dan segalanya yang ada pada dirimu? Sekali saja…. Hanya sekali, ucapan syukur yang penuh dengan ketulusan dari hatimu yang terdalam. Jika belum, ucapkanlah syukur…. Dan kau akan merasakan perubahan yang sangat besar di dalam hidupmu.</div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-22212461358617193632010-04-30T15:56:00.002+08:002011-10-20T23:56:01.306+08:00My Baby<link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><b><u><span style="font-size: 14pt;">Prolog<o:p></o:p></span></u></b></span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Benarkah…. Benarkah apa yang dokter katakan barusan?” Kata Grace yang terkejut mendengarnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Benar sekali. Dan usia kandunganmu telah mencapai 8 minggu.” Kata dokter, menjawab dengan tenang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Tidak…. Ini tidak mungkin…. Bagaimana…. Bagaimana aku harus mengatakannya kepada ibuku tentang hal ini?” Sambil menangis, dia berbicara dan berpikir apa yang harus dia lakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Bagaimana, jika kau menggugurkan kandunganmu?” Tanya sang dokter kepada Grace.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Maksud dokter…. Aborsi?!” Grace terkejut mendengar hal itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Ya. Jika dilihat dari usiamu yang masih begitu muda, sangat sulit bagimu untuk melahirkan seorang bayi. Dan, janin di dalam kandunganmu sangatlah lemah.” Kata dokter menjelaskan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"> Grace hanya bisa menangis dan menangis. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Grace adalah seorang siswi kelas 2 SMA. Pada saat dia berusia 4 tahun, kedua orangtuanya bercerai. Sehingga dia diputuskan untuk tinggal bersama dengan ibunya. Berbeda dengan kehidupan anak-anak yang hidup di dalam keluarga ‘broken home’ lainnya. Selama 12 tahun dia hidup bersama ibunya, dia tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik, baik, pandai, dan disukai semua orang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah bercerai, ibunya bekerja sebagai penjual kue keliling. Sulit memang untuk menghidupi dirinya dan Grace, anaknya dengan hanya menjual kue yang dititipkan di tiap warung dan rumah makan kecil yang telah menjadi langganannya. Keluarga yang sudah tidak lengkap dan hidup yang pas-pasan, tidak membuat Grace menjadi anak yang pemalas. Dia bisa membuktikan kalau dirinya juga bisa menjadi yang terbaik dalam hal prestasi di sekolah. Dan itu tidak membuatnya menjadi anak yang sombong.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dia juga harus bekerja. Tidak cukup jika dia hanya mengandalkan penghasilan ibunya saja. Karena itu, dia bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah café. Dengan kesibukannya sehari-hari, dia harus mengorbankan waktu bermainnya bersama teman-teman. Menjadi seorang anak yang pandai dan berprestasi di sekolah, membuatnya memiliki banyak saingan. Ditambah lagi dengan parasnya yang elok. Banyak gadis-gadis yang tidak senang padanya memfitnah kalau dia bekerja sebagai wanita penghibur yang biasa ada di bar-bar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Ketika dia sedang bekerja, dia bertemu dengan seorang pelanggan yang ramah dan baik hati. Setiap malam, orang itu selalu datang di café hanya untuk bertemu dengan Grace. Nama orang itu adalah Bruno. Seorang eksekutif muda yang berusia 24 tahun. Bruno seringkali mengajak Grace untuk berjalan-jalan dan bertemu diluar jam kerjanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah sekian lama mereka bertemu dan berjalan bersama, Bruno mengajak Grace ke apartemen tempat tinggalnya. Saat tiba di apartemen, Bruno mengajak Grace ke kamarnya. Dan disana, dan saat itulah, kesucian Grace dirampas. Grace tidak ingin, bahkan tidak pernah berpikir kalau Bruno tega melakukan hal ini padanya. Sejak saat itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Lebih tepatnya, Grace menolak untuk bertemu dengan Bruno lagi. Dia takut. Sangat takut. Dia tidak berani menceritakan hal ini kepada ibunya. Dia menutup rapat-rapat hatinya. Dia tidak lagi menjadi seorang gadis yang ceria. Dia menjadi sangat tertutup.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Delapan minggu setelah kejadian itu, Grace mulai merasakan dirinya menjadi sangat lemah. Rasa mual, tidak enak badan selalu dia alami. Akhirnya, dia memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Dan, apa hasil dari pemeriksaan itu? Apakah dia sakit parah? Ataukah hanya karena dia terlalu giat bekerja sehingga tubuhnya menjadi kelelahan? Jawabannya adalah tidak.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Semua itu dikarenakan dirinya yang tengah mengandung. Ya, dia mengandung anak dari lelaki yang telah menghancurkan masa depannya. Dia sangat terkejut. Entah apa yang harus dia lakukan. Dokter menyarankan agar Grace menggugurkan kandungannya. Selain karena usianya yang masih muda, janin di dalam kandungannya juga sangat lemah. Sekarang, dia semakin merasa berdosa. Apakah dia harus menggugurkan kandungannya? Apakah ibunya harus tahu masalah ini? Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam kepalanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Akhirnya, keputusan pertama Grace adalah menceritakan segalanya kepada ibunya. Ketika Grace menceritakan semua hal yang telah dia alami, ibunya menangis. Menangis karena anaknya telah disakiti oleh lelaki yang tidak bertanggung jawab. Menangis karena anaknya harus menghadapi semua masalah ini sendirian. Dan menangis karena ibunya merasa, dialah yang paling bersalah. Mengapa selama ini dia tidak memberikan perhatian yang layak untuk putrinya? Dia hanya berusaha mencari, dan mencari nafkah. Kini, dia hanya bisa menguatkan putrinya. Dan memberikan semua keputusan kepada Grace. Gracelah yang harus menentukan jalan hidupnya. Apa yang harus dilakukannya ke depan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kemudian Grace pergi ke apartemen Bruno. Orang yang dianggapnya paling bertanggung jawab dengan bayi yang ada di dalam kandungannya ini. Setelah tiba di apartemen Bruno dan Grace menceritakan segalanya. Grace ingin Bruno bersikap dewasa untuk masalah ini. Grace ingin Bruno bertanggung jawab untuk anak yang ada di dalam kandungannya. Agar anak ini tidak menjadi anak yang hanya memiliki satu orangtua, seperti dirinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tapi ternyata Bruno tidak mau bertanggung jawab. Alasannya, karena dia telah memiliki istri dan seorang putra yang belum genap berusia 1 tahun. Terkejut dengan pengakuan Bruno. Grace merasa selama ini dirinya telah ditipu. Ditambah dengan pernyataan Bruno yang berkata kalau selama ini, dia hanya memanfaatkan Grace untuk menemani dirinya selama dia ditugaskan di kota tempat dia bekerja saat ini. Mendengar hal itu, Grace memutuskan untuk tidak akan bertemu dengan Bruno lagi. Selamanya!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Akhirnya, tibalah saatnya Grace untuk memberikan keputusannya kepada dokter. Apakah dia akan menggugurkan kandungannya. Atau dia harus rela mengorbankan nyawanya hanya untuk melahirkan anak yang tidak pernah dia harapkan sebelum itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dan Grace memutuskan untuk tidak menggugurkan kandungannya. Dia berpikir, bagaimana bisa dirinya membunuh darah dagingnya sendiri? Bagaimana bisa dia membunuh seorang bayi mungil yang sama sekali tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa itu? Karena itu, Grace, dengan ketulusan hati bersedia untuk melahirkan anak itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dokter tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena itu adalah keputusan Grace. Akhirnya dokter menyuruh Grace untuk menandatangani surat perjanjian. Dokter tidak mau bertanggung jawab dengan masalah yang akan terjadi selanjutnya. Karena dokter sudah memperingatkan Grace sebelumnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sekarang, sudah 8 bulan usia kehamilan Grace. Siapa sangka dirinya akan mengalami kecelakaan yang membuat dirinya dan bayinya harus menghadapi saat-saat terberat. Hal itu dikarenakan Grace yang terjatuh saat berada di dalam toilet. Untunglah, ibunya segera menemukannya dan langsung membawanya ke rumah sakit. Di rumah sakit, dia terpaksa harus dioperasi. Karena pendarahan sudah terjadi dan dikhawatirkan ibu dan bayi akan meninggal. Akhirnya, lahirlah seorang putri yang selalu dinanti oleh Grace selama 8 bulan yang telah dia lewati dengan penuh perjuangan. Walaupun kondisi bayi itu pada saat dilahirkan dalam keadaan yang sangat lemah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">5 tahun telah berlalu sejak kelahiran Serene, putri satu-satunya Grace. Serene tumbuh menjadi anak yang manis dan pandai. Hanya saja, dia menjadi anak yang pendiam. Mungkin karena tubuhnya yang lemah. Tapi Grace dan ibunya tidak pernah menyerah dan tidak pernah lelah untuk merawat dan mengasuh Serene menjadi anak yang baik.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Suatu hari, ketika Grace sedang berjalan di taman bersama dengan Serene, Serene menanyakan sesuatu yang tidak pernah ditanyakannya pada ibunya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Mama, Serene ingin menanyakan sesuatu. Tapi mama jangan marah sama Serene ya.” Pinta Serene dengan wajah memohon yang membuat orang tidak bisa menolaknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Iya. Serene tanya saja. Mama tidak akan marah kok.” Jawab Grace dengan lembut.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Ma, papanya Serene itu siapa? Teman-teman Serene punya papa. Kok Serene tidak punya papa?” Tanya Serene dengan polosnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Grace terdiam sebentar. Hampir saja airmatanya mengalir, jika dia tidak kuat menahannya. Tapi dia tidak ingin Serene khawatir. Jadi, dia menjawab pertanyaan Serene.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Serene tersayang, Serene anggap saja mama ini papa sekaligus mama Serene. Dan, kalau teman Serene mengejek Serene, tidak perlu takut. Jadilah anak yang kuat. Karena mama selalu ada untuk Serene.” Jawab Grace dengan penuh kelembutan. Dan kemudian berjalan pulang sambil bergandengan tangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Ibu…. Apa arti seorang ibu bagimu? Apakah hanya sekedar seseorang yang selalu merawatmu sejak kamu ada di dalam kandungan? Atau hanya seseorang yang bisa kamu jadikan pesuruh? Untuk membuatkan sarapan untukmu? Untuk menjahitkan pakaianmu yang telah rusak? Jawabannya adalah tidak!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Seorang ibu lebih dari sekedar orang yang selalu merawatmu sejak kamu masih didalam kandungannya. Lebih dari seorang pesuruh. Ibu adalah segalanya. Apakah kamu mau menunggu datangnya ‘Hari Ibu’ yang hanya ada sehari dalam setahun untuk menyatakan betapa kamu mencintai ibumu? Betapa peranan ibu begitu besar untuk hidupmu? Jawabannya tidak!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Katakanlah kepada ibumu betapa kamu menyayanginya. Bukan hanya dalam kata-kata. Tetapi juga tunjukkan di dalam perbuatanmu. Jadilah anak yang baik. Anak yang dengar-dengaran terhadap nasihat-nasihat ibumu. Jangan mendukakan hatinya. Jangan lagi membuatnya merasakan penderitaan setiap hari hanya karena keegoisanmu saja.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sayangilah ibumu, dan hargailah setiap apa yang telah dia lakukan untukmu. Ingat! Kamu bukanlah siapa-siapa tanpa kehadiran seorang ibu di dalam hidupmu.</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;">END<o:p></o:p></span></b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-72667027323795027712010-04-29T15:33:00.008+08:002010-07-22T23:37:48.991+08:00Story by Reader : My Love<a name='more'></a><br />
<br />
Tanggal 1 Desember 2004,aku berulang tahun yang ke-16..tidak ada yang lain dari hari2 sebelumnya.Aku bangun pukul 05.00 dan belajar sambil menunggu sarapan.<br />
<br />
Aku dari keluarga kaya dan terpandang dan itu berarti aku bahkan memiliki segalanya.Pakaian yang indah dan mahal,makanan mewah,bahkan pelayan pribadi.Tetapi sejujurnya,itu tidak membuatku bahagia.Karena apa,kau bilang?alasannya mudah saja..karena orang tuaku yang selalu bertengkar.tidak hanya itu,tidak jarang aku menjadi sasaran pelampiasan kemarahan mereka saat kecil.Aku menutup hati dan emosiku sejak umurku masih 4 tahun.Saat itu aku hanyalah seorang anak kecil yang terluka parah secara fisik maupun mental.<br />
<br />
Di ulang tahunku yang ke-16 ini,aku telah tumbuh menjadi sosok perempuan yang kata orang2 sempurna.Aku tidak peduli,sih.Itu hanyalah bagian dari sandiwara yang ku lakoni sejak aku berumur 4 tahun.<br />
<br />
Setelah kurang-lebih 1 jam belajar,aku dipanggil kebawah dan aku melihat paman yang sangat menyayangi dan memanjakanku sedang duduk disamping ayahku yang sudah tidak pernah memukulku lagi dan disisi satunya duduk seorang lelaki.<br />
<br />
Aku memulai sandiwaraku,<br />
<br />
Aku : Selamat pagi..Wah,paman datang..Halo paman (menuruni tangga dan tersenyum)<br />
<br />
Paman : Aku tidak mungkin lupa ulang tahun dari keponakanku yang tercinta,kan? (tertawa dan mengambil sesuatu dari kantongnya) hadiah untukmu<br />
<br />
Aku : (membuka kotak kecil itu dan melihat sepasang anting berbentuk mawar biru) Paman..indah sekali!!terima kasih<br />
<br />
Paman : Mawar biru melambangkan harapan.Cocok untukmu yang diharapkan dan disayangi oleh banyak orang<br />
<br />
Aku : (tersenyum) ... (dalam hati) Begitukah?Jika mereka tahu diriku yang sebenarnya,masihkah mereka menyayangi dan mengharapkanku?<br />
<br />
Paman : Ah,dan satu lagi.. Rei! Kemari..<br />
<br />
Lelaki yang semenjak tadi duduk diam dan mengamati kami berjalan menghampiri kami dan berhenti di samping paman dan tersenyum malu2.<br />
<br />
Rei : Hai,namaku Nishikawa Rei.Senang berkenalan denganmu<br />
<br />
Aku : Uhm,ya.Aku Yoshimori Juuri (tersenyum dan menjabat tangannya)<br />
<br />
Paman : Bagus..sekarang duduklah dulu.Kita bicarakan ini setelah sarapan saja<br />
<br />
Dan kami duduk kemudian menyantap sarapan ala barat.Sehabis makan,kami pindah ke ruang tamu.<br />
<br />
Ayah : Kita langsung ke pokoknya Juuri.Aku akan menjodohkanmu dengan Rei<br />
<br />
Aku : Huh?<br />
<br />
Paman : Hei..Hei..Jangan langsung begitu dong..Dia jadi bingung,kan? (berbalik melihatku) Begini,jujur saja,Rei jatuh cinta pada pandangan pertama padamu saat menghadiri pesta ulang tahunmu yang ke-12 dulu (tertawa)<br />
<br />
Rei : Ayah!! (melihat kearahku)eeh,itu..uhm,, (tidak bisa menemukan kata2 yang tepat)<br />
<br />
Aku : (dalam hati)manis juga..Wajah dan kepribadiannya juga bagus..dan yang terpenting,dia bisa kugunakan.”Aku mau”<br />
<br />
Rei : Huh?A..Apa katamu?<br />
<br />
Aku : (tersenyum manis) Aku mau bertunangan denganmu<br />
<br />
Paman : Benarkah,Juuri?Kami tidak ingin memaksamu.Jika kamu tidak mau juga tidak apa2<br />
<br />
Aku : Aku..(Memerah,hanya akting tentunya,akting yang sempurna)..menyukainya<br />
<br />
Ayah : Bagus kalau begitu..Kita akan mengadakan pesta pertunangan kalian seminggu lagi<br />
<br />
Paman : Apa tidak terlalu cepat?Anakku memang sudah berumur 18 tapi Juuri baru saja berulang tahun yang ke-16<br />
<br />
Ayah : Tidak apa2,ini hanyalah pertunangan..Pernikahan mereka akan diadakan setelah Juuri menyelesaikan studinya (menoleh kearahku) antar Rei berkeliling di halaman dan bercakap-cakaplah..Kalian harus segera mengenal satu sama lain<br />
<br />
Aku : Baik,ayah...<br />
<br />
Lalu kami berkeliling rumah dan aku menerangkan berbagai barang2 seni yang kami lalui.Tetapi aku merasa tidak enak dengan wajahnya yang sekarang terlihat berpikir keras dan tidak suka.Tetapi aku berpura-pura tidak menyadarinya.<br />
<br />
Seminggu setelah itu kami bertunangan.Pertunangan kami disambut baik oleh relasi2 ayah dan paman dan dia selalu memasang wajah tidak suka itu setiap kali melihatku.Setelah itu,kami sering kencan ke berbagai tempat.Tentu saja aku tidak pernah merasa suka dengan hal2 itu,tapi karena aku tidak benci hal2 itu,jadi aku ikut saja.Dan dia terus saja memasang wajah itu.<br />
<br />
Suatu hari,kami pergi berlibur ke London sebagai peringatan tepat 1 tahun hubungan kami dan aku sudah berumur 17 tahun.Karena kami bersama tepat pada hari ulang tahunku 1 Desember,Liburan ini sekalian sebagai perayaan hari ulang tahunku dan perayaan kedewasaanku singkatnya sweet-seventeen.Dan lagi2 dia memasang ekspresi itu diwajahnya.Apa dia tidak bosan2 memasang wajah itu setiap kali melihatku?Aku tak habis pikir.<br />
<br />
Hari pertama,kami pergi ski di resort dekat situ dan diluar dugaan dia pandai ber-ski.<br />
<br />
Hari kedua,kami pergi makan malam di restoran kelas 1 di kota.<br />
<br />
Kegiatan yang kami lakukan hari2 itu berbeda.Hanya ada 1 kesamaan,yaitu bahwa dia teruuus saja memasang wajah itu.Aku menjadi sebal melihat wajahnya apalagi aku tidak tahu alasan mengapa dia terus memasangnya.Aku kaget mengetahui hal itu..Bahwa aku bisa merasa kesal pada orang dan bahwa perasaan pertama yang menyentuhku setelah 13 tahun lamanya adalah kesal.<br />
<br />
Dihari ketiga,saat kami sedang beistirahat setelah mencoba berbagai wahana di taman bermain disana sambil menyantap es krim.Dan dia tetaaaap saja memasang wajah itu.Kenapa ya,dia tidak bosan2nya memasang wajah itu?Aku saja sudah bosan mengingat dan membicarakan hal ini terus.Karena sudah tidak tahan,aku akhirnya menumpahkan kekesalanku.<br />
<br />
Aku : (Berdiri) sebenarnya apa yang kamu inginkan,hah?!<br />
<br />
Rei : ??? (terlihat kaget)<br />
<br />
Aku : Kenapa diam saja?!Aku tanya sebenarnya apa maumu?!selalu saja memasang wajah itu setiap kali melihatku!!Apa kamu pikir aku suka melihat wajahmu?!!<br />
<br />
Aku menumpahkan semua kekesalanku tanpa menahan-nahan lagi.Karena aku sudah lama sekali tidak membiarkan emosi menyentuhku,aku jadi kurang bisa mengendalikannya saat dia lepas kendali seperti ini.Tetapi,apa yang dia lakukan?Apa yang terpasang di wajahnya?Dia tertawa!Dia tertawa seperti orang gila dengan wajah yang penuh kebahagiaan.Aku tidak mengerti…<br />
<br />
Aku : Apa yang kau tertawakan? (dengan ketus)<br />
<br />
Rei : Tidak…Ti..Dak..apphhh..hahahahahahahaha…<br />
<br />
Aku malu.Aku merasa dipermainkan dan apalagi ini di tempat umum.Aku bisa merasakan tatapan2 ditujukan pada kami.Bisa kurasakan air mataku mulai menetes.Dia terlihat terkejut melihat air mataku yang turun semakin deras dan berhenti tertawa.<br />
<br />
Rei : Ah,maaf..Ayo kita pulang dulu..akan kujelaskan semuanya di villa (sambil mengulurkan tangan untuk merangkulku)<br />
<br />
Aku : Don’t touch me!!! (menepis tangan Rei)<br />
<br />
Rei : owh, c’mon..<br />
<br />
Aku : Go away!!!<br />
<br />
Rei : Wow,aku baru tahu kalau saat kamu marah,kamu malah berbahasa inggris<br />
<br />
Aku meledek kearahnya…<br />
<br />
Rei : Ah,maaf..maaf..Anyway we must go to villa right now<br />
<br />
Aku : Aku tidak mau! (berusaha untuk tetap berbahasa Jepang)<br />
<br />
Rei : Kamu tidak mau terus-terusan jadi tontonan,kan?<br />
<br />
Aku : Ukh..<br />
<br />
Akhirnya aku mengikutinya masuk ke dalam mobil dan pulang..Sesampainya di villa kami duduk berdua di ruangan pribadi setelah menyuruh semua pelayan keluar.<br />
<br />
Aku : Jadi,,apa?! (dengan ketus)<br />
<br />
Rei : oh,maaf..uhm..jadi.. (mencondongkan tubuhnya kearahku) begini... (menghempaskan tubuhnya di sofa) tidak..uhm..bagaimana menjelaskannya,ya?<br />
<br />
Aku merasa semakin kesal..Dia mempermainkanku lagi!!!<br />
<br />
Aku : Katakan!!<br />
<br />
Rei : Oke (menatapku dengan serius) aku akan menceritakannya.Tapi,jangan marah jika kamu mendengarnya<br />
<br />
Aku : Mengapa aku harus marah?<br />
<br />
Rei : Sudah,,bilang iya saja<br />
<br />
Aku : Tergantung jawabanmu nanti..<br />
<br />
Rei : Haah,baiklah..Siapa sangka sifatmu yang sebenarnya sangat keras kepala<br />
<br />
(berbisik)<br />
<br />
Aku : Apa katamu?!<br />
<br />
Rei : Tidak.. kembali ke topik awal..uhm,,jadi pertama kamu sudah tahu kalau aku..sudah..mencintaimu (mengatakannya dengan cepat dan pelan) sejak 5 tahun yang lalu<br />
<br />
Aku : Ya<br />
<br />
Rei : Jadi,semenjak hari itu aku selalu memperhatikanmu..yaah,bisa dibilang stalker exclusive..hahahhahahahaha ... (berhenti karena aku tidak bereaksi) ..Hmm.. lalu,,itu artinya aku telah memperhatikanmu dari jauh selama 4 tahun..dan.. (terputus sejenak)<br />
<br />
Aku : Dan...?<br />
<br />
Rei : Aku menyadari sesuatu..Aku berusaha mengatakan pada diriku sendiri bahwa itu hanya bayanganku saja..Lalu kita dijodohkan dan pertama kali aku bertatapan mata langsung denganmu,pikiranku langsung berkata ‘ternyata benar’ dan aku mulai berpikir tetang hal itu..jujur saja aku tidak suka itu..karena itu aku selalu menampakkan wajah tidak suka setiap kali melihatmu..Itu selalu muncul seberapapun banyaknya aku mencoba untuk menahannya..<br />
<br />
Aku : (terheran-heran) tunggu sebentar!!Apa yang kamu maksud dengan ‘hal itu’ ?<br />
<br />
Rei : Yaah... (Aku bisa melihat bahwa dia enggan mengatakannya)<br />
<br />
Aku : Katakan!!Ini mengenai aku,kan?Aku punya hak untuk mengetahui apa yang kamu ketahui tentang aku..<br />
<br />
Rei : Tapi... (kerutan di antara kedua dahinya semakin jelas)<br />
<br />
Aku : Katakan!!<br />
<br />
Rei : Aku tahu bahwa kamu... (Aku menunggu) ...Bahwa... (dia tiba2 menatapku dengan garang) ...Bahwa kamu selalu berpura-pura dan bersandiwara tentang apapun yang kamu lalukan dan katakan!!Bahwa kamu menjalani hidupmu dengan mengunci hatimu sendiri dan melihat segala sesuatu dengan melihat keuntungannya saja!!DAN BAHWA KAMU TIDAK PERNAH MENCINTAIKU!!!!!!<br />
<br />
Aku kaget..Dia tidak pernah berteriak di hadapanku sebelumnya..dan..Dia mengetahui rahasia terkelamku..Aku merasakan perasaan aneh berputar-putar bagaikan tornado dalam dadaku...Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku dan aku menundukkan kepalaku untuk menyembunyikannya.<br />
<br />
Rei : Aku benar-benar mencintaimu..Jadi,aku menahan sakit dan terus-menerus berusaha membuka hatimu!Membuatmu menerimaku bukan atas dasar keuntungan tetapi atas dasar cinta dan perasaan<br />
<br />
Aku : Lalu..Lalu..Kenapa tadi kamu mempermainkanku?<br />
<br />
Rei : Mempermainkanmu?<br />
<br />
Aku : Kamu menertawakanku<br />
<br />
Rei : Itu..hanya karena aku merasa lega sekaligus kaget..Aku terus-menerus berusaha membuatmu mencintaiku..tapi ternyata usahaku sia-sia dan aku sudah mulai menyerah..dan pada kenyataannya emosi pertama yang kamu tunjukkan padaku adalah kemarahan dan itu gara-gara sesuatu yang berusaha kuhilangkan<br />
<br />
Aku mendengar jawabannya dengan seksama.Hati yang dingin ini terasa menghangat.Bagaikan terlepas dari segala belitan,tubuhku terasa ringan.Segala emosi yang kusimpan dalam hati menyeruak keluar..Air mata yang semenjak tadi kutahan tumpah.<br />
<br />
Rei : Kenapa diam saja?<br />
<br />
Dia mengangkat kepalaku dan bisa kulihat wajah terkejutnya melalui mataku yang kabur karena air mata.<br />
<br />
Rei : (panik) Kenapa kamu menangis?!Ah,,kalau kamu tidak bisa menerima perasaanku,aku tidak akan memaksamu..Aduh,berhentilah menangis..Aku akan keluar dari sini kalau aku membuat perasaanmu tidak enak..<br />
<br />
Dia berjalan pergi..Aku tidak ingin dia pergi!!Aku baru saja menemukan orang yang bisa mengerti!Belahan jiwaku!!Aku baru menyadari kenyataan bahwa aku mencintainya..Itulah sebabnya dulu aku sangat terganggu dengan wajahnya itu.<br />
<br />
Aku memegang lengan bajunya..Dan dia terhenti lalu menatapku keheranan.<br />
<br />
Rei : Kamu tidak mau aku pergi?<br />
<br />
Aku mengangguk pelan sambil menundukkan kepala.Rei lalu duduk disampingku dan merangkulku yang kemudian kembali menangis..Nanti,setelah aku mulai tenang aku akan mengatakan perasaanku padanya..Hanya dua kata.. AKU MENCINTAIMU .<br />
<br />
<br />
END<br />
<br />
<br />
<span style="font-size: x-large;">Story by : <a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=457705&id=1780948855&ref=notif&notif_t=photo_reply#%21/profile.php?id=100000282466999&ref=ts">Yunita P. Moniaga </a></span>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-71554054230174496772010-04-28T18:09:00.001+08:002010-07-22T23:39:53.125+08:00Until My Last Breath<a name='more'></a><br />
<br />
<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: 16pt;"><o:p> </o:p></span>“Erika! Ada apa dengan kakimu?!” Tanya seorang teman kepada Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh, ini. Bukan apa-apa kok. Hanya terkilir sedikit.” Jawab Erika dengan santainya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Pasti kamu habis ngebut-ngebutan lagi ya tadi malam?” Tanya temannya yang lain.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Begitulah….” Sambil tersenyum dan menuju ke kelasnya dengan langkah tertatih-tatih.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hey, ketua OSIS! Kerja yang rajin ya!” Kata seorang teman perempuan kepada Carol sambil menepuk pundaknya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hey, Risa. Aku memang selalu rajin bekerja kok. Soalnya, sekretarisku jarang membantuku.” Jawab Carol usil. Karena Risa adalah sekretaris OSIS.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hahaha! Bisa saja kamu. Ngomong-ngomong, apa yang kamu lihat di lapangan tadi?” Tanya Risa.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh, tidak. Aku tadi melihat seorang gadis yang kakinya terluka. Tapi sepertinya aku kenal gadis itu.” Jawab Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Maksud kamu Erika? Tentu saja kamu mengenalnya. Dia kan gadis yang selalu dimarahi oleh guru BK. Karena suka ngebut-ngebutan tiap malam.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh, iya. Anak itu. Aku baru ingat.” Jawab Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tapi, sepertinya aku pernah bertemu anak itu sebelumnya…. Atau aku yang salah mengingat ya? Ah, sudahlah. Tidak penting juga. Kata Carol dalam hatinya dan kembali berjalan bersama Risa.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Saat jam pelajaran ke-5, karena tidak ada pelajaran di kelasnya Erika sedang berjalan di koridor. Saat itu dia berpapasan dengan Carol yang sedang sibuk membawa dokumen-dokumen di kedua tangannya. Tiba-tiba angin berhembus dan menerbangkan beberapa lembar dokumen-dokumen yang dibawa oleh Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Ah! Dokumen-dokumennya…!” Teriak Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dengan gerak refleks, Erika mengambil dokumen-dokumen itu. Dia mencoba mengejar dokumen yang akan keluar lewat jendela yang ada di dekat mereka.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Eit! Dapat kau!” Dengan sigap Erika menangkap lembaran dokumen itu. Tapi….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Aww!! Kakiku!!” Karena terlalu bersemangat mengambil lembaran-lembaran dokumen itu, dia lupa kalau kakinya sedang terkilir.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Terima kasih. Apa kamu baik-baik saja?” Tanya Carol yang sudah memegang kembali dokumen-dokumennya dengan mantap.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Apa aku terlihat baik-baik saja?!” Tanya Erika dengan nada marah dan kemudian mengerang pelan sambil memegang pergelangan kaki kirinya yang terkilir.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Ah, maaf. Maafkan aku. Aku bantu kamu ke UKS ya. Tunggu sebentar.” Kata Carol. Dia segera mencari-cari orang yang lewat dan meminta tolong kepada mereka untuk membawakan dokumen-dokumennya ke ruang OSIS.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Carol segera membantu Erika berjalan menuju ruang UKS. Carol memegang tubuh Erika karena dia kesulitan berjalan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di ruang UKS, Carol membantu Erika menggantikan perban di kakinya. Erika terpana melihat Carol yang dengan cekatan melilit kembali kakinya yang terkilir dengan perban yang baru.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Wow. Kamu cekatan sekali. Ibuku bahkan tidak bisa melakukannya sampai seperti ini.” Kata Erika, kagum dengan hasil perban Carol yang rapi.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hahaha. Biasa saja. Ini memang sudah tugasku sebagai petugas kesehatan.” Jawab Carol dengan santai.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hah? Kamu petugas kesehatan? Bukannya kamu ketua OSIS?” Tanya Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Iya. Selain menjabat sebagai ketua OSIS, aku juga menjabat sebagai ketua klub karate, ketua perpustakaan, ketua petugas kesehatan.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Banyak sekali! Apa kamu tidak kelelahan?” Tanya Erika dengan nada prihatin.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Haha. Tidak, aku sudah biasa melakukan banyak pekerjaan sekaligus. Lagipula, aku menikmatinya.” Jawab Carol sambil membuang perban-perban yang sudah kotor ke tempat sampah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hebat. Aku salut padamu.” Kata Erika dengan jujur. Dia benar-benar kagum pada Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Terima kasih. Ayo, aku akan mengantarmu ke kelasmu.” Carol membantu Erika berdiri. Dan kemudian mereka berjalan sampai ke kelasnya Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Setelah kejadian itu, Erika dan Carol sering terlihat sedang berjalan bersama. Erika senang berteman dengan orang yang baik dan tegas seperti Carol. Dan Carol juga senang berteman dengan orang yang suka memperhatikan orang lain seperti Erika. Ya, Erika adalah gadis yang sangat memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Dia adalah gadis yang baik, walaupun banyak orang yang menganggapnya sebagai anak nakal hanya karena dia suka ngebut-ngebutan tiap malam. Tapi, Carol tidak peduli dengan pendapat orang-orang. Karena dia hanya percaya dengan apa yang dia lihat di dalam diri Erika daripada apa yang orang-orang katakan tentang Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Festival olahraga akan diadakan beberapa minggu lagi. Carol sibuk mempersiapkan berbagai hal. Dengan kesibukannya sebagai ketua OSIS, dia jadi tidak mempunyai waktu untuk bersama dengan Erika. Erika merasa kesepian karena dia baru saja memiliki teman yang baik seperti Carol. Karena itu, Erika memutuskan untuk membantu Carol dalam mengurus berbagai keperluan yang diperlukan untuk festival olahraga.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Erika bersemangat dalam menjalani tugasnya. Dia mengumpulkan angket-angket di setiap kelas. Karena pada dasarnya Erika adalah orang yang bersemangat dan suka menolong, jadi dia menikmati setiap hal yang dia lakukan. Apalagi dia melakukannya bersama-sama dengan Carol. Tapi walaupun banyak yang senang berteman dengannya, tidak sedikit juga yang tidak suka padanya. Selain karena kesannya yang tidak baik di mata orang-orang, juga karena dia dekat dengan Carol. Ketua OSIS yang banyak dikagumi oleh gadis-gadis di sekolahnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Karena hal itu, Erika sering dijahati saat dia datang ke kelas-kelas untuk mengumpulkan angket. Yang paling sering mengerjainya adalah Risa dan kawan-kawannya. Semua orang tahu kalau Risa memiliki perasaan terhadap Carol. Karena itu, tentu saja Risa merasa cemburu kepada Erika yang akrab dengan orang yang disukainya itu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Eh! Kamu tidak malu ya, menggoda orang yang disukai Risa?” Tanya seorang teman Risa yang kelihatannya adalah orang yang suka memulai perkara.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hah? Maaf, aku tidak mengerti apa maksudmu. Memangnya, siapa yang kugoda? Siapa yang Risa sukai?” Tanya Erika dengan polosnya. Karena memang dia tidak tahu apa yang dimaksud.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Kamu pasti pura-pura bersikap bodoh. Apakah cara ini yang kamu gunakan untuk menggoda ketua OSIS?” Tanya teman Risa yang lainnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Ketua OSIS? Maksudmu Carol? Jadi Risa suka pada Carol?” Tanya Erika yang mulai memahami alasan kemarahan mereka terhadapnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Iya. Akhirnya kamu mengerti juga. Dasar bodoh! Sekarang kamu sudah tahu masalahnya, jadi tolong jangan terlalu dekat dengan Carol. Risa tidak suka melihatnya!” Kata teman Risa yang suka memulai perkara itu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hmm…. Tidak. Aku tidak akan menuruti kalian. Karena aku juga menyukai Carol. Dan kalau Risa menyukainya, dia juga seharusnya berusaha supaya Carol menyukai dia. Bukan melakukan hal yang tidak penting seperti ini. Sudah ya, aku mau pergi.” Kata Erika dengan santainya pergi meninggalkan mereka.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Akhirnya, dengan kerja keras dari semua panitia penyelenggara dan bantuan dari Erika, festival olahraga bisa berjalan dengan baik. Itu yang diharapkan. Tapi ternyata ada saja masalah yang terjadi saat festival berlangsung. Dari hilangnya tongkat yang diperlukan untuk lomba lari estafet, sampai hilangnya beberapa hadiah yang akan diberikan untuk para pemenang. Tapi itu bukan masalah, karena sesuai dugaan Erika bahwa penyebab semua itu adalah Risa dan teman-temannya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Masalahpun teratasi, namun ada masalah lain yang timbul di antara Erika dan Carol. Semua itu karena percakapan yang terjadi di antara Erika, Carol, dan Risa saat mereka bertanya tentang hilangnya perlengkapan festival olahraga. Saat itu Risa tidak sengaja mengatakan pada Carol tentang perasaan Erika terhadapnya. Dan hal itu membuat suasana yang ada di antara Carol dan Erika menjadi tidak enak.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Festival olahraga telah usai. Saatnya Erika untuk pulang. Saat akan pulang, Carol memanggilnya dan menawarkan untuk mengantar Erika sampai ke rumahnya. Akhirnya mereka pulang bersama. Lama sekali tidak ada percakapan di antara mereka. Akhirnya Carol membuka percakapan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Apakah benar apa yang dikatakan oleh Risa tadi?” Tanya Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hah? Tentang apa?” Tanya Erika pura-pura tidak tahu apa yang ditanyakan oleh Carol. ‘Celakalah aku. Carol akan membenciku kalau dia tahu perasaanku yang sesungguhnya.’ Katanya di dalam hati.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Yah…. Itu…. Tentang kamu suka padaku.” Kata Carol sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sepertinya diapun malu membahas hal ini.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh…. Ehm…. Memangnya kalau benar, kenapa?” Tanya Erika dengan berhati-hati.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Kalau benar…. Yah….” Carol terdiam dan menundukkan kepalanya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Kalau benar kenapa? Hey, kenapa tidak dijawab?” Tanya Erika dengan tidak sabar.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tiba-tiba, Carol menatap mata Erika. Dengan wajah serius, Carol menggenggam tangan Erika dan berkata….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Kalau benar, berarti kita memiliki perasaan yang sama. Karena, aku juga menyukaimu.” Kata Carol dengan sungguh-sungguh.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“A…. Apa? Benarkah itu?” Tanya Erika memastikan bahwa yang didengarnya itu tidak salah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Ya, aku menyukaimu Erika. Sudah sejak lama aku menyukaimu.” Kata Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Bagaimana bisa?” Tanya Erika, tidak mengerti maksud dari kata-kata Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Iya. Mungkin kamu sudah lupa. Tapi aku selalu mengingat perjumpaan pertama kita. Saat kita masih kelas 1 SMA, aku adalah seorang biker. Aku suka ngebut-ngebutan tiap malam, dan suka membuat onar. Tapi, suatu hari aku berjumpa denganmu dan aku melihat di dalam dirimu, kamu memiliki kesan yang kuat. Saat itu kamu sedang menolong sekumpulan anak-anak di sebuah taman. Anak-anak itu sedang diganggu oleh beberapa preman yang ada di daerah itu. Kamu bersikap tegas dengan preman-preman itu, dan kamu tidak takut dengan mereka. Hanya untuk menolong anak-anak kecil itu. Saat itu, aku tidak mengambil pusing dengan kejadian itu walaupun aku merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatiku. Dan aku berusaha melupakan perasaan itu. Tapi, setelah aku dekat denganmu aku ingat bahwa kamulah gadis yang saat itu kulihat. Dan aku jatuh cinta padamu. Sejak aku melihatmu saat itu.” Kata Carol menjelaskan dengan sedetail-detailnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Aku…. Tidak tahu hal itu…. Ternyata, kamu sudah lebih dulu mengenalku. Tidak pernah kusangka.” Kata Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dan, jelaslah semua. Bahwa mereka memiliki perasaan yang sama satu sama lain. Mereka memulai hubungan mereka. Tidak lama setelah itu, Risa mengungkapkan perasaannya kepada Carol. Tapi terlambat. Carol sudah memiliki Erika di hatinya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Enam bulan lamanya mereka menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih. Carol mengajak Erika ke pantai. Tidak disangka, Carol menjemput Erika dengan motornya. Padahal, sudah lama sekali Carol tidak mengendarai motor kesayangannya itu. Dengan bergandengan tangan, mereka berjalan di pinggir pantai sambil merasakan air laut yang membasahi kaki mereka.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Apa kamu tahu Carol, alasanku menjadi seorang biker?” Tanya Erika pada Carol setelah lama berjalan di pinggir pantai.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Apa alasanmu?” Tanya Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Karena aku suka merasakan belaian lembut angin malam yang mengenai wajahku ketika aku mengendarai motor. Maksudku menjadi seorang biker hanya untuk itu. Tapi, entah mengapa orang-orang jadi menganggapku sebagai anak yang ‘nakal’.” Kata Erika menjelaskan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Hahaha. Alasan yang sangat sederhana ya, Erika.” Kata Carol menanggapi penjelasan Erika. “Tapi, memang begitulah manusia. Mereka tidak akan tahu apa yang sesungguhnya sebelum mereka mengetahui jawaban yang sebenarnya. Mereka selalu menerka-nerka hal-hal yang tidak memiliki jawaban yang pasti. Dan selalu, hal-hal itu dibumbui oleh pikiran-pikiran mereka yang melebih-lebihkan. Itulah yang membuat semua masalah menjadi semakin rumit.” Kata Carol, mencoba memberikan penjelasan kepada Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Benar sekali. Karena itu, aku malas mengurusi tanggapan-tanggapan mereka. Biarlah mereka berpikir sesuai kemauan mereka. Dan aku berpikir sesuai dengan pikiranku sendiri. Karena, yang paling mengetahui diriku sendiri adalah aku. Bukan orang lain.” Jawab Erika sambil tersenyum kepada Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Iya. Ngomong-ngomong, ada yang ingin kuberikan padamu.” Carol merogoh saku celananya dan memberikan Erika sebuah kotak kecil yang dibungkus oleh kertas berwarna ungu muda yang indah dan diikat oleh seuntai pita berwarna merah muda.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Apa ini Carol?” Tanya Erika tidak mengerti.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Happy 6 months anniversary!” Ucap Carol dengan riang. “Ini adalah hadiahku untukmu.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Carol menyuruh Erika membuka kotak itu. Setelah dibuka, di dalam kotak itu ternyata berisikan sepasang cincin perak yang indah sekali. Di masing-masing cincin itu terukir huruf “E” dan “C”. Kemudian Carol mengambil cincin yang terukir dengan huruf “C” dan memasangkannya di jari manis Erika.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“I…. Ini….” Erika terkejut dengan pemberian Carol.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Ini adalah cincin pertunangan kita. Cincin bertuliskan huruf “C” ini kuberikan untukmu agar kamu selalu mengingatku. Dan cincin yang berukirkan huruf “E” yang adalah inisial namamu akan aku pasangkan di jari manisku. Aku ingin memberikan cincin ini dengan inisial nama yang berbeda agar kamu selalu ada di dalam hatiku, selamanya.” Kata Carol dengan lembut.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Oh…. Terima kasih Carol. Kamupun akan selalu ada di dalam hatiku, selamanya.” Jawab Erika, sambil meneteskan airmata.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mereka berpelukan dan kemudian melihat matahari terbenam bersama-sama. Setelah itu, mereka pulang. Saat dalam perjalanan, tiba-tiba ada mobil besar yang menghantam motor mereka dari sebelah kanan. Mobil itu tidak mentaati lampu lalu lintas yang ada. Akibatnya, mereka terpental sejauh tiga meter. Dan mereka kehilangan kesadaran.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mereka dibawa ke rumah sakit terdekat oleh orang-orang yang kebetulan melihat kejadian itu. Sedangkan pengendara mobil yang mencelakai mereka pergi tanpa bertanggungjawab dengan perbuatannya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mereka dirawat di dalam satu ruangan yang sama. Satu jam berlalu…. Dua jam berlalu…. Pada saat empat jam mereka dirawat, kesadaran mereka berdua mulai muncul. Namun, kondisi mereka sudah parah sekali. Untuk berbicarapun sudah sangat sulit bagi mereka. Kemudian, dengan sekuat tenaga Carol menggenggam tangan Erika. Dan dia berkata….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Erika…. Aku…. A, aku akan selalu mencintaimu…. Selamanya….” Kata Carol dengan susah payah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">“Aku…. Juga akan selalu…. Mencintaimu…. Carol.” Jawab Erika sambil berusaha tersenyum.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tidak lama setelah itu, mereka menghembuskan nafas terakhir. Dengan saling berpegangan tangan. Dan dengan cincin yang terpasang di jari manis mereka masing-masing yang sudah berlumuran dengan darah. Inilah cinta…. Cinta yang akan selalu abadi, sampai selama-lamanya….</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 18pt;">END<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><br />
</div><br />
Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-86916151944433006032010-03-24T11:58:00.004+08:002010-07-23T22:29:07.910+08:00Story by Reader : "I Love You~"<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"><span class="fullpost"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku memiliki kekasih yang tumbuh bersamaku. Dia adalah teman sejak kecilku. Namanya Hiro. Aku selalu menganggapnya teman sampai tahun lalu, ketika kami sedang mengikuti wisata yang diadakan oleh sekolah. Aku sadar kalau aku telah jatuh cinta padanya. Sebelum wisata sekolah selesai, aku menyatakan cinta padanya. Dan akhirnya, kami menjadi sepasang kekasih, tapi kami memiliki cara yang berbeda dalam menunjukkan rasa cinta kami.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku yang selalu memberikan perhatian penuh padanya, tapi disekitarnya selalu dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Bagiku, dialah satu-satunya. Tapi bagi dia, mungkin aku sama seperti gadis-gadis lainnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Hiro, apa kau mau nonton bersama minggu ini?” Aku bertanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku tak bisa.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Kenapa? Apa kau mau belajar di rumah?” Rasa sedih mulai menjalari hatiku.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Tidak…. Aku mau bertemu dengan temanku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dia selalu seperti itu. Dia bertemu gadis-gadis didepanku, tanpa rasa bersalah sekalipun. Baginya, aku hanyalah seorang ‘kekasih’. Kata ‘cinta’ hanya datang dari mulutku. Sejak aku mengenalnya, aku tak pernah mendengar dia berkata ‘Aku suka kamu’ sama sekali.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Bagi kami, tak ada hari peringatan untuk hubungan kami. Dia tak pernah mengatakan apapun sejak hari pertama kita jadian. Dan itu berlangsung terus hingga 100 hari, 200 hari….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setiap hari, sebelum kami mengucapkan salam berpisah, dia selalu memberikanku sebuah boneka, setiap hari, tak pernah seharipun dia tak memberikannya padaku. Aku tak tahu apa alasannya berbuat seperti itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Lalu suatu hari….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Uhm…. Hiro…. Aku….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Apa? Tak usah seperti itu. Katakan saja.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Aku suka kamu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Kau…. Uhmm…. Ambil boneka ini dan pulanglah.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Itulah caranya untuk mengabaikan ‘tiga kata’ dariku dan memberikan sebuah boneka lagi. Kemudian dia menghilang sambil berlari. Boneka yang setiap hari diberikannya untukku, memenuhi kamarku, satu demi satu. Jumlahnya sangat banyak….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dan pada hari ulang tahunku yang ke 15, pada saat aku bangun pagi, aku membayangkan pesta ulang tahun bersama dengannya. Karena itu, aku menanti di kamarku, menunggu telepon darinya. Tapi…. Siang telah berlalu, kemudian malam…. Dan langit terlihat semakin gelap…. Dia tetap belum meneleponku. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku mulai merasa lelah menanti telepon yang tak kunjung berdering. Kemudian, sekitar jam 2 subuh, tiba-tiba dia meneleponku dan membuatku terbangun dari tidurnya. Dia menyuruhku keluar rumah. Dan aku merasa sangat bahagia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Hiro….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Ini, ambilah….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Lagi, dia memberikanku sebuah boneka.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Apa ini?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Aku tak memberikannya padamu kemarin. Jadi aku memberikannya sekarang. Baiklah, sekarang aku akan pulang, bye.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Tunggu, tunggu! Kau tahu hari apakah ini?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Hari ini? Huh?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku merasa sangat sedih, aku berpikir dia mengingat hari ulang tahunku. Dia berbalik dan berjalan seperti tidak terjadi apapun. Kemudian aku memanggilnya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Tunggu….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Apa ada yang ingin kau katakan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Katakan…. Katakan kalau kau suka padaku….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Apa?!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Katakan padaku….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku memeluknya dan menangis. Tapi, dia hanya mengatakan kata-kata yang dingin dan pergi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Aku tak ingin mengatakan…. Kalau aku menyukai seseorang dengan semudah itu. Kalau kau sangat ingin mendengarnya, carilah lelaki lain yang bisa mengucapkannya kepadamu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah berkata seperti itu, dia berlari pergi. Kakiku terasa sangat lemah…. Dan aku terjatuh diatas tanah. Dia tak ingin mengucapkannya semudah itu…. Bagaimana bisa dia…. Aku merasa…. Mungkin dia bukanlah pria yang tepat untukku….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah hari itu, aku mengurung diri di rumah dan menangis, terus menangis…. Dia tak meneleponku, walaupun aku menunggunya. Dia hanya terus memberikan boneka setiap pagi diluar rumahku. Begitulah boneka itu memenuhi kamarku…. Setiap hari….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah sebulan, aku mulai pergi ke sekolah kembali. Tapi luka di hatiku terbuka kembali…. Aku melihat dia di jalan…. Dengan gadis lain…. Dan dia tersenyum, senyum yang tak pernah diperlihatkannya padaku…. Sambil memegang sebuah boneka…. Aku segera berlari kembali ke rumah dan melihat semua boneka yang ada di kamarku, airmatakupun mengalir…. Mengapa dia memberikan ini untukku…. Boneka-boneka ini semua dia dapat dari gadis-gadis lain….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Karena sudah dipenuhi oleh amarah, aku melempar boneka-boneka itu. Tiba-tiba, telepon berdering. Dia meneleponku. Dia menyuruhku keluar ke tempat perhentian bus di depan rumahku. Aku mencoba untuk menenangkan diriku dan berjalan menuju tempat perhentian bus. Aku terus mengingatkan pada diriku bahwa aku harus melupakannya, dan…. Hubungan ini akan segera berakhir. Dan dia datang ke hadapanku, memegang boneka yang besar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Aku pikir kau marah padaku. Tapi kau tetap datang….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku tak bisa membencinya, dia bersikap seperti tidak ada yang terjadi dan bercanda padaku. Dan dia memberikan boneka itu padaku seperti biasanya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Aku tak butuh ini.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Hiro : “Apa? Kenapa?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku mengambil boneka itu dari tangannya dan melemparkannya di jalan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Aku tak butuh boneka ini! Aku sudah tak membutuhkannya! Aku tak ingin melihat kau lagi!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kemarahanku tak tertahankan, dan akhirnya aku mengeluarkan apa yang telah kusimpan di hatiku sejak lama. Tapi, tidak seperti hari-hari lainnya, wajahnya kali ini terlihat sangat terkejut.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Maafkan aku.” Dia berkata dengan suara kecil. Kemudian dia berjalan di tengah jalan untuk mengambil boneka itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Dasar bodoh! Mengapa kau mengambil boneka itu lagi?! Biarkan saja!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tapi dia mengabaikan aku dan terus berjalan untuk mengambil boneka itu. Tiba-tiba….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">*Honk~ Honk~*</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dengan suara yang klakson yang besar, sebuah truk yang besar berjalan menuju ke arahnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Hiro! Awas! Pergi dari sana!” Aku berteriak…. Tapi dia tidak mendengarku. Dia membungkuk dan mengambil boneka itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Hiro! Awas!” *HONK~!!* “Boom~~” Suara itu sungguh sangat menyakitkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Itulah caranya untuk pergi dariku. Caranya untuk pergi, tanpa membuka matanya dan mengucapkan sepatah katapun padaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah hari itu, aku melewati hari-hariku dengan kesedihan dan penyesalan kehilangan dirinya…. Dan setelah melewati 2 bulan seperti orang gila…. Aku mengeluarkan boneka-boneka itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Itu adalah satu-satunya pemberian yang dia berikan padaku sejak kami berpacaran. Aku mengingat kembali hari-hari saat aku menghabiskan waktu bersama dengannya dan mulai menghitung waktu…. Saat kita masih bersama….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Satu…. Dua…. Tiga….” Begitulah…. Aku mulai menghitung boneka-boneka itu….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Empat ratus delapan puluh empat…. Empat ratus delapan puluh lima….” Aku selesai menghitung 485 boneka itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku mulai menangis kembali dengan boneka di tanganku. Aku memeluknya erat-erat, dan tiba-tiba….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku suka kamu~, Aku suka kamu~” Aku terkejut dan melempar boneka itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku…. Suka kamu….??” Aku mengambil boneka itu dan menekan perutnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku suka kamu~, Aku suka kamu~” Ini tidak mungkin! Aku menekan semua perut boneka-boneka itu satu persatu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku suka kamu~”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku suka kamu~”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Aku suka kamu~”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kata-kata itu keluar dan tak berhenti. Aku.... Suka kamu…. Mengapa aku tidak menyadarinya…. Bahwa hatinya selalu ada bersamaku, menjagaku. Mengapa aku tak menyadarinya kalau dia begitu menyayangiku…. Aku mengambil boneka dibawah tempat tidurku dan menekan perutnya, itu adalah boneka terakhir, boneka yang jatuh di jalan. Ada bercak darah di boneka itu. Keluarlah sebuah suara, suara yang sangat kurindukan….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">“Jo…. Apa kau tau hari apa ini? Kita sudah saling menyayangi selama 486 hari. Apa kau tau apa arti 486 hari ini? Aku tak bisa mengatakan aku menyukaimu…. Um…. Karena aku terlalu pemalu…. Kalau kau memaafkanku dan mengambil boneka ini, aku akan mengatakan kalau aku menyukaimu…. Setiap hari…. Sampai aku mati…. Jo…. Aku suka kamu….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Airmata mengalir di wajahku. Mengapa? Mengapa? Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku mengetahui hal ini sekarang? Dia tak bisa berada disisiku, tapi dia mencintaiku hingga saat-saat terakhirnya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Untuk itu…. Dan untuk alasan itu…. Bagiku…. Ini menjadi pelajaran…. Untuk menjalani hidup dengan indah….<span style="font-size: large;"><b> </b></span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><span style="font-size: large;"><b>END </b></span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: right; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><span style="font-size: large;"><b>Story by : Anonymous </b></span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com20tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-43629739921766236492010-03-20T21:17:00.002+08:002011-10-21T00:49:33.411+08:00Request Story : My Sweet Piano Girl<a name='more'></a><br />
<br />
<link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-
</style>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku terpesona saat melihat permainan pianonya yang sangat indah. Baru kali ini aku melihat permainan piano seorang gadis, jemarinya begitu lembut menekan tuts-tuts piano. Yang membuatku semakin terpesona adalah, karena gadis pemain piano ini tak dapat melihat. Ya, aku sedang menghadiri pertunjukkan musik orang-orang cacat yang diadakan di panti asuhan dekat rumahku.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku jatuh cinta pada gadis itu. Walaupun kutahu dia tak sama sepertiku yang memiliki indra yang lengkap. Setelah selesai pertunjukkan, aku menghampiri gadis itu dan aku melihat wajahnya dengan jarak yang dekat. Matanya berwarna coklat terang dan indah. Senyumnya manis, wajahnya cantik, secara fisik dia sempurna. Tak ada yang tahu kalau dia tak dapat melihat. Aku semakin terpesona dengannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku berkenalan dengan gadis itu. Nama gadis itu adalah Vania, usianya baru 17 tahun. Nama yang indah, sesuai dengan imagenya yang lembut dan dewasa. Dan aku memberitahu namaku padanya. Namaku Nathan. Aku menjelaskan diriku padanya karena dia tak dapat melihat. Orang-orang sering berkata aku bisa menjadi idola dengan wajahku yang seperti ini. Tinggiku 175 cm, kulitku sering dikatakan seperti kulit seorang gadis karena putih dan terawat. Dan hal itu membuatku minder. Ya, dari penjelasanku kalian bisa menyimpulkan bahwa aku adalah pria yang seperti apa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sebagai mahasiswa, boleh dikatakan aku adalah orang yang kuper. Aku tak pernah menjalin hubungan dengan seorang gadis sebelumnya. Namun bukan berarti aku tak tertarik pada mereka. Hanya belum menemukan gadis yang tepat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dan, saat ini aku jatuh cinta kepada gadis pemain piano ini. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya. Dan aku ingin mengenalnya lebih dalam lagi. Aku ingin tahu semua tentang dirinya. Mungkin ini aneh, karena sulit untuk jatuh cinta kepada seseorang. Kita harus mengenal mereka dulu, baru kita bisa tahu apakah kita jatuh cinta padanya atau tidak. Namun, entah mengapa aku begitu tertarik dengan gadis ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sejak saat itu, aku jadi sering mengunjungi panti asuhan tempatnya berada untuk menemuinya. Dan orang-orang panti asuhan juga menyambutku dengan ramah. Walaupun panti asuhan ini adalah panti asuhan yang kecil, tapi suasana di dalamnya terasa hangat. Aku sering ngobrol dengan Vania. Dia adalah gadis yang ramah dan baik hati.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Mengapa kau bisa bermain piano dengan sangat baik?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Ibuku adalah seorang pianis terkenal. Dan saat usiaku 5 tahun, dia mengajariku bermain piano. Awalnya rasanya sulit, karena aku tak dapat melihat. Namun ternyata aku bisa mengingat nada-nadanya dengan baik. Jadi tak terlalu sulit untukku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Oh…. Hebatnya…. Aku kagum pada semangatmu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Terima kasih. Tapi dia hanya mengajariku sampai usiaku 8 tahun. Dan setelah itu dia meninggalkanku di panti asuhan ini.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Mengapa dia melakukan hal itu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Aku tak tahu. Dia hanya berkata padaku kalau aku akan bahagia di tempat ini. Dan dia berjanji akan menjemputku jika keadaan sudah membaik.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Dan sampai saat ini dia belum menjemputmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Ya. Tapi aku akan terus menantinya hingga ia menjemputku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Hening…. Suasana menjadi tak enak. Kami berdua duduk dalam diam. Karena tidak enak dia berusaha untuk mencairkan suasana. Dia mengajakku membuat kue bersama anak-anak panti asuhan yang lainnya. Aku menikmati hari itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Hari-hari selanjutnya juga berjalan dengan baik. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Dan dia pernah berkata padaku dia ingin dunia tahu permainan pianonya. Agar dia dapat berjumpa dengan ibunya lebih cepat dan agar dia dapat memberikan sesuatu yang bisa dia berikan untuk panti asuhan yang telah membesarkan dan merawatnya sampai saat ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Untuk itu, aku berusaha menolongnya. Aku mencari tahu dimanakah tempat yang akan mengadakan kontes piano agar dia dapat ikut serta dalam kontes tersebut. Aku yakin, dia yang akan menjadi juaranya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Pada suatu hari, aku tak sengaja mendengar pembicaraan ibu pemilik panti asuhan bersama dengan seorang bapak yang tidak dikenal. Isi pembicaraan mereka kurang lebih membahas tentang panti asuhan ini. Bapak itu ingin membeli panti asuhan ini untuk dijadikan sebuah tempat perbelanjaan. Ibu pemilik panti asuhan meminta waktu untuk berpikir.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kemudian bapak itu pamit dan pergi. Ibu pemilik panti asuhan melihatku ada disana.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Apakah kau mendengar semuanya tadi?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Ya. Maafkan saya, saya tidak bermaksud mendengarnya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Tak apa. Tapi, tolong jangan kau ceritakan pada siapapun. Terutama pada Vania.”</span><span class="fullpost"> </span>
<span class="fullpost">Aku : “Mengapa aku tak boleh menceritakan hal ini padanya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Aku tak ingin dia merasa terbebani. Karena jika panti asuhan ini tak ada, dia sudah tak memiliki tempat untuk pulang.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Bukankah dia masih memiliki ibu yang berjanji akan menjemputnya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tiba-tiba ibu pemilik panti asuhan terdiam. Wajahnya terlihat sangat sedih….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Sebenarnya, ibunya tidak akan menjemputnya lagi.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “A…. Apa? Mengapa bisa begitu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Ya. Tepatnya, ibunya sudah tak bisa menjemputnya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Mengapa dia tak bisa menjemputnya? Apakah dia sudah tak ingat dan tak sayang pada Vania lagi?” (tanyaku dengan nada sedikit kesal)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Bukan begitu. Ibunya sayang…. Bahkan sangat sayang padanya. Makanya dia meninggalkan Vania 9 tahun yang lalu disini.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Apa alasannya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Karena…. Karena pada saat itu ibunya tengah mengindap penyakit yang parah….” (airmatanya mulai mengalir)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : (terkejut dan tak dapat berkata apa-apa)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Tak lama setelah Vania ditinggalkan disini, ibunya meninggal dunia. Aku tak sanggup memberitahukannya pada Vania. Jadi aku diam saja.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Tidak! Vania harus tahu hal ini! Karena dia terus menanti ibunya sampai saat ini! Dia percaya ibunya akan datang menjemputnya suatu saat nanti!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Aku takut, Vania akan semakin sedih jika dirinya tahu hal ini. Dan sekarang aku sedang berpikir bagaimana caranya untuk mempertahankan panti asuhan tempatnya tinggal saat ini.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Mempertahankan? Maksud anda?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Ya. Bapak yang datang tadi adalah tuan tanah. Dia datang untuk membeli tanah ini.”</span><span class="fullpost"> </span>
<span class="fullpost">Aku : “Mengapa dia ingin membelinya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Karena aku sudah tak mampu untuk membiayai panti asuhan ini. Dan dia menawari untuk membeli panti asuhan ini dan dijadikan tempat perbelanjaan.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Apakah Vania tahu hal ini?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Tidak. Dia tak tahu. Aku tak ingin membebaninya dengan banyak hal.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah selesai bercakap-cakap dengan ibu pemilik panti asuhan, aku pergi ke tempat aku biasa bertemu dengan Vania. Dan aku tak menemukan dia disana. Aku mencarinya tapi tak menemukan dia dimana-mana. Karena tak menemukannya, akupun pulang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Esoknya, aku kembali ke panti asuhan dan bertemu dengan Vania. Wajahnya terlihat sangat lesu. Aku menghampirinya dan bertanya padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Mengapa kau terlihat begitu lesu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Ah, Nathan! Aku tak tahu kau datang.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Ya, aku sudah datang dan melihatmu begitu lesu. Ada apa?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Tidak. Tak ada apa-apa.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Benarkah?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tiba-tiba Vania menangis. Aku yang bingung berusaha menghiburnya. Setelah menangis agak lama dan sudah agak tenang, dia berkata kepadaku….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Maaf, aku tak sengaja mendengar percakapanmu dengan ibu pemilik panti asuhan.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Hah? Kau mendengar semuanya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Ya, aku mendengar semua yang kalian bicarakan.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Jadi…. Kau tahu tentang ibumu….?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Ya, dan juga tentang panti asuhan….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Dan…. Itukah alasanmu menangis?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Ya, aku takut…. Takut kehilangan semuanya….” (kembali menangis) “Apakah kau bisa menolongku Nathan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Aku bisa menolongmu mencari tempat untuk kontes piano.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Terima kasih. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu seumur hidupku. Kau adalah orang yang sangat baik Nathan….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Akupun tak akan pernah melupakanmu. Gadis yang saat ini memenuhi hatiku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tak sengaja aku berkata seperti itu. Vania terlihat terkejut, namun akhirnya dia kembali tenang. Dan berkata,</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Vania : “Terima kasih atas perasaanmu. Aku tak pernah menyangka masih ada lelaki yang mencintai diriku. Dan aku juga merasa, kaulah orang yang telah ditakdirkan untuk bersamaku. Dan, aku bahagia kaulah orangnya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Ya, aku juga sangat bahagia bisa berjumpa denganmu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah itu, aku mencari tempat yang akan mengadakan kontes piano. Dan akhirnya aku menemukan tempat yang akan mengadakan kontes piano tak jauh dari panti asuhan. Aku segera memberitahu kabar baik ini kepada Vania dan ibu pemilik panti asuhan. Ibu pemilik panti asuhan dengan semangat mempersiapkan segala hal yang diperlukan Vania untuk ikut serta dalam kontes tersebut. Vania pun dengan giat berlatih lagu yang akan dia mainkan dalam kontes.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tibalah hari yang dinanti. Kami semua bersiap untuk pergi ke kontes tersebut. Namun Vania telah pergi lebih dulu dari kami. Karena para peserta harus sampai lebih dulu daripada penonton untuk mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam kontes. Semua sudah siap untuk berangkat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dan, aku berniat untuk melamarnya saat kontes ini selesai. Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku tak ingin menyia-nyiakan waktu bersamanya. Aku ingin segera bisa hidup dengan Vania. Aku sudah mempersiapkan banyak hal untuk mengejutkan dia, dan dibantu oleh seluruh penghuni panti asuhan. Aku juga mempersiapkan pesta untuk merayakan kemenangannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Saat kami berjalan menuju tempat kontes, kami melihat banyak orang berkerumun di jalan. Kami penasaran apa yang sedang terjadi dan melihat apa yang dilihat oleh kerumunan orang tersebut. Kami sangat terkejut ketika melihat Vania tergeletak di jalan. Tubuhnya berlumuran darah. Aku dan ibu pemilik panti asuhan segera menghampirinya sambil menunggu ambulans tiba.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Namun, sudah terlambat. Vania sudah tak bisa diselamatkan lagi. Ibu pemilik panti asuhan menangis dan berkata ‘Maafkan aku…. Maafkan aku….’ Berulang kali. Aku hanya bisa duduk dan menangis dalam diam.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Aku sempat berpikir dalam hati, ‘Mengapa semua ini harus terjadi?’. Mengapa hal ini terjadi pada saat kami berdua baru saja menjalani hubungan ini? Aku tak habis pikir, mengapa Tuhan rela melihatku tersiksa seperti ini. Namun, apa daya…. Kami hanyalah manusia biasa yang tak bisa lari dari kematian. Akupun belajar untuk mengikhlaskannya. Walaupun terasa amat sulit dan tersiksa….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Persiapan yang telah susah payah kulakukan hanya untuk dirinya kini sia-sia. Dia telah pergi untuk selamanya. Meninggalkan aku, meninggalkan seluruh penghuni panti asuhan. Aku tak pernah menyangka, pesta kemenangannya akan menjadi acara pemakamannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah pemakaman Vania, ibu pemilik panti asuhan menjual tanahnya untuk dijadikan tempat perbelanjaan. Bapak tuan tanah berkata keuntungan dari tempat itu akan dipakai untuk membuat panti asuhan yang lebih baik. Ibu pemilik panti asuhan kemudian berkata kepadaku….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Kupikir mungkin ini yang terbaik untuk Vania…. Kini, ia tak perlu memikirkan hal-hal yang hanya membuatnya sedih….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Aku : “Ya, saya juga berpikir seperti itu. Kini, saya yakin dia sudah tenang di atas sana.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Ibu Pemilik : “Saat ini, dia pasti sudah bertemu dengan ibunya dan bahagia di atas sana….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Vania, aku tidak akan pernah melupakan nama yang indah itu. Nama seorang gadis yang mengajarkan padaku arti cinta yang sesungguhnya. Nama seorang gadis yang mengajarkan padaku ketulusan hati yang suci dan murni. Aku akan selalu mengenangmu, Vania….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 18pt;">END</span></b></span>
<div style="text-align: right;"></div><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size: large;">Request By : Vania Septiani </span><b><span style="font-size: 18pt;">
</span></b></span></div><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 18pt;"></span></b></span>
<span class="fullpost"><b><span style="font-size: 18pt;"></span></b></span>
<span class="fullpost"><b><span style="font-size: 18pt;"><o:p></o:p></span></b></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-76685287263139112282010-03-19T15:17:00.002+08:002011-10-21T00:25:32.147+08:00That's Why I Love You<a name='more'></a><br />
<br />
<link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Perjumpaan kami berawal dari kesalahannya yang mengira aku adalah salah satu kru dalam acara TV yang ia bintangi. Saat itu, tiba-tiba saja dia datang dan memarahiku karena kesalahan kecil seseorang yang salah mengatur sound system yang dia gunakan saat dia bernyanyi. Padahal, aku hanyalah seorang gadis yang sedang menemani kakak laki-lakiku yang menjadi fotografer di gedung yang sama.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Aku sangat terkejut dan kesal karena dimarahi tanpa alasan yang jelas. Setelah kru lain menjelaskan bahwa aku bukanlah orang yang dimaksud, dia pun segera meminta maaf dan akan menebus kesalahannya. Saat itu, aku langsung berkata kalau aku ingin ditraktir makan olehnya! Wajahnya sedikit terkejut, dan dia pun menyetujuinya. Dia memintaku untuk menunggu hingga ia selesai rekaman.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dan…. Oh ya, aku lupa memperkenalkan diriku. Namaku Sayuri, siswi kelas 2 SMA. Lelaki yang memarahiku tadi adalah seorang penyanyi dan artis tampan yang sedang naik daun. Namanya Sou. Sebenarnya, aku adalah penggemar beratnya. Alasanku ikut dengan kakak pun karena aku tahu tempat rekaman mereka sama, dan aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin dekat dengannya, karena dia adalah idola yang tidak memiliki gossip-gossip yang buruk. Dan menurutku, dia adalah orang yang baik. Buktinya, dia sampai rela repot-repot mentraktirku walaupun tahu dirinya sangat sibuk dan pasti dia sangat kelelahan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Akhirnya rekaman selesai, para kru telah keluar dari gedung dan bersiap untuk pulang. Sou adalah orang yang terakhir keluar dari gedung itu. Kemudian dia menghampiriku yang sedang duduk di bangku taman.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Kenapa kau menunggu diluar? Apa kau tidak kedinginan?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Tidak, aku takut kau marahi lagi.” (dengan nada bercanda)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Haha! Ya, aku minta maaf soal itu.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Tidak apa. Oh ya, mau kemana kita?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Kupikir kau yang menentukan tempatnya? Aku tidak tahu rumah makan yang enak di sekitar sini.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Baiklah. Aku yang akan menentukan tempatnya.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Akhirnya aku yang menentukan tempat dimana kita akan makan. Aku membawanya ke kedai ramen kesukaanku. Karena hanya itu tempat yang terpikirkan olehku dan kebetulan juga aku sedang ingin makan ramen. Lumayan, makan ramen enak dan gratis pula. Hehehe….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dalam perjalanan menuju kedai ramen….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Aku tak menyangka kau mengajakku makan.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Ya, habis aku lapar sekali. Hahaha! Kenapa memangnya?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Tidak, kupikir kau akan mengajakku kencan atau berfoto denganku atau apalah. Seperti yang biasa dilakukan oleh pengemar-penggemarku. Eh, lewat sini bukan?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Oh…. Aku tak tertarik dengan tanda-tanganmu.” (bohong! Aku sangat, sangat tertarik untuk berfoto dengannya!) “Ya, lurus saja.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Hahaha! Baguslah, jadi aku tak perlu sungkan lagi denganmu. Karma kau bukan penggemarku.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Ya, biasa sajalah kalau kau sedang bersama denganku. Ini dia tempatnya”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mereka pun berhenti di depan kedai ramen itu, dan masuk ke dalam. Sayuri memesan ramen special untuk mereka berdua. Dan selama menunggu pesanan tiba….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Baru kali ini aku ke tempat seperti ini….” (dengan wajah terpana)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Hahaha! Sudah kuduga kau tak pernah ke tempat seperti ini sebelumnya. Apa kau tak suka?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Tidak, aku hanya berpikir kau akan mengajakku ke restoran-restoran bintang lima seperti gadis-gadis lainnya.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Yah…. Aku tak suka pergi ke tempat-tempat ‘mewah’ seperti itu. Walaupun kakakku sering mengajakku, aku tetap tidak terbiasa dengan suasananya.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Setelah sedikit bercakap-cakap, pesanan kami tiba.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Aku yakin, kau akan suka dengan ramen ini.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Yah…. Selamat makan.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tak diduga, Sou makan dengan lahap sekali. Bahkan dia menambah semangkuk ramen lagi! Ternyata, porsi makannya banyak juga….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Wow! Kalau kau menambah 1 porsi lagi, aku pasti akan mempublikasikannya ke media.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Hahaha! Aku tak dapat menahannya. Ramen ini enak sekali!”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Benar apa kataku. Ini adalah kedai ramen favoritku.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Selesai makan, kami pun segera pulang. Sou mengantarku ke rumah, dan sebelum dia pergi dia berkata bahwa dia senang sekali hari ini. Aku juga berterima kasih untuk traktirannya. Dan dia pun pulang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di rumah, kakakku menanyakan apa saja yang kulakukan bersama sang artis itu tadi. Aku hanya menjawab kalau kita makan ramen bersama. Aku segera masuk ke kamarku dan tidur, karena besok aku harus sekolah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Besoknya di sekolah, ada sebuah sedan yang terparkir di gerbang sekolahku saat aku akan pulang. Tiba-tiba, dari dalam mobil itu ada yang memanggilku. Kulihat, ternyata dia adalah Sou. Dia menyuruhku untuk masuk ke dalam, akupun masuk. Kemudian dalam perjalanan aku bertanya apa yang akan dia lakukan? Dia berkata ‘Kau akan tahu nanti’.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kira-kira setengah jam berlalu, kami tiba di sebuah taman bermain yang terkenal di daerah aku tinggal.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Mau apa kita kesini? Kau mau rekaman untuk video klip terbarumu?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Bodoh! Tentu saja kita akan bersenang-senang disini! Kebetulan hari ini jadwalku tidak terlalu padat. Ayo, kita masuk.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Aku masuk ke dalam taman bermain bersama Sou yang sedang menyamar karena tidak ingin ketahuan oleh papparazi. Kami bermain banyak wahana disana. Disini aku tahu kalau ternyata dia suka sekali bermain Jet Coaster. Dan ternyata dia belum pernah sekalipun pergi ke taman ria bersama seorang gadis.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kami bermain hingga matahari terbenam. Saat akan pulang, dia memberikan boneka maskot taman ria ini untukku. Katanya untuk kenang-kenangan aku bisa pergi bersama artis. Huh, dasar sombong!</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dia mengantarku pulang. Sebelum aku masuk ke rumah, dia menanyakan nomorku. Katanya supaya tidak sulit untuk menghubungiku kalau dia ingin jalan-jalan seperti tadi. (aku merasa seperti baby-sitternya yang selalu menemani dia bermain)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sejak saat itu, kami sering bertemu kalau dia tidak sibuk dan bermain. Entah jalan-jalan ke pantai, atau mencari tempat-tempat yang menjual makanan-makanan yang enak dan sebagainya. Kami juga sering ber-SMS atau kadang dia meneleponku. Walaupun dia menelepon tengah malam, saat dia selesai rekaman. Kami menjadi sahabat yang baik. Dia pernah berkata padaku kalau dia sedang menciptakan sebuah lagu. Lagu ini berbeda dengan lagu-lagu yang pernah dia nyanyikan. Dia yakin, lagu ini akan menjadi hits.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Suatu hari, dia datang ke rumahku. Dia mengajakku kencan, dan akupun menyetujuinya. Kami berjalan ke taman dekat rumahku dan duduk di sebuah ayunan. Dan kami melihat matahari terbenam yang indah sekali. Kemudian dia berkata kepadaku….</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Aku sudah menyelesaikan lagu ciptaanku.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Oh ya? Kapan kau akan mengeluarkan albumnya? Aku ingin segera mendengarnya.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Tidak. Aku memutuskan kau orang pertama yang mendengarnya.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kemudian dia berdiri di hadapanku dan bernyanyi dengan suaranya yang amat sangat merdu. Lirik lagunya :</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>“Why I love You?<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>Why I want You to be mine?<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>Why I want You to be here, with me forever?<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>And,<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>Why You never know my feeling for You?<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>I always show You how much I love you.<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>I always show You how I am.<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>I always want You to smile.<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>I always want You to be mine.<o:p></o:p></i></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><i>I love You…. Deeply in love with You….”<o:p></o:p></i></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Air mataku mengalir ketika mendengarnya bernyanyi dengan penuh perasaan. Ini adalah lagu cinta terindah yang pernah kudengar. Dia seolah bernyanyi di atas panggung yang di terangi oleh matahari terbenam yang indah. Dia terlihat sangat bercahaya. Selesai bernyanyi, dia kemudian berlutut di hadapanku.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Bagaimana lagunya?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Indah! Sangat, sangat indah! Aku sampai menangis!!” (sambil bertepuk tangan)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Terima kasih. Lagu ini sebenarnya ingin kuperdengarkan kepada seorang gadis yang istimewa.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Oh ya? Lalu, mengapa kau katakan aku yang jadi pendengar pertamamu? Bukan gadis itu?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Kau masih belum mengerti ya….”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tiba-tiba dia menggenggam tanganku dan menatapku lekat-lekat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Gadis itu adalah kau!”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : (sangat terkejut) “A…. Aku?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Ya, aku suka padamu. Kau bagaimana?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku : “Ba…. Bagaimana apanya?”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sou : “Perasaanmu padaku. Apa kau juga menyukaiku?”<br />
Aku : (berusaha untuk tenang dan menjawab….) “Ya, aku juga menyukaimu.”</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dan Sou tersenyum dan memelukku. Kemudian dia mengantarkanku pulang. Sebelum aku masuk, aku mengucapkan selamat malam padanya dan dia mengecup keningku.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Setelah itu, kami mulai berpacaran. Lagu yang dia nyanyikan ternyata benar-benar menjadi hits dengan penjualan tertinggi hanya dalam waktu 1 minggu. Hubungan kami berjalan dengan baik. Walaupun kami jadi jarang bertemu karena dia semakin sibuk dengan jadwal-jadwal manggungnya, tapi dia tetap menghubungiku.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sudah 3 bulan kami berpacaran tanpa ada seorangpun selain keluargaku yang tahu. Pada bulan ke 4 kami berpacaran, dia sedang berada di luar negeri untuk mengisi beberapa event-event besar. Dan ketika akan pulang kembali, dia menghubungiku dan berkata akan mengajakku kencan jika dia sudah tiba disana.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Aku sudah tak sabar menunggu kepulangannya. Sampai pada saat aku akan pergi ke sekolah, aku mendengar berita bahwa pesawat yang ditumpangi oleh Sou mengalami kecelakaan. Dan diduga tidak ada seorangpun yang selamat dari kecelakaan itu. Saat mendengarnya aku tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Aku shock dan menangis. Seminggu lamanya aku menangis. Ibuku sampai kerepotan menghiburku.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sejak itu, sudah 6 bulan berlalu. Aku masih belum bisa melupakannya. Aku tak bisa melupakan kehangatan dan kebahagiaan yang dia berikan untukku selama ini. Namanya mulai hilang dari media karena kemunculan idola-idola baru. Aku berpikir, mengapa mereka semudah itu melupakan dirinya? Padahal, sebelumnya mereka sangat memuja-muja dia.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kemudian pada suatu pagi, aku menerima surat tanpa pengirim. Penasaran dengan isinya, aku membuka surat itu dan membacanya. Betapa terkejutnya diriku saat kulihat lirik lagu yang dia nyanyikan untukku yang tertulis di dalam surat itu dengan tulisan tangannya beserta kalimat ‘I will always love You’. Kemudian aku pergi menuju kantor pos dan bertanya tempat asal perangko yang ada di amplopnya berada. Setelah diberitahu, aku segera pergi ke tempat yang disebutkan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Disana aku berjalan dan bertanya kepada orang-orang di sekitar, namun tak ada seorangpun yang mengenal Sou. Aku tidak putus asa, aku terus mencarinya. Dan ketika aku bertanya kepada seorang ibu yang terlihat ramah, dia berkata bahwa dia mengenali ciri-ciri orang yang kusebutkan. Kemudian dia mengajakku ke rumahnya. Nama ibu itu adalah Kyoko.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Setelah tiba di rumahnya, dia mengajakku pergi ke kebun yang ada di belakang rumahnya. Disana, aku melihat seorang bapak dan seorang lelaki sedang memetik buah. Hatiku berdebar-debar melihat lelaki itu. Ketika lelaki itu berpaling, wajahnya sangat terkejut melihatku. Dialah Sou! Aku segera berlari dan memeluknya. Aku bertanya, mengapa selama ini dia tidak pernah menghubungiku. Namun, dia hanya diam menatapku dan tidak menjawab pertanyaanku.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Aku diajak makan malam bersama dengan keluarga itu. Kemudian, ibu Kyoko menceritakan bagaimana sampai Sou ada di rumah ini. Dia berkata 6 bulan yang lalu, saat kecelakaan itu terjadi dia sedang berjalan di dekat pematang sawah. Dia melihat ada sebuah pesawat yang meledak tak jauh dari tempat itu. Dia segera memanggil suaminya pergi ke lokasi pesawat itu berada. Ketika dia tiba disana, dia melihat seorang lelaki yang masih hidup yang sedang berusaha menyelamatkan diri. Dia adalah Sou.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Setelah itu, mereka membawa Sou ke klinik terdekat. Dokter berkata kondisinya baik-baik saja. Luka yang dideritanya tidak cukup parah. Namun, dokter khawatir dengan luka yang ada di kepalanya. Mungkin benturan yang dialaminya cukup keras sehingga dia tak sadarkan diri selama beberapa hari. Dokter juga berkata, karena kecelakaan ini mungkin saja dia akan mengalami shock. Dan dampak terburuknya, dia tidak akan bisa berbicara lagi. Selain karena shock yang dialaminya juga karena benturan di kepalanya mengenai syaraf-syaraf di dalam otaknya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Karena itu, Sou tidak ingin kembali dan bertemu denganku dengan keadaannya yang seperti ini. Dia sudah tak bisa berbicara lagi. Aku menangis ketika mengetahui hal itu. Namun, aku berkata padanya, bahwa aku menyukai dirinya apa adanya. Bukan karena dia adalah seorang idola, bukan karena dia adalah seorang penyanyi yang kaya raya. Tapi karena dia adalah Sou.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dia memutuskan untuk tetap tinggal di kota tempat ibu Kyoko berada. Orang yang sudah ia anggap sebagai pengganti ibunya yang sudah meninggal. Aku pun memutuskan untuk melanjutkan kuliah disana saat aku selesai SMA. Aku tidak ingin berpisah dengannya lagi.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dan kini, 10 tahun telah berlalu. Aku telah menikah dengan Sou dan memiliki 2 orang anak. Hidup kami sangatlah bahagia. Aku bersyukur berjumpa dengan Sou. Dan aku berharap kebahagiaan ini akan terus ada sampai akhir hidupku. Pada suatu petang, kami berjalan di taman. Anak-anak kami, kami biarkan bermain. Dan aku memeluk Sou dan berkata, ‘Don’t leave me alone again….’</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 18pt;">END<o:p></o:p></span></b></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-8615587598291796957.post-22275715442005469972010-03-18T16:47:00.002+08:002010-07-22T23:33:16.162+08:00Twins : Anna & Silvia<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5Caldo%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:Batang;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><b><u>Anna</u></b> dan <b><u>Silvia</u></b> adalah nama sepasang gadis kembar identik yang cantik. Mereka adalah siswa kelas 3 di sebuah SMA. Saat ini, saya akan menceritakan kisah cinta mereka satu-persatu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;">Anna’s Story :<o:p></o:p></span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Anna yang adalah siswa teladan dan juga kakak dari Silvia. Dia adalah gadis yang baik, namun sedikit pendiam dan sulit untuk mengutarakan perasaannya. Dia berencana untuk melanjutkan study nya di luar negeri. Untuk itu, dia perlu kendaraan untuk bepergian disana. Dan dia juga perlu belajar mengendarainya. Jadi, dia mendaftar di sebuah tempat pelatihan mobil.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Disana dia memiliki seorang instruktur dan asisten instruktur yang bernama Rei, yang usianya 23 tahun. Saat pertama melihat Rei, Anna merasa hatinya berdebar tak karuan. Namun, dia tidak tahu perasaan apakah itu? Anna memiliki waktu sebulan untuk belajar di tempat pelatihan mobil itu hingga dia bisa lancar mengendarainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Di sela-sela latihan, Anna sering bercakap dengan Rei. Tentang alasannya menjadi instruktur yang dijawab karena Rei adalah seorang pembalap. Anna terkejut. Karena Rei tidak terlihat sebagai seorang pembalap. Dia adalah orang yang cukup rapi, juga baik. Dalam pikirannya, Anna menganggap pembalap adalah orang yang kasar dan berantakan. Mendengar itu Rei tertawa terbahak-bahak, dan membuat wajah Anna menjadi merah padam.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Selama satu bulan berlatih, mereka sering menghabiskan waktu bersama diluar jam latihan. Dan Rei juga berkenalan dengan Silvia yang membuat Rei terkejut karena ternyata Anna memiliki seorang kembaran. Rei berkata bahwa sifat mereka berdua sangatlah berbeda. Silvia adalah anak yang supel, itu membuat dia cepat akrab dengan Rei. Jauh di lubuk hati, Anna merasakan sakit saat melihat mereka berdua. Anna merasa, mereka berdua terlihat sangat serasi. Silvia juga yang lebih sering menghabiskan waktu bersama Rei.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Satu bulan akan berakhir. Anna hanya memiliki waktu satu minggu lagi bersama Rei. Anna ingin bisa mengungkapkan perasaannya kepada Rei. Namun dia merasa kalau Rei menyukai Silvia, bukan dia. Maka diapun mengurungkan niatnya. Kemudian, malam sebelum tanggal 30 Anna bercakap-cakap dengan Silvia. Sampai pada topik tentang Rei….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ann, menurut kamu, Rei itu orangnya gimana?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Gimana apanya maksudmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Aduh…. Ya sifatnya, sikapnya…. Apalah gitu….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Hmm…. Dia orangnya baik. Baik banget malah…. Dia juga dewasa dan perhatian.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ohh….” (manggut-manggut sambil tersenyum)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Memang kenapa kamu nanya gitu, Sil?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ah, eng…. Engga ada apa-apa kok Ann! Eh, udah malem nih. Tidur yuk!” (jawab Silvia panik)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Anna pun tidur sambil masih menyimpan rasa penasarannya tentang pertanyaan dan perilaku adiknya yang mencurigakan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Hari ini adalah hari terakhir Anna di tempat pelatihan. Dan juga adalah hari Anna dapat bertemu dengan Rei untuk terakhir kalinya. Karena dia tidak memiliki alasan dan tidak berani untuk berjumpa Rei lagi. Saat Anna akan pulang, Rei memanggilnya. Dengan ragu-ragu Rei bertanya kepada Anna….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Ehmm…. Kamu…. Apa Silvia pernah menceritakan sesuatu tentang aku padamu?” </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Tidak. Dia tidak pernah….“ (tiba-tiba teringat akan percakapannya semalam dengan Silvia) “Ah! Ya, dia pernah bertanya padaku tentang kamu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Benarkah? Apa yang dia tanyakan?” (dengan wajah terkejut)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Ya, dia bertanya bagaimana pendapatku tentang kamu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Lalu…. Apa jawabanmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (tiba-tiba merasa malu) “A…. Aku…. Tidak…. Aku tidak menjawab apa-apa. Maaf, aku mau pulang.” </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Anna berlari meninggalkan Rei dengan wajah merah padam. Perasaan sedih, patah hati, dan sebagainya merasuk ke dalam hatinya. Dia menangis sedih…. Lelaki yang dicintainya ternyata mencintai adikknya. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Sampai di rumah, dia segera berlari ke kamarnya tanpa menghiraukan pertanyaan ibunya dan Silvia. Dia menangis dan menangis. Kemudian Silvia mengetuk pintu kamarnya dan masuk ke kamarnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Anna, apa yang terjadi? Mengapa kamu menangis?” (sambil mengelus rambut Anna)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Tidak…. Tidak ada apa-apa….” (sambil membersihkan airmatanya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Jangan berbohong! Aku tahu bagaimana dirimu. Dan aku tahu bagaimana caramu menghadapi masalah! Kamu akan menangis sendirian dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (terdiam dan menatap Silvia) “…. Tadi, Rei menanyakan padaku apakah kamu pernah menanyakan sesuatu padaku….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Lalu? Apa yang kamu katakan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Aku bilang, kamu sempat menanyakan sesuatu padaku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Wah, jujur sekali kamu…. Lalu? Apa kamu menjawabnya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Tidak. Aku terlalu malu untuk menjawabnya.” (dengan pipi merona karena malu)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Hahahaha!! Memang seperti itulah kamu. Terus, kenapa kamu nangis?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : *Akhirnya! Silvia menanyakan hal yang paling tidak ingin kukatakan padanya!* batin Anna. “Eng…. Tidak ada apa-apa….” (dengan wajah panik)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Sudahlah Sis…. You know, I know you and you know me. We know each other. So, tell me the truth. What do you think about him?” (dengan memamerkan kepandaiannya berbahasa Inggris)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (sudah tak tahu harus menyangkal apalagi) “Yahh…. Begitulah….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Begitulah gimana nih??? Ayo, bilang sajalah…. Aku penasaran.” (dengan wajah yang menggoda kakaknya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Ugghhh!! Iya, aku suka padanya!!” (dengan sedikit berteriak dan wajah merona)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tiba-tiba Silvia tertawa terbahak-bahak. Akhirnya kakaknya ini bisa menyatakan isi hatinya. Dan Silvia berkata bahwa dia dan Rei tidak ada hubungan apa-apa. Mereka hanya sehobi dan dia juga biasa menjadi tempat curhatnya Rei. Setelah bercakap-cakap agak lama, ibu mereka berkata bahwa Anna memiliki tamu di depan rumahnya. Penasaran siapa yang datang, Anna segera turun dan melihat tamunya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Ternyata oh ternyata, yang datang adalah Rei! Lengkap dengan tuxedo, mawar di tangannya, dan…. Lihatlah sesuatu yang terparkir di belakangnya…. Sebuah Porsche hitam!!! Bagaimana Anna tidak terkejut dengan semua itu?? Sementara Anna yang masih tercengang-cengang sambil memegang mawar yang diberikan Rei untuknya, ibu dan adiknya malah terlihat riang dan segera mempersiapkan Anna untuk pergi bersama Rei.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah siap untuk pergi dengan gaun terusan merah tua dengan pita renda yang ada di pinggangnya yang membuat ia terlihat semakin manis, mereka pun pamit. Dalam perjalanan mereka hanya diam tidak bersuara. Setibanya di restoran bintang lima (bintang sepuluh kalau perlu!) mereka duduk di meja yang telah dipesan dan menikmati iringan musik jazz yang dimainkan oleh grup musik di restoran itu. Akhirnya, Rei memulai percakapan….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Uhmm…. Apakah kamu terkejut?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Apakah ada alasan untuk tidak terkejut?” (balas Anna balik bertanya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Hahaha! Tentu saja kamu terkejut. Aku memang telah merencanakannya sejak lama. Bagaimana pendapatmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Aku sangat terkejut! Tapi juga senang…. Terima kasih.” (sambil tersenyum)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Aku ingin membuatmu senang. Tak peduli berapapun sulitnya.” (sambil memperlihatkan senyumnya yang luar biasa indah)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Tapi, mengapa kamu berbuat seperti ini? Apa alasanmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Well…. Ternyata benar kata Silvia. Walaupun pandai dalam pelajaran, tapi kamu agak lamban soal cinta…. (sambil tersenyum kecil) “Tapi itulah yang kusuka darimu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “A…. Apa?? Apa maksudmu?” (dengan wajah tidak mengerti namun entah mengapa jantungnya berdegup kencang)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Tiba-tiba Rei menggenggam tangan Anna dengan lembut….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Aku mencintaimu, Anna.” (dengan wajah serius)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (wajahnya bersemu merah dan degupan jantungnya yang semakin kencang) “Eh….?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Aku bermaksud untuk melamarmu, tapi tentu saja tidak mungkin secepat itu kamu akan menerimanya. Jadi, aku ingin menjalin hubungan yang serius denganmu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Benarkah? Apa aku tidak salah dengar? Apa kamu tidak salah mengucapkannya untuk Silvia?” (masih tidak percaya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Tentu saja kamu tidak salah dengar. Aku dan Silvia sama sekali tidak ada hubungan apa-apa. Malah, aku sering bertanya tentang kamu padanya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Oh…. Aku pikir…. Kamu dan Silvia….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Tidak, kamu hanya salah paham. Sudahlah, lupakan dia. Sekarang, aku ingin tahu bagaimana jawabanmu?” (sambil terus menggenggam tangan Anna)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “A…. Aku…. Aku juga mencintaimu….” (dengan wajah yang amat merona beserta degupan jantungnya yang sudah mencapai max)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : (dengan wajah tidak percaya) “Benarkah? Benarkah kamu juga mencintaiku??”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (hanya bisa mengangguk kecil)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Rei : “Yes! Akhirnya…. Aku mendapatkan gadis yang sungguh-sungguh aku cintai. Terima kasih Anna….” (sambil tersenyum dan mengecup tangan Anna)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (hanya dapat mengangguk dan wajahnya semakin merona)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Akhirnya pesanan mereka datang, dan mereka menikmati hidangan mereka sambil bercakap-cakap banyak. Tentang diri Anna, tentang diri Rei, dan sebagainya. Setelah sampai di rumah, Silvia menyerbunya dengan ribuan pertanyaan. Dan Anna menceritakan apa yang dialaminya semalam ini. Dan dari Silvia, dia tahu bahwa Rei adalah pewaris tunggal perusahaan besar milik ayahnya. Dan, Rei sudah tertarik dengannya sejak dia datang mendaftar di tempat pelatihan mobil waktu itu. Dan karena ternyata tempat pelatihan mobil itu juga adalah milik Rei. Sehingga tidak sulit baginya untuk menyamar sebagai asisten pelatih yang melatih Anna. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Inilah kisah cinta Anna, seorang gadis pemalu yang sulit untuk mengungkapkan perasaannya. Tidak disangka, kisah cintanya akan berakhir bahagia seperti ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sekarang, kita akan melihat kisah cinta Silvia, gadis ceria adik kembar Anna.</span></div><span class="fullpost"><br />
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><b><span style="font-size: 16pt;">Silvia’s Story :<o:p></o:p></span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Pagi yang cerah. Musim ujian akhir untuk siswa kelas 3 pun semakin dekat. Itulah yang dialami oleh Anna dan Silvia, yang juga akan menyelesaikan masa SMAnya. Silvia yang tadinya tidak suka pergi ke perpustakaan pun terpaksa harus ikut bersama kakaknya untuk belajar bahan-bahan latihan ujian di perpustakaan umum dekat rumah mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sambil dengan enggan memilih-milih buku, Silvia pergi ke meja pengurus perpustakaan untuk mendata buku-buku yang akan dipinjamnya. Tiba-tiba, Silvia melihat seorang lelaki tampan di meja pengurus perpustakaan di sebelahnya. Wajahnya terlihat sangat ramah dan terkesan sejuk jika dipandang. Dilihat dari penampilannya, mungkin dia adalah seorang mahasiswa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Silvia melihat lelaki itu menatap Anna dan tersenyum padanya. Mereka kemudian bercakap sedikit lalu Anna pergi ke meja baca untuk membaca buku yang telah dipinjamnya, lelaki itu pun melanjutkan tugasnya mendata buku. Setelah bukunya selesai didata, Silvia segera menghampiri meja tempat Anna duduk. Tanpa basa-basi, Silvia segera bertanya kepada Anna tentang lelaki yang dilihatnya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ann, kamu kenal cowo petugas perpus yang ngobrol sama kamu tadi?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : (agak terkejut karena tiba-tiba ditanyai seperti itu) “Ya, aku kenal dia. Kenapa?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh ya? Namanya siapa? Kamu kenal dia darimana? Dia mahasiswa?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Wow…. Apa ngga kurang banyak yang kamu tanya nih? Kayak polisi aja yang lagi interogasi tersangka. Hahaha!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Aduh…. Udah, kamu bilang aja dia siapa?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Hmm…. Dia namanya Shinji, mahasiswa semester 4 di universitas yang dekat dengan sekolah kita itu loh. Eh, biasa kamu nanya-nanya tentang cowo gini pasti ada apa-apanya. Kamu suka ya sama dia?” (sambil tersenyum dan menunjuk Silvia)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh…. Namanya Shinji toh…. Dia keren yah Ann. Aku ngga tahu kalau di perpus juga ada cowo cakep kaya’ dia gitu!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Iya, dia emang cakep. Tiap aku datang ke perpus, pasti ada aja anak-anak cewe yang datang buat lihat dia. Hahaha!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh ya? Wah, dia populer dong? Udah ada pacar belum yah?” (Tanya Silvia dengan penuh rasa penasaran)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Mau tahu? Tunggu, aku panggil dia kesini.” (sambil berjalan meninggalkan Silvia dan menghampiri Shinji)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah terlihat sedang bercakap-cakap, Anna dan Shinji mendekati meja yang ditempati oleh Silvia. Tentu saja Silvia terkejut dan tegang karena berjumpa dengan Shinji.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Kak Shin kenalkan ini adik kembar saya, Silvia. Silvia, ini Kak Shin.” (sambil tersenyum memperkenalkan Silvia dan Kak Shin)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ah, uhm…. Perkenalkan, aku Silvia.” (memberikan tangannya dengan gugup)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Perkenalkan, aku Shinji. Tapi kamu boleh memanggilku Shin saja.” (saling bersalaman dengan Silvia dan tersenyum) “Aku tidak pernah tahu kalau kamu memiliki adik kembar Anna.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Ya, aku tidak pernah mengatakannya pada kakak. Habis, kakak tidak pernah menanyakannya sih. Hahaha!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Hahaha. Bisa saja kamu. Baiklah, aku kembali dulu di tempat pengurus perpus. Kalian selamat membaca. Senang berjumpa denganmu, Silvia.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ah, ya. Senang berkenalan denganmu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah Kak Shin kembali ke tempatnya, Anna duduk di tempatnya dan bertanya kepada Silvia….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Gimana? Orangnya baik kan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Iya, baik dan kereeen!! Hehehe.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Huu…. Dasar kamu! Ngomong-ngomong, baru kali ini aku lihat kamu grogi dengan cowo. Ada apa nih??” (sambil menggoda Silvia)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ah, masa? Ngga tuh kayaknya…. Perasaan kamu aja kali Ann.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Ya, ya, ya. Paling juga kamu suka sama dia. Dia memang tipe kamu sih.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Iya, aku suka dia. Kamu kok ngga kasih tau kalau ada cowo keren kayak gitu disini?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Hahaha! Sudah kuduga. Emang, kalau aku bilang ada cowo cakep di perpus yang kamu paling ngga suka kamu percaya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ya…. Iya sih…. Aku ngga bakal percaya…. Hehehehe….” (sambil cengengesan)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Apa kubilang. Biar ada cowo sekeren Johnny Deep juga kamu ngga bakal percaya kalau cowo itu ada di perpus.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Iya, sekarang aku bakal percaya deh. Eh, kamu akrab sama dia Ann?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Yah, ngga juga. Kita ngobrol kalau lagi di perpus doang sih. Tapi waktu itu kita sering keluar bareng juga, ke pameran buku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh ya? Jadi, kalian kontak-kontakan dong? Kamu tahu nomornya dong?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Iya, waktu itu dia minta nomor aku buat kasih tahu kalau buku yang aku cari udah nyampe atau belum. Kamu mau nomornya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh…. Enak yah…. Emang dia ngga merasa terganggu kalau aku hubungin dia? Lagipula, aku kan baru kenal dia hari ini. Masa tiba-tiba langsung hubungin dia?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Yah…. Iya sih…. Hahaha! Ya udah, kamu ajak-ajak ngobrol aja dulu. Tapi mungkin agak susah, dia pendiam orangnya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Aku udah tahu dari pertama lihat dia kalau dia orangnya pendiam. Susah nih….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Ya udah, good luck aja deh buat kamu. Sekarang kita pulang yuk, udah gelap tuh diluar.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Akhirnya mereka berpamitan dengan Kak Shinji dan pulang. </span></div><o:p><span class="fullpost"> </span></o:p><span class="fullpost"> <br />
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Setelah sampai di rumah, HP Anna berdering tanda SMS masuk. SMS itu ternyata dari Kak Shin, isinya :</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>“Hey, udh pulang yah?<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>Besok ktmu lg di perpus yah.<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>Salam buat Silvia.”<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Dan dibalas oleh Anna :</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>“Iya, qta udh pulang.<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>Ok, ktm lg bsok.<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>Salam balik dr Silvia.”<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">SMS balasan dari Kak Shin :</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>“Btw, aq mnta nmrnya Silvia dong, Ann.<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>Klo blh.”<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">SMS itu membuat Silvia terkejut! Tidak disangka, malah Kak Shinji yang menanyakan nomornya lebih dulu. Tak pernah disangka olehnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kemudian dibalas oleh Anna :</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>”Blh, knp ga blh?<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><i>Nmrnya 08xxxxxx.”</i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Selang sepersekian detik laporan terkirim diterima oleh Anna, tiba-tiba HP Silvia berdering tanda SMS masuk. Ketika dilihat, ternyata nomor tidak dikenal yang meng-SMSnya. Sesuai yang mereka duga, bahwa nomor itu adalah nomor Kak Shinji yang meng-SMS Silvia. SMS antara Silvia dan Kak Shinji berlanjut hingga larut malam. Tidur Silvia pun terasa nyenyak karena dia bisa ber-SMS dengan Kak Shinji. Dia berharap, Kak Shinji adalah orang yang tepat untuknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Sejak itu, Silvia menjadi rajin pergi ke perpustakaan untuk menemui Kak Shinji. Kak Shinji juga sering mengajarinya tentang pelajaran-pelajaran untuk ujian. Semakin lama, hubungan mereka semakin dekat. Mereka sering bertemu berdua, sering ber-SMS dan sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Pada suatu malam, HP Silvia berdering tanda telepon masuk. *Siapa yah yang menelepon malam-malam begini?* batin Silvia. Ternyata yang menelepon adalah Kak Shinji. Silvia terkejut dan cepat-cepat mengangkat telepon darinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Halo, Silvi?” (suara Kak Shin terdengar di telepon)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ya, ini aku. Ada apa kak?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Tidak, hanya ingin ngobrol denganmu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh, tumben. Hehehe.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Iya, aku sedang bosan. Ngomong-ngomong, Anna sudah tidur?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ya, Anna sudah tidur. Dia memang cepat sekali kalau soal tidur. Haha!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Wew…. Begitu yah. Oh iya, ada yang ingin aku tanyakan.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Apa?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Apa kamu sudah punya pacar?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Hah?! Mengapa tiba-tiba….” (karena terlalu terkejut, Silvia tidak dapat berkata apa-apa)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Tidak, aku hanya iseng bertanya saja. Haha.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh…. Tidak, aku belum punya pacar. Mau daftar? Hehe.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Wah, masa gadis cantik sepertimu tidak punya pacar? Kalau Anna?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Iya, aku memang gadis cantik yang tidak laku. Huhu…. Anna belum punya pacar tapi sudah punya tunangan.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Begitukah? Tidak disangka gadis pendiam seperti itu bisa punya kekasih. Hahaha!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Iya, diam-diam cabe rawit. Hahahaha!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Eh, sudah lama kita teleponan. Sudah dulu ya, bye-bye!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Ok. Bye-bye too.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Telepon dimatikan dan pembicaraan mereka selesai sampai disitu. Saatnya tidur untuk berjumpa dengan pujaan hati besok!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Hari ini adalah hari minggu, itu berarti perpustakaan libur. Silvia lupa karena terlalu senang dengan telepon semalam. Setelah sadar, ia telah berada di depan pintu masuk perpustakaan. Silvia memutuskan untuk pulang ke rumah sebelum dia mendengar ada suara orang bercakap-cakap di dalam. Awalnya dia ingin mengabaikan mereka, namun hatinya dipenuhi oleh rasa penasaran yang amat sangat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Karena, suara yang dia dengar adalah suara Kak Shinji. Bersama seseorang, entah siapa. Dia mendengar dari balik pintu….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Someone : “Aku tidak bisa! Dan aku sama sekali tidak berniat untuk bersamamu!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Tapi, kamu tahu perasaanku sejak dulu! Mengapa kamu masih melakukan hal ini padaku?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Someone : “Karena, aku tahu kalau kamu bukan untukku! Aku telah memiliki seorang yang akan menjalani hari-hari bersamaku. Dan orang itu pastilah bukan kamu! Kamu telah mendengarnya dari dia sendiri kan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">*Dia? Dia siapa yang dimaksud oleh orang ini?* pikir Silvia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Ya, aku memang baru saja tahu. Lagipula, apakah hanya karena lelaki itu saja kamu menolakku?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Someone : “Tidak. Alasan utama aku menolakmu karena….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Karena apa? Jawablah!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Someone : “Karena kamu adalah orang yang dicintai adikku! Silvia!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">*A…. Apa?! Apa yang kudengar barusan itu? Silvia? Mungkinkah…. Mungkinkah dia adalah….*</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Silvia segera membuka pintu perpustakaan. Dan…. Benar saja. Yang dilihatnya adalah Kak Shinji dan kakak kembarnya, Anna. Merekalah yang daritadi dia curi dengar pembicaraannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Si…. Silvia….” (dengan wajah amat terkejut)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Silvi! Mengapa kamu ada disini?” (dengan wajah yang sama terkejutnya dengan Anna)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Apakah…. Apakah kamu mendengar semua yang telah kita bicarakan tadi?” (dengan wajah agak takut)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Kakak…. Kak Shin…. Aku…. Aku tidak pernah menyangka kalian….” (dengan wajah pucat dan tidak percaya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Tunggu, tunggu dulu Silvia…. Dengarkan penjelasanku…. Aku dan Kak Shin tidak….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Tidak! Cukup! Aku tidak ingin mendengar apa-apa lagi! Cukup! Aku sudah tahu segalanya!”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Silvi, tunggu dulu….” (berusaha menenangkan Silvia)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Cukup! Sekarang aku tahu kalau selama ini kakak mendekatiku hanya untuk mengetahui keadaan Anna!” (airmata mulai membasahi pipinya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Aku tidak….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Sudahlah…. Aku sudah lelah dibohongi seperti ini…. Aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa…. Aku terlalu bahagia sendiri dengan angan-anganku tanpa tahu yang sebenarnya…. Cukup! Aku sudah tidak ingin dibohongi lagi!” (berbalik keluar perpustakaan dan berlari)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Silvia! Tunggu!” (berusaha mengejar, namun tidak bisa) “Mengapa kamu tidak mengejarnya?” (dengan nada agak kesal)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Aku tidak tahu apa yang harus aku ucapkan saat ini padanya…. Dan…. Apa yang dia katakan adalah benar….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Anna : “Ka…. Kamu benar-benar mengecewakan!” (berlari meninggalkan Shinji seorang diri)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Silvia tidak pernah kembali ke perpustakaan dan tidak pernah berhubungan dengan Shinji lagi. Ujian semakin dekat, semua semakin giat belajar. Tidak ada waktu untuk memikirkan Shinji. Walaupun sebenarnya Silvia hanya berusaha mencari kesibukan agar dia bisa melupakan Shinji.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Namun, kerinduannya sudah tidak dapat dibendung lagi. Entah mengapa, kakinya otomatis melangkah menuju perpustakaan. Saat dia ingin kembali, tiba-tiba ada suara yang memanggilnya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Silvia….?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : (terdiam, tidak tahu harus berbuat apa)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Silvia, kamukah itu?” (tanya Shinji sekali lagi)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : (berusaha membalikkan badan) “Ya, it’s me.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Lama tak berjumpa. Apa kabarmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “I’m ok.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Lama sekali mereka berdiam. Akhirnya, Shinji mengajak dia untuk berjalan di taman dekat perpustakaan bersama. Disana mereka hanya berjalan dalam diam. Tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Sampai akhirnya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Silvia, tentang masalah waktu itu….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : (hanya menunduk dan diam)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Aku tahu, aku yang salah. Aku tidak mengatakannya dari awal padamu kalau aku menyukai Anna. Sejak aku bertemu dengannya, aku selalu penasaran dengan dia. Sikapnya yang tidak mempedulikan aku, berbeda dengan gadis-gadis lain yang pernah kutemui.”</span><br />
<span class="fullpost">Silvia : (tetap diam dan mendengarkan)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Pada saat aku berkenalan denganmu, aku memang berencana untuk mendekati dia lewat kamu. Setiap hari aku berbicara denganmu, aku selalu menyisipkan pertanyaan-pertanyaan tentang dia. Tapi karena tidak ingin membuatmu curiga, aku juga menanyakan hal yang sama padamu.” Melanjutkan ceritanya. “Tapi pada saat aku menanyakan apakah kamu sudah memiliki seorang pacar, aku sungguh-sungguh ingin mengetahuinya. Entah mengapa, aku jadi ingin tahu tentang kamu. Aku ingin tahu lebih banyak lagi tentang kamu dibanding Anna….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : (untuk pertama kalinya sejak berjumpa dengan Shinji, dia menatap wajah lelaki itu)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Dan aku sangat terkejut ketika Anna berkata bahwa kamu menyukai aku.”</span><br />
<span class="fullpost">Silvia : (wajahnya merona) *Celaka! Terbongkarlah sudah…. Malunya aku….*</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Saat itu, aku masih belum mengerti perasaan apa yang aku rasakan terhadapmu. Sampai saat aku berjumpa denganmu lagi saat ini, aku baru mengerti bahwa selama ini yang sungguh-sungguh aku cintai adalah kamu. Bukan Anna.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Hah? Apa yang kamu….” (dengan wajah terkejut)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Ya, aku tidak mencintai Anna. Aku hanya menganggapnya sebagai idola, karena dia adalah gadis yang dewasa. Tapi, denganmu aku merasa bahagia. Sangat bahagia….” (sambil tersenyum menatap Silvia lembut)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Kamu pasti bercanda….” (bantah Silvia tidak percaya)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Tidak, aku sama sekali tidak bercanda. Aku tidak bisa lepas darimu. Satu bulan terasa 10 tahun bagiku. Aku sudah jatuh cinta terlalu dalam padamu. Aku sampai tak mengerti apa yang harus aku lakukan….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : “Oh…. Kak Shin….” (setetes airmata haru mengalir di wajah Silvia)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Kini, mereka saling berhadapan. Saling menatap dan terdiam. Setelah Shinji menjelaskan segalanya pada Silvia, akhirnya Silvia merasa bahwa masih ada secercah harapan untuknya….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Shinji : “Silvi….” (menggenggam tangan Silvia) “Apakah masih ada tempat untukku di hatimu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Silvia : (menangis terharu…. Tak pernah disangka hal ini akan terjadi) “Ya…. Selalu ada tempat untukmu di hatiku Kak Shin…. Bahkan, seluruh tempat di hatiku adalah milikmu….”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost">Shinji memeluk Silvia. Mereka berpelukan lama sekali. Perlahan-lahan Shinji melepaskan pelukannya. Dan dia mendekatkan wajahnya pada wajah Silvia. Semakin lama, semakin dekat. Akhirnya mereka berciuman dengan lembut. Ciuman yang penuh dengan cinta….</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-right: 27pt; text-align: center; text-indent: 18pt;"><span class="fullpost"><span style="font-size: 16pt;">END<o:p></o:p></span></span></div>Velicahttp://www.blogger.com/profile/02532192687172220413noreply@blogger.com10